DUA : Nomor Tak Dikenal

128 9 8
                                    

Matahari menyapa pagi. Cahayanya berpendar menghangatkan bumi. Jatuh di sebagian sisi lapangan basket, memantul di antara jeruji besi tiang ring, dan menyorot sebagian lantai koridor kelas di lantai dua.

Ayunda melangkah pelan menuju ruang kelas. Dengan baju seragam putih abu, rambut dikuncir kuda dengan poni dan beberapa helai rambutnya di biarkan jatuh menjuntai di kedua sisi wajahnya. Berayun diantara batang kaca matanya. Tas gendong berwarna cokelat muda menambah manis penampilan Ayunda pagi ini. Dengan tampilan seperti itu Ayunda terlihat lebih muda dibanding dengan teman-teman seangkatannya.

Hari masih benar-benar pagi. Koridor masih begitu sepi. Hanya ada beberapa murid yang terlihat berlalu lalang.

"Ayunda!" Suara cempreng yang sudah Ayunda kenal memanggil namanya.

"Iya. Ada apa lari-lari ada setan? atau ...," Kalimat itu itu terputus.

"Husss! Entar beneran ada lagi," ucap Cindy memotong omongan Ayunda. Tangannya mengibas udara yang ada di depan mukanya.

"Udah siang. Masih aja takut begituan," ledek Ayunda.

Cindy mengikuti Ayunda menuju ruang kelas XI-MIA 4. Ayunda yang berjalan lebih dulu, membuka pintu kelas yang masih tertutup rapat. Suasana kelas masih sangat sepi. Ayunda dan Cindy berjalan menuju bangku belakang, tempat duduk Ayunda dan Ryan.

"Jadi beneran, Lo duduk sama Ryan?"

Ayunda membalas dengan anggukan kepala, sambil meletakkan tas gendongnya di meja. Kemudian duduk di bangkunya, di ikuti Cindy di bangku barisan kedua dari belakang. Tepat di depan bangku Ayunda.

"O iya. Novel yang gue minta dibawain kemaren mana?" Cindy menjulurjan telapak tangan,  menagih novel yang di tunggu-tunggunya di sertai senyum yang di imut-imutkan.

"Ada kok. Semalem sempet pusing juga nyariinnya, eh ... ternyata keselip," jawab Ayunda seraya mengacak-acak isi tasnya, "Nih!" Ucap Ayunda sambil menyodorkan novel yang dimaksud.

"Makasih. sahabat gue yang paling  baik dan paling cantik sedunia," ucap Cindy manja sambil mencubit pipi Ayunda yang Tembem.

"Kebiasaan. Sakit tau!" Protes Ayunda.

"Maaf. Abis gemes sih. Tapi sayang belum pernah dicubit sama cowok," ledek Cindy sambil tertawa.

Ayunda melirik jam tangan mungil yang melingkar di tangan kirinya. Pukul 07.15, masih belum ada juga murid kelas XI MIA 4 yang masuk ke kelas.

"Nanti lima menit sebelum bel, baru pada masuk," Cindy memberitahu kebiasaan murid di sekolah ini,"Yaudah. Gue ke kelas ya, PR gue belum dikerjain," tambahnya sambil melenggang keluar kelas.

***

Budi yang baru saja kembali dari ruang guru membawa kabar gembira. Ketua kelas XI MIA 4 itu masuk dengan wajah berseri-seri disertai dengan senyuman yang tak jelas maksudnya. Budi menutup pintu kelas rapat-rapat dan mengganjal pengangan pintu dengan gagang sapu. Seluruh isi kelas menatap Budi yang hendak bicara.

"Guru Bahasa Inggris hari ini nggak masuk. Jadi setor hafalan vocabulary-nya minggu depan."

Sorak sorai penuh kemenangan menggema memenuhi ruang kelas. Terdengar jelas hingga keluar kelas terutama kelas sebelah. Ketua kelas sebelah hendak menegur mereka dengan wajah kesal, namun persiapan yang budi lakukan rupanya efektif. Pintu yang tidak bisa dibuka dan jendela yang tertutup rapat dengan gorden sukses membuat ketua kelas sebelah kembali ke kelasnya dengan wajah dongkol.

Dodo yang berbadan gemuk naik ke bangku dan berjoged-joged ala Inul Daratista. Seluruh lemak di badannya bergoyang-goyang sesui irama. Tingkahnya membuat seluruh penghuni kelas tertawa geli. Rani tak kuat menahan kebelet pipis karena tak henti-henti tertawa.

Sayap Cinta Yang PatahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang