3

1 0 0
                                    

Rania Putri Sartono.

“Ran” panggilan pelan itu membuatku menoleh kearah kiri, yang tadi memanggilku itu Nilam teman terbaikku.

“Ada apa Nil ?” tanyaku, sambil melepas sepatu dan juga kaos kakiku lalu mengambil sandal yang ada di kolong meja.

“Kamu mau shalat ?” tanyanya
Aku hanya menganguk, lalu tanpa pembicaraaan apa pun dia melepas sepatu dan juga kaos kakinya. Lalu kami berjalan menuju masjid SMA Garuda.

Setelahnya kami, salat dhuha bersama.

“Apa lo masih menyukai bang Bima Ran ?” pertanyaan itu membuatku menoleh kearah samingku. Kulihat Nilam hendak melipat mukenahnya.

“kenapa kamu menanyakan hal yang sudah jelas Nil ?” tanyaku

Dia diam, masih menatap mukenahnya. Tanpa melihat ke arahku.

Satu menit

Dua menit

Tiga menit

Dia menoleh ke arahku. Seakan akan mata itu mengatakan apa yang tidak bisa ia katakan. Dan mata itu menjelaskan semuanya.

“Kamu... kamu menyukai bang Bima ?” ucapku dengan nada getir di setiap detiknya,  ada perasaan yang tidakku mengerti di dalam hatiku.

Dia mengganguk, lalu kembali menatap kearah bawa, tanpa maumelihat ke arahku.

Dammm!, gerakan yang tadi ia buat mampu membuatku sedikit tidak percaya. Dia yang selalu mengabarkan semua yang terjadi di saat dia melakukan hal yang ia suka. Apa yang ia suka. Dan apa yang selalu dia lakukan.

Shit! Umpatku dalam hati. Kenapa aku sebodoh ini ? kenapa aku tidak bisa berfikir jerni. Dari sebuah perhatian, menuju ke kaguman dan mulai menyukainya. Akh sial.. kenapa aku bisa sebodohh ini. Sial! Sial! Sial!.

Aku meremas mukenahku yang masih belum aku lipat sedikit pun aku menoleh sekilas ke arahnya.

“Makasih Nil” ucapku dan langsung meninggalkannya, beribu teriakan ku dengar dia menyebut namaku. Tanpaku hiraukan.

Langkahku begitu cepat. Tujuanku sekarang hanya satu. Studio tari yang khusus di buat untuk mempersiapkan diri dalam perlombaan tari internasional dan kebetulan aku membawa kuncinya.

Di sana aku bisa menangis sepuasnya. Dan mengeluarkan semua rasa sakit yang aku terima dari Nilam,teman baikku.

Gajah (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang