Part 6

5 1 1
                                    

Hujan turun lebih deras daripada biasanya pagi ini. Biasanya, Amelia sangat menyukai hujan, ia selalu menimati saat-saat ribuan tetesan air mengguyur tanah dan menghasilkan suatu aroma khas yang sangat menenangkan. Tapi kali ini tidak, sungguh tidak. Aroma khas yang biasanya menenangkan justru membuatnya bertambah panik.

Bagaimana tidak?

Hari ini dia bangun kesiangan dan langsung berangkat ke kantor tanpa membawa payung. Di tengah jalan, hujan deras mulai mengguyurnya. Beruntung, saat itu ada halte bus sehingga ia bisa berteduh disana untuk sebentar. Namun sekarang ia terjebak disana. Bus selanjutnya tidak akan datang dalam waktu kurang lebih 40 menit, sementara ia hanya mempunya waktu 30 menit.

Jarak dari halte bus ke kantornya sebenarnya tidak terlalu jauh. Tapi, mana mungkin ia harus berlarian di tengah hujan deras seperti ini. Baru beberapa langkah saja dia pasti sudah basah kuyup.

Amelia berhitung dalam hati untuk menenangkan diri, tapi tidak ada gunanya. Dia paling benci terlambat karena Amelia adalah orang yang sangat menghargai waktu. Lagipula, terlambat di bulan-bulan pertama dia bekerja bukanlah hal yang baik.

Sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan halte bus, namun Amelia tidak menghiraukannya sampai sebuah suara memanggilnya,.

"Melia!" seru suara yang terdengar tidak asing.

Amelia menoleh, melihat wajah Nathaniel di balik jendela mobil.

Kenapa harus dia??

"Butuh tumpangan?" tanyanya dengan senyum jahil di wajahnya.

Amelia melihat sekelilingnya. Hujan masih turun dengan sangat deras. Ia menghela napas kesal. Harga dirinya yang tinggi seakan dihancurkan. Jika bukan keadaan darurat, dia tidak akan menganggukkan kepalanya dan berlari masuk ke dalam mobil Nathaniel sambil megucapkan terima kasih dengan singkat.

"Tidak masalah," ujar Nathaniel. "Lagipula, sekarang kita teman, kan?"

Amelia hanya terdiam sesaat. "Jangan berharap terlalu tinggi dulu, Nathaniel. Aku bahkan belum mengatakan kita bisa menjadi teman,"

Nathaniel tertawa kecil sementara Amelia memandangnya dengan tatapan galak.

"Jadi, dimana kamu bekerja?" Nathaniel mengalihkan pembicaraan mereka.

Amelia membuka mulutnya untuk berbicara, namun, Nathaniel menghentikannya.

"Oh! Aku mempunyai ide yang lebih menyenangkan. Kau tunjukkan saja arahnya, nanti aku akan menebak tempatmu bekerja. Aku sudah hafal semua tempat disini," ujar Nathaniel bangga.

"Aku sudah hampir terlambat, Nathaniel!" protes Amelia. "Jangan bermain-main,"

"Ayolah, kau hanya perlu menunjukkan arahnya," bujuk Nathaniel.

Amelia hendak memprotes lagi. Namun dia teringat bahwa sekarang dia sedang menumpang dalam mobil Nathaniel dan Nathaniel bukan supirnya yang bisa ia suruh-suruh. Amelia mengutuk dirinya yang sudah melupakan sopan santunnya.

"Baiklah," kata Amelia kesal. "Di pertigaan, belok kanan,"

Nathaniel mengangguk dan berpikir. "Hhhhmmm.... Disana ada restoran, apa kau bekerja di restoran?"

"Apa aku terlihat seperti pelayan restoran?" Amelia balas bertanya.

Nathaniel menoleh sedikit dan tertawa. "Baiklah.. baiklah.. Oh! Ada bank juga disana. Kau sepertinya cocok untuk bekerja di bank,"

Amelia tersenyum kecil.

"Hey, kau tidak menjawab! Berarti benar, kau bekerja di bank," seru Nathaniel puas.

Old Friend Next DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang