Sudah tiga minggu berlalu dan musim dingin yang ku benci pun tak kunjung berganti. Aku masih duduk diam menatap jendela, memperhatikan lelaki dengan mantel tebal berwarna gelap yang juga masih saja duduk di ayunan di taman seberang aperte ku.
Seperti stalker, setiap hari sebelum berangkat kerja paruh waktu, aku menyempatkan diri untuk duduk diam di atas kasur menatap ke taman tersebut, memperhatikan lelaki misterius yang selalu duduk di ayunan di cuaca dingin seperti ini. Mengingat shift yang kudapatkan adalah malam, hal ini tentu menjadi kegiatan menarik bagiku selama menunggu malam hari tiba.
Pagi-pagi sepulang dari shift malam kerja paruh waktuku di minimart di ujung jalan sana, aku bekerja kembali mengantar susu ke rumah-rumah di sepanjang jalan ini, tak terkecuali aparteku sendiri. Kemudian, sisanya aku akan menghabiskan sisa hariku di dalam aparte kecil yang hanya memiliki tiga ruangan -termasuk kamar mandi- menunggu malam hari tiba untuk kembali bekerja di minimart.
Kedatangan lelaki misterius di ayunan setiap sore itu membuat kegiatan sehari-hariku yang monoton terasa menjadi sedikit menyenangkan dengan kebiasaan baruku kali ini, stalking si lelaki misterius dengan mantel tebal tersebut.
Stalker. Barangkali sebutan itu pas untukku.
Terkadang aku membawa secangkir cokelat hangat atau seporsi ramyeon beserta kimchi dan pancinya ke atas tempat tidur. Menemaniku di kegiatan stalking ini. Dan selama itu pula aku masih belum berani untuk turun dan bertanya padanya.
Apa yang sebenarnya kau lakukan selama ini?
Apa atau siapakah yang kau tunggu selama ini?
Dan pada awal minggu ke empat, tidak ada lagi sosoknya yang senantiasa duduk di ayunan tersebut. Aku terus menunggu hingga menginjak awal minggu keenam, sosok itu tak kunjung muncul.
.to be continued.
YOU ARE READING
Rain
FanfictionJika aku mampu, aku ingin memutus benang rumit yang menghubungkanku denganmu. Jika aku bisa, aku ingin memberitahu semesta bahwa kita bisa bersatu. Dan jika aku tahu, bahwa semua itu kesalahan karena kita bertemu.