Part 1

64 3 4
                                    

A/N : Hai, ini cerita pertama aku. Jadi, aku minta maaf banget kalo masih banyak kekurangan. Saran dan kritiknya aku terima, tolong sampeinnya dengan kata-kata yang sopan yaa. Terima kasiihh... Selamat membaca!

Hujan rintik rintik yang mengguyur kota London sore ini berubah menjadi sangat deras. Banyak orang yang mulai menepi ke tempat terdekat untuk berteduh. Namun, tampaknya hujan deras ini tidak mengganggu gadis muda yang tetap berjalan dengan mantap di bawah payung hitamnya.

Gadis itu adalah Amelia Nadira. Dia berjalan tanpa memperdulikan hujan yang turun semkain deras. Kepalanya diangkat tinggi penuh percaya diri, mantelnya –yang sengaja dia biarkan tidak terkancing- berkibar di belakangnya. Rambut hitamnya yang tebal digulung dan mata cokelatnya memandang sekeliling dengan tatapan tajam. Dibalik tatapan tajam itu ada kekaguman yang tersembunyi di dalamnya.

Amelia ditugaskan untuk bekerja di London dan dia baru tinggal di kota ini selama dua hari. Dia sangat bersyukur, karena dari seluruh negara yang ada di dunia, dia bisa ditugaskan di kota London. Selama dua hari terakhir ini, dia tidak bisa berhenti mengagumi keindahan ibukota negara Inggris ini.

Amelia berbelok dan masuk ke dalam gedung apartemen tempat dia tinggal dan segera masuk ke dalam lift yang kosong. Sebelum lift tertutup, terdengar suara teriakan seseorang.

"Tahan pintunya!"

Amelia menekan tombol lift agar tetap terbuka dan masuklah seorang pemuda. Amelia melihat sekilas ke arah pemuda. Walaupun, dia tidak bisa melihat wajahnya, namun, dia yakin bahwa pemuda yang berada disebelahnya juga merupakan orang Asia. Baru kali ini dia bertemu dengan orang Asia sejak kedatangannya di London.

"Huhhh! Terima kasih" ujarnya terengah.

Amelia mengangguk kecil.

"Tidak masa-"

Ucapannya terpotong saat matanya bertemu dengan mata pemuda di sebelahnya. Matanya terbelalak tidak percaya. Pemuda disampingnya juga menatapnya dengan ekspresi yang tidak jauh berbeda.

Albus

Sebuah nama muncul dalam pikirannya. Dengan cepat, Amelia mengatasi keterkejutannya sambil menepis panggilan 'kekanakan' yang biasa dia tujukan pada pemuda disampingnya bertahun-tahun yang lalu. Dia menegakkan kembali tubuhnya dan tersenyum kaku pada pemuda di sampingnya.

"Nathaniel?"

Suaranya terdengar tenang dan profesional. Berbeda dengan jantungnya yang berdebar-debar tidak karuan. Jika keadaanya dulu berbeda, mungkin dia akan senang bertemu dengan teman lamanya. Namun, bayang-bayang tentang pengkhianatan yang telah dilakukan pemuda itu dan kata-katanya yang menyakitkan membuat semuanya menjadi berbeda.

"Amelia?"

Suaranya tidak pernah berubah. Suara yang dulu biasa mengatakan lelucuon dan candaan lucu, namun juga suara yang mengucapkan kata-kata pedih itu. Amelia menahan tangannya agar dia tidak melompat untuk memeluknya atau menamparnya saat itu juga.

Amelia mengangguk kecil dan mengarahkan pandangannya ke arah lain. Saat itu juga, dia baru menyadari bahwa dia belum menekan tombol untuk lantai tujuannya. Dia cepat-cepat menekan lantai tujuannya agar bisa segera keluar dari lift.

Mata Nathaniel kembali terbelalak melihat lantai tujuan gadis di sebelahnya. Lantai yang sama dengannya. Keheningan yang canggung memenuhi seisi lift. Tidak ada satupun dari mereka yang berbicara.

"Ehem.. Jadi, apa yang kau lakukan disini?" tanya Nathaniel memecahkan kesunyian.

"Di London? Atau di tempat ini?" Amelia balas bertanya.

Old Friend Next DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang