Enam - Penyesalan Tak Berujung
Aku sedang menyiapkan pesta pernikahanku sebentar lagi. Alhasil, aku harus tinggal di istana beberapa minggu sebelum pernikahanku. Aku dilatih etika dan adat didalam istana. Baju-baju indah telah dirancang untukku.
Aku pun duduk di meja kayu yang memang sengaja dibuatkan untukku dalam ruangan pribadiku. Aku membuka surat kecil yang aku sempat akan kirimkan untuk Piere. Namun aku mengurungkan rencanaku untuk mengirimkan surat rencana pernikahanku tersebut. Aku membacanya dan sesekali tersenyum entah untuk apa. Mungkin untuk kenangan yang pernah kami ukir bersama.
Tak lama, kedua orang pelayan istana mengetuk pintu ruanganku dan segera masuk kedalam.
"Nona, ada tamu untuk Anda," ujar kedua wanita tersebut sembari membuka pintu lebar dan mempersilakan tamu tersebut untuk masuk.
"Tamu?" belum sempat aku berpikir, orang tersebut telah masuk kedalam ruanganku.
Pria gagah yang tampan dan berpakaian rapi berjalan menghampiriku dengan cepat dan menatapku seolah aku adalah musuh terbesarnya. Aku tercengang lebih daripada apapun. Pria itu adalah Piere. Aku segera menutup secarik kertas tersebut dan menatap kedatangannya.
Tanpa aku sadari, air mataku mengalir dan menetes seiring dengan langkah kakinya. Aku menangis dengan begitu deras dan tak bisa menahannya.
"Kenapa Philamena? Kenapa kau mengkhianatiku?" Piere berjalan sampai jaraknya hanya satu langkah lagi dariku.
Tubuhku begitu lemas dan sekujur tubuhku gemetaran. Aku rasa aku masih bisa menahan untuk tidak pingsan saat itu.
"Kau pergi sepuluh tahun. Aku sudah menunggumu sepuluh tahun," bantahku di hadapannya sembari memukul bahunya karena begitu kecewa.
Pria itu nampak menahan air matanya. Ia mencengkram kedua lenganku dan menatapku dengan sungguh-sungguh.
"Dan selama sepuluh tahun itu, aku tidak pernah mencintai wanita manapun, jika kau mau menunggu sebentar lagi...," pria itu terlihat begitu kecewa. Nadanya begitu putus asa dan tatapan matanya tak bisa berbohong.
"Aku terobsesi tinggal di istana. Sekarang, hidupku akan bahagia. Jadi berhentilah menggangguku," ujarku meskipun bibirku gemetar dan lidahku kelu saat mengatakannya.
Aku baru saja akan meminta Piere untuk pergi, pria itu menahan pergelangan tanganku. Aku berhenti dan tak berani menatap pria itu meskipun hanya satu kali.
"Nama lengkapku adalah...," pria itu menelan ludahnya sejenak dan pandangannya juga tak tertuju padaku sementara tangannya masih memegang pergelangan tanganku.
"Piere Musetta," jawabnya dengan singkat tapi itu sangatlah jelas.
Aku menoleh dengan segera dan menggelengkan kepalaku, "Siapa kau yang sesungguhnya?" tanyaku sembari kembali meneteskan air mataku.
"Adik kandung dari pria yang akan segera kau nikahi," jelasnya dengan begitu singkat dan lemas.
"Itulah alasan aku menjanjikanmu tinggal di istana, aku menjanjikanmu hidup yang bahagia bersamaku. Jika kau menunggu sebentar lagi saja, maka kita bisa hidup bahagia bersama. Tapi rupanya kau memilih kakak kandungku sendiri," pria itu menoleh dan menatapku dengan sungguh-sungguh.
Aku semakin tak sanggup menopang tubuhku. Rasanya begitu melemaskan dan membuat seluruh tubuhku gemetar. Ada perasaan sangat sakit dari hatiku dan seolah aku ingin memukuli diriku sendiri. Aku ingin sekali mengulang waktu.
"Katakan, kau mencintaiku, Philamena," pria itu menatapku lebih dalam dan membiarkan tubuhnya berada tepat di hadapanku.
Aku menundukkan kepalaku dan tak berani menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under the Moonlight
RomantikAku adalah perempuan berusia 30 tahun yang selalu hidup dalam karma. Hidupku serba susah, ditambah adikku yang bernama Adam selalu malas belajar. Aku pun terpaksa harus mencari pekerjaan yang lebih baik. Sampai, aku diterima sebagai koki di Hotel Ka...