Lane

12 2 0
                                    

Rumah Isabel, London Selatan, Inggris.

Pipa-pipa besar berdiameter sekitar 1,5 meter dengan warna kuning, tersusun rapi dalam ruangan besi. Masing-masing pipa memiliki tujuan mereka sendiri-sendiri. Persis seperti sistem kereta api. Kapsul-kapsul berlalu lalang, memancar-kan cahaya berwarna putih dari dalam pipa, berjalan menyusuri pipa dengan sangat cepat.

"HEADQUARTER 01-A" Sebuah kapsul berhasil sampai di sebuah ruangan, ruangan kedap suara dengan cat biru muda. Bersuhu cukup dingin, cukup untuk membuat orang yang baru keluar dari kapsul tersebut merinding.

"HEADQUARTER 01-A" Disusul oleh sebuah kapsul berisi seorang wanita.

"Mark!" Wanita itu berseru, disusul oleh orang pertama tadi

Menoleh kearah wanita tersebut.

"Tunggu aku, bodoh." Wanita itu berlari menuju pria di depannya.

"Kenapa disini sangat dingin, dan beruntung sekali pakaian kita basah dan menambah kenikmatan dingin yang dapat kita rasakan." Pria itu mengeluh.

"Diamlah, kau pikir kau saja yang kedinginan. Setelah pintu itu akan ada sebuah perapian. Sebaiknya kita segera menuju kesana sebelum kita mati kedinginan disini." Wanita itu terus berlari menuju pintu kuning yang paling besar. Diikuti oleh pria tadi.

"Hey, tunggu. Giselle!"

Mereka berlari tanpa alas kaki. Lantai keramik menambah dingin yang menusuk tubuh mereka.

"Demi Lucifer, Isabel! Aku akan mengutukmu!" Giselle mengumpat dengan nafas menggigil sambil terus berlari menyusuri lorong sepanjang 50 meter itu.

Sementara Mark terus-terusan melompat, seperti orang yang kepanasan. Ia memandang termostat yang terdapat disebuah kotak kaca. 7 derajat celsius. Kemudian mulai turun menjadi 6 derajat celsius.

"Sial!"

Mark mulai berlari secepat yang ia bisa. Sementara Giselle mulai kelelahan untuk berlari. Mulai terengah-engah sambil menggigil. Angka didalam termostat terus menurun. Hingga Giselle tiba-tiba terjatuh.

"Sial! Giselle, ayo bangun lah! Tuhan." Mark mulai panik, keringatnya mulai bercucuran. Kemudian iya mulai untuk mengambil Giselle dan menaruh tangan kiri Giselle di pundak kanannya.

Mereka mulai berjalan lagi, dengan menyeret diri mereka.

"Termostat nya, suhunya semakin menurun." Mark menjelaskan kepada Giselle.

"Apa?" Giselle terkejut, namun tak punya tenaga lagi untuk berteriak.

"Bodohnya kau! Kau melihat termostatnya, tapi kau tidak menaikan suhunya." Giselle marah kepada Mark, dengan tubuh yang masih menggigigl.

Kulit mereka mulai berubah pucat kebiruan. Pembuluh darah mereka dapat dilihat dengan jelas. Pintu yang mereka tuju pun semakin dekat. Suhu pun mulai menghangat dan mereka pun membuka pintu kaca itu.

Pintu pun terbuka, mereka terjatuh masuk kedalam ruangan yang ada dibalik pintu tersebut. Udara hangat langsung menyelimuti mereka.

Mereka terengah-engah, terkapar diatas karpet berwarna abu-abu bermotif garis berwarna hitam. Karpet besar yang membentang disepanjang ruangan. Sedikit basah karena baju mereka.

"Hah, hah. Setidaknya kita selamat." Mark bernafas lega.

"Diam, kau."

"Oh, kalian baru saja datang?" Isabel keluar dengan memakai blazer berwarna krem. Membawa nampan dengan 3 gelas kopi diatasnya.

Panic!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang