Waktu itu hampir datang. Langit dengan paduan merah dan kuning akan tiba sebentar lagi. Senja yang dinanti Nadhi akan menghampiri. Mungkin hanya berkisar lima puluh lima detik dari sekarang, apa yang Nadhi tunggu mulai menampakan perawakannya.
Terpaku dalam diam adalah sikap yang dilakukan oleh gadis berambut pony tail tersebut. Mata hazel miliknya hanya terpusat dalam kegambangan sesuatu di ujung sana. Sesuatu yang nun jauh di bagian barat bumi, seolah nyata, tetapi sebenarnya hanya delusi belaka. Fatarmogana. Menyenangkan. Hembusan nafasnya dibisukan oleh keegoisan para burung-burung yang saling bersahutan, saling bertukar ungkapan, dengan berbondong-bondong untuk kembali ke dalam tempat tinggalnya.
Gadis itu hanya berdiri seorang. Sebuah pembatas besi menjadi kawannya. Di sampingnya tidak ada siapapun kecuali angin yang berhembus sedikit nakal--- mengakibatkan rambut Nadhi harus menjadi sasarannya, air yang bergulung-gulung dengan sangat rakus, bergerak cepat seolah-olah dunia akan berakhir saat itu juga, dan pantulan bayangan sang penerang bumi yang sebentar lagi akan meluluhkan tubuhnya dibalik langit jingga.
Dan waktu yang ditunggu itu tiba, muncul di depan mata dengan keindahan luar biasa yang tidak bisa diungkap dengan untaian kata. Senja itu sudah datang. Goresan sang Illahi itu terpampang dengan nyata. Indah. Sungguh indah. Langit yang seperti lukisan para seniman legend, seolah menjadi layar bagi sang senja. Ah, Menyedihkan sekali, jika istana awan tanpa penyangga ini harus terpadu dengan sesuatu yang di ciptakan oleh para manusia di luar sana. Sesuatu yang bersifat merusak. Nadhi membenci itu semua.
Nadhira Alilyana Costaribu. Gadis penyuka warna biru itu memejamkan matanya sejenak. Sudut bibirnya tertarik ke atas, membentuk lengkungan kecil, yang menghasilkan senyuman kebahagian;ketenangan;dan keikhlasan. Bagian terkecil dalam hatinya, bernafas lega. Rutinitasnya sore ini bisa ia kembali ia lakukan. Rutinitas yang terjadi begitu saja. Tanpa disengaja, semenjak seseorang yang cukup berarti bagi dirinya harus meninggalkan ia sendirian. Seseorang yang ia anggap sebagai tameng hidupnya. Seseorang yang ia anggap sebagai Ksatria berwujud wanita yang akan menjadi sosok terdepan darinya. Dan sosok itu harus menghilang dibalik indahnya langit senja lima tahun yang lalu. Persis ketika Senja itu sudah tenggelam dalam ratusan awan pekat. Menghilang di ufuk barat yang tak bisa ia gapai, dan senja itu membawa sosok Ibunya keperaduan sang Illahi.
Sungguh kejam sekali, tapi Nadhi tidak membenci senja. Tanpa ia sadari, senja itu sudah menjadi candunya sejak lima tahun yang lalu. Masuk kedalam tubuhnya, dan bersemayam dengan indah pada relung hatinya yang paling dalam.
dua januari dua ribu tujuh belas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintai Barat
RandomNadhi mencintai arah barat. Nadhi mencintai senja. Nadhi juga mencintai seseorang yang dulunya tenggelam di balik senja.