Jawaban Dari Mimpi

498 15 14
                                    

Matahari teramat terik untuk beraktifitas. Seorang lelaki tua berteduh di bawah pohon gadung di pinggir Telaga Luweng Sanga. Angin sejuk mengusap lelahnya hingga kedua matanya yang sayu semakin erat. Dalam tidur ia bermimpi mendapat tiga butir telur dari seekor ayam betina yang tak lama kemudian disergap garangan. Telur - telur itu dirawatnya hingga menetas dan menjadi ayam - ayam petarung yang hebat meskipun ada satu ayam betina di antaranya. Sedang asik bermimpi tiba - tiba ada buah gadung yang jatuh mengenai kakinya, membuat ia terkejut dan terbangun dari tidurnya. Pendekar tua itu lalu duduk memandangi telaga sambil mengingat mimpinya.

***

Di kaki Bukit Karang, membentang telaga yang indah apa lagi saat sore hari. Telaga luweng sanga. Permukaan airnya yang tenang memantulkan cahaya keperakan dari barat. Juga terdapat sembilan luweng yang tersebar di sekitar telaga. Hanya satu jalan yang melewati telaga itu. Memang indah pemandangannya di kala senja. Namun ketika malam menjelang tidak ada satupun orang yang berani melewati jalan itu. Selain jauh dari desa, Telaga Luweng Sanga juga terkenal dengan keangkerannya.

Sore itu terlihat sebuah kereta yang di tarik empat dua ekor kuda dan disusul barisan laki - laki berseragam yang menunggangi kuda berjumlah lima belas orang. Jika dilihat dari umbul yang mereka bawa, mereka adalah rombongan Kadipaten Semanu. Di dalam kereta, duduk Adipati Semanu dan wanita cantik bernama Tanjung Sari yang sedang menggendong bayi kira - kira berumur delapan bulan dan diapit dua anak kecil di sampingnya yang berusia dua dan tiga tahun.

"Sebentar lagi malam, Kang Mas." Gumam Tanjung Sari.

"Ya, kita sebentar lagi juga akan melewati tempat ini." Jawab Adipati Semanu.

"Apa tidak ada jalan lain Kang Mas?" Tanya Tanjung Sari.

"ada, tapi harus memutari Bukit Karang ini. Paling tidak tiga hari lamanya."

Tanjung Sari tampak lesu dan memeluk erat anak bungsunya itu. Rasa was - was mulai menghinggapi pikirannya.
Keangkeran Telaga Luweng Sanga yang banyak orang ceritakan mulai mengusik ketenangannya. Banyak cerita bahwa setiap orang yang nekat melewati telaga ini saat malam tak pernah ada yang kembali dan tak ada kabar lagi.

Tiba - tiba salah seorang penunggang kuda berseragam itu perlahan - lahan mendekati kereta, menunduk dan mengucap salam. Dilihat dari bajunya terdapat lima sulaman bunga kapas di dada kirinya. Menandakan bahwa ia prajurit yang tinggi pangkatnya di kadipaten Semanu.

"Ada apa Bajra Liman?" Tanya Adipati Semanu.

"Jalan kita terhalan, Gusti Adipati." Jawab Bajra Liman.

Kereta kuda berhenti dan Adipati Semanu pun melongok keluar. Dilihatnya sebuah pohon tumbang menghalangi jalan. Adipati Semanu turun dan melangkah mendekati pohon tersebut. Bajra Liman pun turun dari kudanya mendekati Adipati Semanu disusul prajurit yang lain. Mereka mengamati pohon tersebut. Adipati Semanu mulai curiga karena pohon tersebut tumbang beserta akar - akarnya terangkat. Seperti sengaja dicabut dan diletakkan di tengah jalan. Sementara jika pohon itu tumbang karena bencana alam seharusnya pohon - pohon lain juga ikut rusak.

"Bajra liman, waspadalah! Sepertinya ada tamu yang tak diundang." Kata Adipati Semanu.

Bajra Liman semakin waspada ketika mendengar suara - suara kecil dari dalam hutan.

" Bajra Liman, perintahkan yang lain untuk bersiap - siap." Sambung Adipati Semanu.

Belum sampai Bajra Liman memberi aba - aba kepada prajurit lain, tiba - tiba muncul segerombolan laki - laki berpakaian serba hitam dan berbagai senjata di tangan langsung mengepung mereka. Adipati Semanu terkesiap saat melihat laki - laki tinggi besar memiliki gambar macan hitam di lengannya.

3 Pendekar JagayudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang