awal

2.9K 114 1
                                    











”Al..”
”Di..”
”Aldi!!”
”Nyet!”
Plak!
”Aduh, apaan sih, (namakamu), lo kalo manggil orang itu yang lembut, cewek itu harus mempunyai sisi lembut jangan kayak cewek pasar gitu, ahh, Aa' gak suka.”
Plak!
Jitakan itu kembali Aldi dapatkan, pemuda itu meringis sembari mengelus puncak kepalanya. Gadis di sebelahnya ini memang ganas, tapi emang ada rada oon-nya juga.
”Gue dari tadi itu manggil lo udah lembut banget ya, Al, tapi lonya aja gak nyaut-nyaut, capek ah gue. Balik aja deh.” Dengan wajah yang di tekuk (namakamu) beranjak dari posisi duduknya, dia mengabaikan panggilan Aldi. (Namakamu) sudah terlanjur kesal.
”(Namakamu), maaf dong tadi kan niatnya gue cuma bercanda doang.” Aldi menyusul langkah (namakamu) dengan cepat, dalam waktu beberapa detik saja dia sudah berada di sebelah (namakamu), dan masih terus berusaha menyeimbangi langkah (namakamu) yang memang terkesan tergesah-gesah.
”Gak!” Kata (namakamu) tajam, dia mendelik ke arah Aldi hingga mampu membuat pemuda itu kicep lalu melanjutkan langkahnya.
”Yaudah kalo lo gak mau maafin gue, jangan harap lagi kalau lo bakalan dapet rainbow cake lagi dari gue!”
Aldi tahu kalau sudah di ancam seperti ini (namakamu) pasti akan luluh. Dan benar saja, tak sampai jarum jam bergerak selama satu menit, langkah (namakamu) yang tadinya terkesan sangat terburu-buru mendadak melambat dan akhirnya berhenti. Aldi tersenyum penuh kemenangan.
Baiklah, (namakamu) tidak suka kalau Aldi akan mengaitkan masalah kecil ini dengan rainbow cake kesayangan (namakamu) dunia akhir, membayangkan warna serta cream yang bertabur saja sudah mampu membuat air liur (namakamu) ingin keluar. Oh! God!
(Namakamu) menunduk dan tak lama memutar wajahnya kebelakang, dia tahu pasti Aldi sangat puas dan bahkan akan menertawainya lima atau sepuluh detik lagi. Persetan dengan itu, yang penting (namakamu) bisa makan rainbow cake gratis!
Bahu lemas, wajah lesuh, serta langkah yang tak bertenaga itu membuat seorang pemuda di depan (namakamu) terkekeh. (Namakamu) berjalan seakan besok dia akan mengalami sidang skripsi, sangat tidak semangat, ketika berhenti di depan Aldi, (namakamu) menengadahkan wajahnya.
”Jangan gitu dong, Al, lo mah ngancemnya kayak anak kecil. Gak lucu ah, lo tau kan di dunia ini cuma ada 3 yang paling berharga bagi gue; Orang tua gue, lo, sama Rainbow cake.” Ucap (namakamu) lemah dan percis seperti seorang gadis yang baru saja di tinggal oleh pacarnya.
Aldi masih terkekeh, dia mengacak-ngacak puncak rambut (namakamu) dan berkata. ”Iya, iya, sori, gue tadi khilaf, maafin gue ya.”
(Namakamu) mengangguk, masih seperti orang yan tak berdaya. Ekspresi (namakamu) yang seperti ini yang bisa membuat Aldi tertawa tanpa henti.
*
”(Namakamu), pssff.”
”Aduh,” (namakamu) meringis pelan, dia menoleh ke meja belakang di barisan yang berbeda dengannya. Disana ada Aldi yang sedang menutupi sebagian wajahnya dengan buku dan menunjuk-nunjuk gumpalan kertas yang ada di meja (namakamu), gumpalan kertas yang tadi dia lempar sampai kena kepala (namakamu).
Kelas (namakamu) dan Aldi sedang berlangsung ulangan mendadak yang di berikan oleh guru Kimia mereka yang super galak, selain galak, Bapak itu juga tidak mau mendengar banyak penjelasan dari murid-murid, dia meyakinkan apa yang dia lihat. Dan yang dia lihat adalah kebenaran. Maka tak segan-segan kalau ada murid yang ketauan buka buku atau mencontek dengan murid lain saat ulangan, dia akan mengeluarkannya saat itu juga, dan tidak ada yang namanya ulangan susulan.
(Namakamu) mengibas-ngibaskan tangannya, dia menunjuk Pak Amir lalu ke lehernya dengan maksud 'kalau-ketahuan-pak-Amir-gue-bisa-mati' tapi wajah Aldi yang memelas dan terus memohon membuat (namakamu) jadi tak konsen untuk menjawab soal ulangan.
”Jangan!” (Namakamu) ingin berteriak, tapi dia tahu kalau itu hanya akan membahayakan dirinya. Jadi, suara (namakamu) hanya terdengar berupa gumama sengau.
”Cepet! Gue lupa kalau hari ini ulangan.” Suara Aldi tak kalah pelan tapi dia melakukannya lebih grasak-grusuk hingga membuat murid perempuan yang duduk di depannya menoleh ke arahnya dengan tinju yang terkepal, Aldi nyengir lalu menjatuhkan wajahnya ke meja.
Apa yang harus dia lakukan sekarang? Diam saja di tempat sambil menunggu waktu ulangan selesai atau kembali meminta jawaban pada (namakamu) dengan notabene membahayakan keduanya. Aldi bingung, dia memandang (namakamu) dengan kertas yang ada di tangannya secara berganti, dan tiba-tiba saja sebuah ide tolol melintas di kepalanya.
*
Sekitar 15 menit lagi mungkin waktu ulangan akan selesai, dan itu membuat sebagian murid di dalam kelas kelimpungan. Ada yang hanya tinggal beberapa soal lagi tapi tidak tahu bagaimana cara mengisi, kalau disi bakalan ribet dan lama tapi pointnya tinggi. Bingung. Dan malah ada yang belum di isi sama sekali.
Dugh!
(Namakamu) yang masih fokus pada lembar jawabannya menolehkan wajahnya ke gumpalan kertas yang bersinggah lagi di mejanya, dia menoleh ke meja Aldi, pemuda itu sedang mengerjakan soalnya, jadi siapa yang melemparkan kertas ini? Sebenarnya (namakamu) tidak terlalu penasaran tapi dia iseng untuk membuka kertas yang tergumpal itu, dan ternyata adalah isinya jawaban dari soal ulangan.
”Caranya sih udah bener tapi masih ada yang salah.” Gumam (namakamu), dan detik berikut (namakamu) mendengar Aldi berteriak dengan sangat lantang hingga membuat jantung (namakamu) mencelos mau keluar.
”PAK! (NAMAKAMU) NYONTEK!!!”
Seisi kelas mendadak berseru sambil memandang Aldi dan (namakamu) secara bergantian tak terkecuali Pak Amir. Pria berbadan gempal dengan kumis tebal itu memandang (namakamu) dengan mata mendelik.
(Namakamu) gemetaran, dia...dia merasa kalau otaknya seperti lumpuh. Semua murid memandangnya dengan berbagai tatapan kurang senonoh bahkan ada yang sampai menyunggingkan senyuman miring. Miris, (namakamu) seperti maling yang ketangkep basah para warga.
Pak Amir sudah berada di sebelah (namakamu), pria itu dengan sangat santainya mengambil lembar jawaban ulangan (namakamu) lalu merobeknya. Semua murid kembali berseru.
”Diam!” Pak Amir berteriak lantang, kelas langsung sepi. ”Ini contoh barang kalau berani menyontek di kelas saya.” Dan pria tua itu berjalan pergi meninggalkan (namakamu) yang masih shock di perlakukan seperti ini.
Tadi malem gue belajar sampe jam 1 pagi kan?
Dengan ini membuat (namakamu) harus keluar kelas lebih cepat, gadis itu keluar kelas seperti orang linglung.
*
(Namakamu) berjalan di koridor seorang diri. Kerja kerasnya semalam hanya sia-sia, buat apa tadi malam (namakamu) bergadang sampai jam satu malam kalau hari ini kenyataanya dia harus keluar dari kelas saat ulangan masih berlangsung. Hati (namakamu) terenyah, maksud Aldi melakukan seperti itu kepadanya apa? Apa pemuda itu marah kerena (namakamu) tidak bisa memberikan jawaban kepadanya? Oh! Itu sangat tidak wajar bahkan Aldi tahu kalau Pak Amir bakalan ngelakuin apa ke mereka berdua kalau sampai ketahuan, tapi kenapa Aldi melakukan ini kepadanya?
”Aldi lo jahat,” langkah (namakamu) semakin melambat, dia merasakan kalau pipinya sekarang sudah basah. Untung saja di koridor masih sepi kalau ramai, bisa-bisa (namakamu) akan malu.
Dan (namakamu)pun terus berjalan sampai akhirnya dia duduk di kursi paling ujung, di depan kelas yang palin dekat sama gerbang sekolah.
”Hei.”
(Namakamu) mendengar seseorang berbicara dan dia yakin kalau orang itu tidak sedang berbicara dengannya. (Namakamu) menunduk dan terus seperti itu berharap kalau kesedihannya akan hilang.
”Maaf, gue boleh tan..” (Namakamu) tersentak saat sebuah tangan menyentuh bahunya, (namakamu) segera menengadah dan memandang wajah pemuda yang berdiri di hadapannya. Wajah pemuda itu menghalangi mata (namakamu) dari cahaya matahari.
”So-sori,” pemuda itu menjauhkan tangannya dengan perasaan bersalah. Wajahnya yang tersenyum mendadak kaku saat melihat air mata yang membasahi pipi gadis ini, apa dia sedang patah hati?
”Lo mau ngomong apa tadi?” (Namakamu) menyeka airmatanya sebelum dia memandang lagi wajah pemuda asing itu.
Agak tersenyum, pemuda itu kembali bertanya. ”Ruang kepala sekolah dimana?”
”Disitu.” (Namakamu) menunjuk ke gedung yang ada di seberang lapangan basket, pemuda itu mengikuti kemana telunjuk (namakamu) terarah
”Oh, yaudah makasih.” Tersenyum. Pemuda itu berjalan meninggalkan (namakamu).
Selama beberapa detik (namakamu) mematung sambil memandang kepergian pemuda itu tanpa berkedip. (Namakamu) merasakan kalau ada sesuatu yang berbeda dari pemuda itu, atmosfer saat dia tersenyum sangat kentara sekali. (Namakamu) jadi penasaran siapa pemuda itu.
*
”Ternyata lo disini, gue cariin dari tadi sampe capek gue. (Namakamu) kantin yuk? Ngapain sih lo duduk sendirian di depan kelas orang kayak orang tolol tau gak.”
Aldi tiba-tiba saja datang lalu duduk di sebelah (namakamu) dengan rentetan kata-kata yang bagi (namakamu) tidak sopan. Apa Aldi tidak tahu kalau yang membuat (namakamu) seperti ini adalah gara-gara ulahnya.
”Lo ngapain disini?” (Namakamu) menoleh memandang Aldi, pemuda itu mengangkat sebelah alisnya.
”Pertanyaan lo kok kayak orang gak berpendidikan gitu. YA MAU NGAJAK LO KE KANTIN LAH, YAKALI GUE MAU NGAJAK LO BANTUIN SUN GO KONG KE BARAT NGAMBIL KITAB SUCI!”
Dugh!
Entahlah, (namakamu) tiba-tiba saja melayangkan bogemannya ke wajah Aldi tanpa aba-aba sama sekali membuat Aldi tersungkur dan meringis kesakitan.
(Namakamu) rasa dia tidak bisa marah kepada Aldi. Padahal tadi niatnya (namakamu) ingin sekali marah-marah kayak perempuan PMS yang mau nguasai dunia, atau ngambek sama Aldi dan gak mau ngomong, tapi kenyataanya saat Aldi dateng, (namakamu) malah bersikap kayak biasa aja, seolah gak ada masalah.
”(Namakamu) kok lo nonjok gue sih, salah gue apaan? Gue lapor ke komnas mampus lo.”
(Namakamu) dan Aldi sedang berjalan menuju kantin, Aldi yang berjalan di belakang (namakamu) terus nyerocos gak jelas. (Namakamu) diem aja.
”(Namakamu), kenapa lo diem aja, kuping lo banyak sampahnya ya?”
Aldi ini cerewetnya kebangetan banget dan itu malah membuat (namakamu) betah. Kalau gak ada Aldi gak bakal rame.

”Nyet, lo dengerin gue gak sih.”
”(Namakamu),”
”Oia, di kelas ada murid baru loh, gue sampe lupa kalau dia daritadi nungguin kita, yaelah ini semua gara-gara lo tau gak, coba aja lo gak main jauh-jauh sampe ke kelas satu sana, dasar cewek gila, cepetan kek jalananya.” Aldi merempet gak jelas dan berjalan cepat sambil narik tangan (namakamu).
Perasaan dari tadi itu Aldi yang bikin lama, udah jalan paling lama di tambah daritadi dia itu ngoceh gak berhenti-henti kayak ibu-ibu yang gak dapet uang belanja dari suaminya. ToT
*
(Namakamu) dan Aldi udah sampe di kantin, mereka berdua berdiri di pintu masuk sambil mengedarkan penglihatannya. (Namakamu) cuma ngikutin Aldi doang sih, soalnya kan dia gak tahu murid barunya yang mana.
”Nah, itu dia.” Aldi narik (namakamu), (namakamu) percis kayak binatang peliharaan kesayangannya Aldi deh. Di apain aja tetep mau.
(Namakamu) gak tahu murid mana yang di maksud sama Aldi, karena kantin emang lagi rame banget dan suaranya itu loh berisiknya minta ampun ngalahi mesin bajaj butut.
”Duh, gue pusing deh, Al, kalau lo tarik-tarik terus kayak gini, gue kan bisa jalan sendiri.” Kata (namakamu) sambil memijit kepalanya pelan, dari tadi itu dia selalu di tabrak murid-murid yang berlalu-lalang di kantin.
Aldi gak jawab. Kebiasaan kalau lagi fokus.
Berselang beberapa detik, (namakamu) dan Aldi tiba di meja yang paling pojok yang ada di kantin. Mungkin ini meja yang di maksud Aldi, pikir (namakamu).
”Yaelah, Baal, gak sekalian aja lo milih meja yang ketutup sama tirai. Jauh amat.” Sembur Aldi pada pemuda tampan yang duduk seorang diri. (Namakamu) menarik paksa tangannya yang di gengggam Aldi, saat pemuda yang di panggil 'Baal' melirik ke arah tangan mereka berdua yang lagi gandengan.
”Sori, soalnya tadi gue pikir lo cuma sebentar jadinya gue nungguin lo di depan kantin, eh karena lama gue masuk deh, dan sisanya cuma dapet meja disini.”
”Iya nih, gara-gara nih curut satu, lo tau gak dia maen sampe ke ujung sana. Stres, padahal di depan kelas sendiri ada kursi.”
Pemuda itu tertawa dan (namakamu) cuma bisa nunduk malu dan nginjek kaki Aldi kuat-kuat.
Aldi mendelik pada (namakamu).
”Yaudah deh, gue mau pesen makanan dulu. Lo mau pesen apa?” Tanya Aldi pada Iqbaal.
”Nasi goreng aja deh, minumnya sama kayak lo.”
”Oke.” Aldi memutar badannya dan berjalan ke arah meja pesanan. Tapi tiba-tiba aja dia narik tangan (namakamu) yang kayaknya juga mau ikut sama dia. ”Lo mau kemana?”
”Ikut sama lo, masa iya gue mau bantuin Buk Ani masak!”
”Yang nyuruh lo ikut gue siapa? Duduk!”
”Gak ah! Gue mau ikut!”
”Gue bilang duduk, (namakamu).”
”Gak!”
”Oh, udah berani Ibu sama saya? No duduk No Rainbow cake.”
(Namakamu) tersenyum lebar tapi lebih mengarah ke senyum paksa lalu dengan sangat sopan dia duduk seperti perintah Aldi.

”Bapak ngancemnya bisa aja ya.” (Namakamu) tersenyum miring, dan Aldi langsung meninggalkan mereka.
Nah, loh. Sekarang cuma ada (namakamu) sama murid baru yang di panggil 'Baal' itu. (Namakamul) yang emang gak bisa banyak omong cuma diem sambil nungguin Aldi balik.
”Lo cewek yang tadi kan?”
(Namakamu) langsung memandang pemuda itu sambil tersenyum kaku.
”Iya, lo murid baru ya?”
Pemuda itu mengangguk. ”Lo (namakamu) kan? Gue Iqbaal.” Mereka saling menjabat tangan selama beberapa detik. ”Kayaknya lo sama Aldi deket banget ya? Kayak orang pacaran.”
”-__-??”
”Kenapa?”
”Engga, lo orang yang kesejuta entah berapa yang ngomong kayak gitu. Padahal gue sama dia cuma sahabatan.”
”Iya, gue tau.”

Muhammad aryandaa

Desire And Hope - Muhammad AryandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang