Chapter 03 : Goresan Pertama

27 6 0
                                    

Mizé Rias terus melangkahkan kakinya meninggalkan kedua penjaga yang masih tersungkur dengan tatap kosong. Satu sampai dua tetasan darah yang terus bergantian turun dari baju yang dikenakan oleh Mizé Rias mewarnai setiap langkahnya. Selama perjalanan Mizé Rias tidak pernah melihat satu pun tanda – tanda kehidupan, padahal di pulau ini terdapat gedung megah yang terlihat dari kejauhan. Rumah yang dia temukan pun hanya ada dua, yaitu kedua rumah saat ini dia lihat. Rumah yang bersebelahan namun memiliki kasta yang berbeda. Setidaknya itu dimasa lalu.

Kedua rumah yang dilihat oleh Mizé Rias bekas sebuah rumah mewah yang terdiri dari dua tingkat, sedangkan yang di sebelahnya hanyalah sebuah gubuk kecil.

"Sepertinya inilah rumah yang aku butuhkan," ujar Mizé Rias dengan nada yang lemas.

Seperti yang dikatakan oleh surat yang ditulis oleh sang ayah, alat yang dikenakan oleh Mizé Rias ditangan kananya memiliki sebuah efek samping dan kali ini Mizé Rias merasakannya. Dia begitu terlihat lemas padahal sejauh ini dia baru menggunakan alat itu selama tiga kali.

"Lebih baik aku langsung beristirahat," ujar Mizé Rias sambil berjalan menuju gubuk tua denga langkah yang mulai sempoyongan.

Saat Mizé Rias berjalan menuju gubuk untuk beristirahat. Tanpa Mizé Rias sadari tirai dari bekas rumah mewah itu terbuka perlahan. Terlihat satu mata yang mengintip dan memperhatikan setiap langkah dari Mizé Rias sampai dia masuk kedalam gubuk.

***

"Ahh!" Teriak Mizé Rias yang baru saja terbangun dari tidurnya. Sepertinya dia bermimpi buruk, dimana kedua orang tuanya meninggal dan membusuk ceara perlahan – lahan tepat dihadapanya.

Saat Mizé Rias dia menyadari sesuatu yang berbeda. Pertama, dia sudah berada ditempat yang berbeda dari posisi sebelumnya dia tertidur. Kedua dia meliha sehelai rambut berwarna hitam yang menari – nari kecil tertiap angin, tepat didepan ruangan dimana dia sedang tertidur.

Mizé Rias menyiapkan pedang yang dibuat dari hasil mengkorosi udara. Berjalan pelan sambil menggenggam pedang ditangan kananya, Mizé Rias pun mendekati entah siapa orang itu. Namun ketika dia hendak mendekat tiba – tiba orang tersebut berbalik dan Mizé Rias pun reflek langsung hendak menghempaskan pedang yang digenggamnya, tapi niatnya itu terhenti ketika mendengar teriakan dari orang yang tadinya dia curigai.

"Ahhhh!" teriak sang gadis misterius terkejut melihat Mizé Rias yang terbangun.

"Sedang apa kau disini?" Tanya Mizé Rias menghiraukan teriakan gadis misterius.

"Membuatkan makanan untuk mu," jawab gadis misterius itu polos.

"Aku tidak butuh, aku bisa mencarinya sendiri. Lebih baik kau pergi dari sini dan tidak ikut campur denganku," ujar Mizé Rias memperingatkan sang gadis misterius.

"Namaku Gina, mulai sekarang dan seterusnya kita akan berteman ya," ujar Gina yang mengacuhkan apa yang dikatakan oleh Mizé Rias.

Menyadari dia diacuhkan itu tidak terlalu membuat Mizé Rias merasa risih. Sebab baginya diacuhkan oleh manusia sudahlah hal yang biasa, setidaknya dibanding yang telah dilakukan oleh umat manusia dengan seluruh kehidupan sebelumnya. Mizé Rias pergi meninggalkan Gina dengan makanan yang telah dibuatnya, berjalan keluar gubuk dan melakukan sedikit peregangan ada tubuhnya.

Sementara itu Gina yang menyadari dirinya dia abaikan terlihat sedikit kesal dan menggelembungkan kedua pipinya. Namun Mizé Rias tidak perduli dengan masalah itu, hanya satu hal yang saat ini dipikiranya. Hal itu adalah bagaimana cara dia untuk bisa menulis ulang dunia ini.

"Hey anak manja yang tidak tau diri, ini makan dulu makanan yang telah aku buat untukmu! Sebenarnya apa sih yang hendak kamu lakukan," Keluh Gina pada Mizé Rias.

"..." Mizé Rias hanya diam dan terus melakukan merenggangkan tubuhnya.

Gina pun terlihat semakin kesal, dan dia mengambil sebuah mangkok kosong lalu melemparkannya kearah Mizé Rias. Namun sebelum mangkok itu sempat menyentuh Mizé Rias, mangkok tersebut sudah terkorosi dan berubah menjadi sebuah butiran debu.

"Kamu manusia tidak mengerti apa – apa, jadi lebih baik jangan ikut campur dan cepatlah pergi dari hadapan ku," ujar Mizé Rias hingga akhirnya dia pergi menuju gedung besar yang menjadi tujuan utamanya datang ke tempat ini.

Kali ini Gina hanya diam, dan sinar dimatanya pun mulai layu dan hanya memandangi kepergian Mizé Rias sambil menyeder lemas pada pintu masuk gubuk.

"Akhirnya..." Bisik Gina pelan.

Sementara itu Mizé Rias tetap berjalan meninggalkan Gina menuju gedung tinggi menjulang yang menjadi tujuan utamanya untuk datang ke pulau. Selama perjalan yang dilaui oleh Mizé Rias hanya pepohonan dengan daun – daun yang berguguran bertebaran disepanjang jalan, tak ada satu pun rumah yang dijumpai kecuali gubuknya dan bekas dua rumah mewah yang berada disebelah gubuk tempat dimana Mizé Rias tinggal saat ini.

Mizé Rias terus bejalan dan berjalan masih dengan baju yang terdapat noda darah, selama perjalanan yang menemai langkahnya hanya daun – daun yang berguguran dari batangnya dan sinar mentari yang mengintip dari balik dedauan. Semua pemandangan terlihat sama, sampai akhirnya Mizé Rias menemukan ujung dari hutan ini.

Mata kiri Mizé Rias pun mengintip keluar, disana dia menemukan sebuah kota metropolitan kumuh yang besar. Menyadari apa yang dilihat olehnya, Mizé Rias pun kembali memampang senyuman datar diwajahnya. Perlahan keluar dari hutan dan menelusuri jalan – jalan kota metropolitan kumuh ini. Itulah yang saat ini Mizé Rias lakukan sambil menuju gedung besar yang semakin terlihat jelas.

Saat diperjalanan Mizé Rias menjadi sorotan orang banyak sebab baju yang dia kenakan penuh dengan noda darah. Sampai akhirnya ada dua polisi yang berlambangkan World Eyes menyambanginya. Mizé Rias pun terdiam memandangi logo yang berada seragam polisi yang menyambanginya.

"Hey kamu siapa? Cepat pergi dari sini" Tanya sang polisi kepada Mizé Rias.

"..."Mizé Rias hanya diam dan terus memandangi logo tersebut dengan ratapan mata yang kosong.

"Heyy kamu dengar tidak!" Ujar sang polisi sambil menggoyang bahu Mizé Rias.

"Lebih baik kita bawa dia dulu ke kantor," saut rekan sang polisi yang bertanya kepada Mizé Rias.

Mizé Rias pun dibawa ke kantor polisi, selama diperjalanan tidak ada suara yang bisa didengarn oleh Mizé Rias. Dunia dipangangannya kala itu hanya seperti sebuah drama diawal tahun 80-an, hanya saja kali ini semua model dan propertinya dibuat berwarna. Semuanya berlalu begitu saja dihadapannya. Sampai akhirnya Mizé Rias duduk sebuah kursi berwarna biru didalam kantor polisi, dan tepat dihadapanya terdapat logo besar dari World Eyes. Kala itulah Mizé Rias mulai tersadar.

"Uhhh," desah Mizé Rias mengambil nafas panjang.

"Jadi mereka semua berada disini. Mungkin juga di gedung besar itu, jika memang begitu mungkin lebih baik rencanaku dimulai disini,"

Saat Mizé Rias berbicara, tiba – tiba seorang polisi masuk kedalam ruangan dimana Mizé Rias berada. Tanpa basa – basi saat itu Mizé Rias langsung melepaskan kepala sang polisi dari tubuhnya, bercak darah pun berterbangan di udara dan melukaskan sebuah garis tak berautran pada dinding kantor kepolisian.

Setelah itu Mizé Rias langsung meninggalkan tubuh yang tersungkur tanpa kepala itu dan mencari polisi yang lain, tujuan utamanya kali ini adalah menghabisi para polisi yang berada didalam naungan World Eyes. Satu persatu polisi yang dia temui langsung ditebas olehnya, dinding dan lantai kantor polisi yang semula berwarna putih pun berubah jadi warna merah. Semua polisi yang berada dikantor polisi pun berhasil dia habisi tanpa memberikan mereka semua melepaslan satu tembakan. Sambil berjalan di atas genangan darah berhiasalkan tubuh dan kepala manusia yang bergeletakan dimana – mana, Mizé Rias mencoba untuk mencari informasi penting World Eyes pada pulau ini.

Setiap document yang dia temui dibacanya dengan hati – hati, sampai akhirnya dia menemukan sebuah surat permintaan pengawalan untuk sebuah acara pendirian pabrik pembuatan sejata modern yang akan dihadari oleh perwakilan World Eyes pusat. Sambil membaca surat itu Mizé Rias menyeringai kegirangan, entah apa yang dia rencakan. Namun yang pasti dia telah memulai menggoreskan tintanya untuk menulis dunia ulang dunia ini.

Huys guys
Ini lanjutan ceritanya, semoga suka dan baca terus ya ceritanya. Jangan lupa untuk tinggalkan jejak. heheh

REWRITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang