17. Maylana (b)

1K 210 8
                                    


2

Sabtu pagi, beralas rumput di bawah pepohonan di taman yang ramai orang, di depan tempat Keysha les piano.

Geo menyodorkan novel yang semalam dibelinya kepada Maya. "Bacakan dong barang beberapa halaman saja. Buatlah aku, pembaca pemula ini, jatuh cinta pada fiksi."

Maya menerima novel itu dan terbelalak melihat sampulnya. "Ini novel yang kubeli terakhir bersama Juno. Bagus sekali. Fantasi dengan sedikit bumbu thriller. Aku belum selesai membacanya, sudah keburu dibawa Juno. Hebat, bagaimana kamu memilihnya?"

"Asal comot di rak best seller." Geo tertawa. Rekomendasi dari seseorang, tepatnya dua orang, di dalam foto. Buku yang sama. "Bacakan ya, please..." Ia lalu mencari posisi nyaman. Berbaring miring di rumput, menjadikan jaketnya bantal. Menghadap Maya yang duduk meluruskan kaki.

Maya tersipu. "Aku tidak sebagus Juno kalau membacakan buku. Bisa-bisa kamu tertidur." Tapi ia membuka juga halaman pertama dan mulai membaca. Suaranya agak tersendat di awal. Beberapa kali berdeham. Selanjutnya mengalir dengan tenang.

Geo menikmati suaranya, gerak bibirnya, pergerakan matanya... tidak terlalu peduli dengan bacaannya. Perasaannya seperti diayun-ayun nyaman. Dan di halaman ketiga ia menguap, tak sempat menyembunyikan muka.

Maya langsung berhenti membaca dan menoleh cemberut. Geo tergelak. "Maaf.... Aduh!" Maya telah menggebuk lengannya dengan buku. "Tapi sungguh, kamu membaca seperti seorang profesional, kalau membaca bisa dianggap sebagai profesi."

"Siapa bilang tidak bisa? Aku pernah bekerja membacakan buku. Dulu waktu masih SD."

Maya masuk ke dalam perangkapnya. Geo merasa malu sendiri, ketika ia mengangkat alis pura-pura heran. Lalu Maya bercerita tentang Bu Juliana dan bagaimana ia membacakan buku untuknya. "Perpustakaan pribadinya luas. Rak bukunya dari lantai ke langit-langit, seputar ruangan. Bu Juliana hapal letak buku tertentu. Ia tinggal bilang judulnya, rak nomor berapa. Dan aku harus memanjat tangga kalau letaknya tak terjangkau. Wah, aku seperti berada di surga. Aku ingin memiliki koleksi buku sebanyak itu."

Geo meneguk ludah. Kamu sudah memilikinya. Maya terus bercerita dengan penuh semangat. Sesekali Geo menyela. Di mana Bu Juliana sekarang? Entahlah, sudah lama sekali. Kalau beliau masih hidup, umurnya mungkin hampir 70-an. Kamu tidak kenal keluarganya yang lain? Tidak. Bu Juliana punya dua anak perempuan, tapi dua-duanya kuliah di luar negeri.

"Pernah putri sulungnya datang berlibur. Ia menemuiku cuma untuk menyuruhku libur juga."

Geo tercekat. "Seperti apa orangnya? Eh maksudku, kedengarannya dia sombong. Datang-datang mengaturmu."

Maya tertawa. "Orangnya cantik. Tinggi. Aku agak takut melihatnya. Makanya aku senang disuruh libur. Kadang aku heran. Kenapa bukan Juno yang diminta Bu Juliana. Juno membaca jauh lebih baik ketimbang aku. Suaranya bagus. Dari dulu Juno juga suka diminta menyanyi di acara ulang tahun atau hajatan. Bayarannya lumayan. Sampai sekarang, sekali-sekali ia masih menerima undangan menyanyi. Kalau kamu punya hajatan nanti, undang dia saja. Diskon. Jaminan pribadi."

Geo tergelak. Kecemburuan yang nyaris bergolak, pupus dengan sendirinya. "Bagaimana kabar Juno? Lama tidak melihatnya."

Mata Maya berbinar, tampak bahagia. "Baik. Sibuk dengan orderan desain. Logo, reklame, buku, macam-macam deh. Juno sudah punya empat asisten, tapi masih juga harus bermalam di studionya."

"Ibunya?" Geo bertanya hati-hati. Sejak insiden kecil di bengkel itu, Maya tidak pernah menyebut-nyebut ibu Juno lagi.

"Hmm...."

Pangeran Bumi Kesatria Bulan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang