Chapter 04 : Aku sama dengan Kamu

14 5 0
                                    

Mizé Rias pun perlahan melangkahkan kakinya melalui pintu satu masuk kerungan yang lain dan begitu pun seterusnya. Setiap Mizé Rias melangkah selalui dihiasi oleh suara dari genangan air yang terinjak, namun suaranya kali ini terasa lebih berat. Genangan air yang berupa darah itu pun membentuk sebuah gelombang kecil berpencar membuat sebuah lingkaran setiap kali Mizé Rias menginjaknya, kepala dari salah seorang polisi pun terkadang tak sengaja ditendang oleh Mizé Rias ketika menghalangi jalan untuk Mizé Rias keluar dari kantor polisi.

Setelah berjalan melewati beberapa pintu dan ruangan, Mizé Rias pun akhirnya tiba di pintu keluar kantor kepolisian. Pintu itu masih bersih tanpa ada sebercak darah yang menempel. Lapisan kaca yang berwarna gelap pun masih jelas menampilkan keadaan di luar kantor kepolisian. Sebelum keluar, Mizé Rias melepaskan alas kakinya yang sudah berlumuran darah. Kemudian keluar dari kantor kepolisian sambil memegang denah lokasi dimana acara pendirian pabrik senjata modern yang dihadiri oleh perwakilan dari World Eyes.

Sambil berjalan senyuman datar masih melekat dengan jelas diwajah Mizé Rias. Mungkin jika ekspresi yang ditunjukannya dibuat lebih normal, maka ekspresinya akan sama dengan seorang anak kecil yang sudah tidak sabar untuk menerima kado ulang tahunya diesok hari.

"Senangnya," gumang Mizé Rias. Melihat ekspresi Mizé Rias sambil berucap seperti itu membuat orang yang dilewatinya merasa takut dan kebingungan "Ihh dia kenapa?!"

Tak menghiraukan bisikan orang – orang yang dilewatinya, Mizé Rias kembali menuju gubuk yang dia tetapkan menjadi rumahnya. Mizé Rias kembali menelusuri jalan yang sama, melalui tanah berhias daun – daun yang telah gugur dari batangnya, dan sinar matahari yang mengintip dari sisa – sisa dedaunan yang masih kokoh di batangnya.

"Kamu dari mana?!" Tegur Gina saat melihat Mizé Rias kembali.

Mizé Rias pun hanya diam mengacuhkan Gina yang ada dihadapannya, dan langsung masuk kedalam gubuk yang telah menjadi rumahnya. Gina pun tidak diam, dia terlihat begitu marah dengan Mizé Rias.

"Rias!! Coba jelaskan tentang ini!" Teriak Gina dengan suara yang gusar sambil menunjukan selembaran kertas tepat dihadapan wajah Mizé Rias. "Apa maksudnya ini?"

Melihat kertas yang berisikan sebuah pemberitaan besar mengenai tiga orang penjaga yang dibunuh dengan sadis, dan sayembara bagi siapapun yang berhasil menangkap pelakunya hidup atau mati. Mizé Rias terlihat begitu senang.

"Wahhh," saut Mizé Rias dengan semangat.

"Pasti kamu yang melakukanya? Terlebih lagi kamu pasti habis dari kota, kamu tidak boleh kesana Rias. Terlalu berbahaya!!" Gina semakin pecah, dan dia terlihat begitu khawatir dengan apa yang telah dilakukan oleh Mizé Rias

"Apa? Memang kamu siapa? Kamu tidak tau apa – apa tentangku, lagi pula kita ini berbeda. Jadi jangan pernah ikut campur tentang urusanku?" Bentak Mizé Rias dengan raut wajah yang mengerikan dan tatapan mata sinis yang begitu tajam kepada Gina. "Lebih baik kau pergi dari hadapan ku!"

"Baik aku akan pergi, tapi sebelum itu aku koreksi kata – kata mu tadi. Mengenai aku yang tidak tau apa – apa, mengenai aku yang tak usah ikut campur, dan mengenai aku tidak sama denganmu. Semua itu salah, justru yang tidak mengerti apa – apa itu kamu Rias!!" Teriak Gina sambil menundukan wajahnya dengan poni yang terurai kebawah dan basah terkena tetesan air mata. Pundaknya pun bergentar hebat, nafasnya pun terhisak dengan jemari yang mengepal dengan kencang, seolah dia sedang mengumpulkan keberania untuk mengatakan sesuatu yang dibecinya. "Selamat tinggal..." kata – kata itu Gina ucapkan dengan pelan, sambil memalingkan wajahnya dengan air mata yang jatuh lebih lambat dari pergerakannya.

Melihat ekspresi Gina yang seperti itu Mizé Rias hanya mendesis, tak sedikit pun rasa bersalah bersarang dihatinya. Justru dia malah merasa benar – benar kesal dengan Gina yang mencoba untuk mencampuri urusannya.

Memalingkan tubuhnya dan masuk ke dalam gubuk itulah yang Mizé Rias lakukan, raut wajah kesal masih terpampang jelas di wajahnya. Ketika dia masuk kedalam gubuk, semua telah berubah. Gubuk itu telah tertata rapih, bahkan disana sudah ada sebuah piring dengan makanan yang tersaji di atasnya. Sesaat Mizé Rias terdiam memandangi perubahan yang terjadi pada gubuknya. Setiap penataan tertata rapih dengan meja dan kursi yang minimalis dan pas bunga yang terpampang diatas meja. Semua tersusun dengan rapih.

Sambil memandangi semua itu tersirat dibenak Mizé Rias untuk menghancurkan semuanya, pemikiran itu sempat terpikir karena satu alasan. Pasti Gina yang membuat semua ini, dan Mizé Rias benar – benar tidak suka dengan itu. Namun saat Mizé Rias hendak memulai dengan menghancurkan semua yang telah ditata dengan rapih oleh Gina, terlintas diingatannya, mengenai ucapan dari ibunya.

"Donie ketika orang lain memberikan sesuatu kepadamu dengan niatan baik, maka kamu harus menghargainya. Jaga baik – baik dan jangan merusaknya, kamu paham?"

"Iya aku paham,"

Percakapan itu tiba – tiba bangkit dengan sangat jelas dari alam bawah sadarnya, walau hanya sesaat tetapi membuat tubuhnya lemas. Mizé Rias pun menaruh kembali pas bunga yang sudah siap dia banting, dan duduk di kursi sambil melahap makanan yang telah di siapkan oleh Gina. Namun di hatinya tetap memendap kekesalan terhadap Gina.

***

Pagi pun tiba, tanpa mempermasalahkan apa yang telah terjadi kemari Mizé Rias dengan semangat berangkat untuk menghadiri acara di pabrik pembuatan senjata modern. Namun saat dia hendak keluar dari gubuknya, tepat di depan pintu dia temuka sebuah piring dengan makanan yang masih hangat di atasnya. Mizé Rias melihat ke kanan dan ke kiri, semua kosong tidak ada siapa pun. Tanpa ragu dan berperasangka buruk Mizé Rias langsung melahat makanan yang telah disediakan untuknya, sebab Mizé Rias tak perlu alasan untuk ragu. Siapa pun pasti tau jika berada di posisi Mizé Rias.

Selesai melahap makanan itu dengan bersih, Mizé Rias langsung bergegas pergi ke tempat yang tertera pada dena yang dia ambil dari kantor kepolisian. Selama perjalanan Mizé Rias melalui suasana lingkungan yang sama atau mungkin memang setiap sudut hutan kecil yang tersisa di pulai sekarat ini memang sama semua. Jalan yang dipenuhi dengan daun – daun yang berguguran dari batangnya dan sinar matahari yang menyengat mengintip dengan jeli disetiap daun – daun yang masih bertahan pada batangnya.

Tempat dari pabrik senjata modern yang akan didatangi oleh perwakilan World Eyes ini cukup jauh dari kantor kepolosian, karena pabrik ini bukanlah berada di tengah kota seperti kantor kepolisian. Tetapi berada di pinggir kota dari pulau sekarat ini atau lebih tepatnya dua kilometer ke arah utara dari kantor kepolisian.

"Ketemu!" Gumang Mizé Rias kegirangan sambil mengintip dari pepohonan. Mizé Rias pun saat itu menyeringai tajam layaknya kesenangan dari predator yang hendak melahap mangsanya, "Saatnya bermain – main," ujar Mizé Rias sambil terkekeh.


REWRITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang