Roy Corazona Rais
Maggy, enggak bisa jemput ya! mau ngebakso sama Vevila.
Kentut paus lu, Royco!
Dasar abang tidak tahu diri, pengejar cinta semu, dan tidak menyayangi adik. Sudah tahu adiknya ini pulang sore di mana jalanan begitu macet, naik bus kota sama saja dengan menyerahkan diri untuk berdesakan dan terhimpit sampai penyet, ongkos taksi mahal, malah makan bakso sama perempuan yang alisnya buatan spidol snowman! Si Royco perlu diajari memilih pasangan berdasarkan keaslian fitur wajah. Gimana pun, rekayasa make up kan nggak bisa merekasaya keturunan mereka nantinya. Dasar bodol!
Dengan impulsif, aku menelepon Royco. Yang ada hanyalah bunyi tut... tut... tut... beserta suara perempuan yang tidak pernah diharapkan dan selalu berkata,"Maaf, nomor yang Anda hubungi sedang sibuk, cobalah beberapa saat lagi."
Aku tidak tahu, apakah mbak-mbak yang bekerja menjawab 'maaf' itu tahu kalau dirinya sering dijadikan kambing hitam atas kesalahan orang yang menolak panggilan? Apa dia tahu kalau aku ingin memaki-makinya? Mau-mauan bekerja membantu orang menolak panggilan!
Sebaiknya aku hentikan kegiatan mendumel yang tidak berfaedah ini. Marah-marah dan kontrol emosi yang tidak stabil hanya akan melahirkan penuaan dini yang berefek munculnya kerutan halus di wajah. Uh ... jangan sampai begitu. Sebagai content writer bagian rubrik Beauty and Body, aku harus turut menjaga diri. Percuma dong, nulis tentang tips kecantikan, tapi diri sendiri nggak melakukan, itu kan namanya munafik. Orang yang munafik akan masuk neraka. Begitu materi pengajian yang kuingat ketika TPA dulu.
Maka lebih baik, aku menikmati sejuknya AC kantor yang kini membelai-belai wajahku. Ini sudah waktu makan siang. Demi memusnahkan mood busuk, aku mungkin butuh tidur sejenak sebelum memakan bekalku.
"Woi, Mag!"
Aku yang hampir terpejam langsung terlonjak mendengar teriakan Kak Biru, fotografer di majalah tempatku bermagang ria. Mood busuk yang mulai padam kembali tersulut.
"Lu mau makan siang bareng, nggak? Gue mau makan sama Oyi, nih."
Aku menggeleng dan menunjuk kotak bekalku. Acara menghemat demi program one month one Converse akan terus berjalan sampai converse-ku jadi 2 lemari.
"Yah, lu nggak bilang bakal masak. Kan gue bisa minta bawain."
"Hmm."
Kak Biru memandangi gue dengan tatapan penuh curiga, matanya bergerak dari atas ke bawah, kiri ke kanan, lalu mengangguk-angguk sendirian.
"Apa sih, Kak ?" aku melotot ke arahnya.
"Lu kenapa, Maggy? Ada yang aneh, kayak ... kucing bunting. Garang."
Aku menghela napas panjang.
"Gimana gue nggak garang, Abang gue, Si Royco, lebih milih makan bakso sama gebetannya daripada jemput gue pulang. Gue akan menjadi ikan asin berjalan pas jalan dari kantor ke halte dan halte ke rumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Egi & Maggy
Historia CortaTersebutlah dua anak manusia. Satu pecinta teori satwa, Yang lain penggemar film romantika. Adalah dua anak manusia. Satu penikmat sepak bola, Yang lain memilih membaca roman di depan jendela. Lalu, takdir ganjil mencoba melawak dengan m...