4

1 0 0
                                    

Nilam Dwi Sukmawan

Sudah dua minggu berlalu, dan dalam dua minggu ini sudah banyak kejadian yang menimpahku. Mulai dari bang Bima yang ternyata merasakan apa yang aku rasakan. Tapi sayang aku tidak bisa menerimanya.

Akh mengingat hal itu rasa sakit tiba – tiba meneusup masuk.

“Nilam, aku menyukaimu” ucap bang Bima begitu lantang di depan semua anak paskibra, aku diam membeku. Dalam hati aku senang karena tau cowok yang telah memenuhi setiap detail ingatanku sejak aku masuk sini, ternyata menyukaiku juga. Tapi bagaimana dengan Rania ? pasti hatinya hancur mendengar yang di ucapkan bang Bima. Dan begitu ia mendegarnya maka ia akan semakin sakit.

“Mau nggak kamu jadi pacarku” ucapnya masih dengan  tatapan penuh harapanya. Dan juga bunga yang masih setia berada di tanganya. Bunga yang ku sukai, bunga edelwis.
Bunga yag paling aku sukai.

“Bang... aku ... aku nggak bisa jawab sekarang” tiba – tiba terdenga suara bisik – bisik  menghujam ke arahku. Aku tidak perduli dengan hal itu. Yang terpenting adalah perasaan Rania.

Bang Bima berdiri dengan senyum yang kurasa itu senyum palsu.

“Baiklah Nilam. Aku aku akan menunggumu” ucapnya lalu pergi, meninggalkanku dengan bisik – bisik  masih terdengar di sekitarku. Aku pun juga pergi meninggalkan semua rasa sakit yang aku rasakan. Dalam hati seperti aku bisa merasakan rasa sakit yang di rasakan bang Bima. Andai bang Bima tau aku sangat sangat menyukainya. Tapi setinggi - tingginya rasa sukaku dengan bang Bima tak akan setinggi rasa sayangku kepada Rania sahabatku.

Dan sampai sekarang aku masih belum berani menatapnya. Menatapnya dari jauh saja aku tidak berani. Aku tidak sanggup melihat wajahnya. Apalagi melihat matanya yang masih meminta jawaban atas perasaannya.

Aku duduk termenung di dalam hawa dingin perpustakaan masih sendiri tanpa Rania untuk kesekian kalinya.
Heem ku helangkan nafasku pelan lalu menengelampan kedalam tanganku yang sudah kulipat di atas meja. Tiba – tiba saja ada yang mengetuk meja, aku mendongak dan mendapati bang Aldy dan juga kak Sanda menatapku seperti meminta penjelasan. Aku hanya menghelang nafas.

“Ada apa kak ?” tanyaku dengan sopan.

“ Apa kami menganggumu Nil?” tanya kak Sandra baik dengan lembut seperti seorang ibu kepada anaknya, pantas saja bang Aldy menyebut kak Sandra dengan sebutan ‘Mak’
Aku hanya mengeleng, dengan senyum sopan.

Kak Sandra menoleh ke arah bang Aldy dengan tatapan yang seakan – akan  menyuruh bang Aldy untuk pergi. Tapi sepertinya bang Aldy tidak menghiraukan tatapan itu. Lalu kak Sandra memukul kepala bang Aldy dan seketika terdengar erangan kecil dari bang Aldy, aku hanya tersenyum melihat itu semua.

“ Woy Mak durhaka, lo ngapain sih pukul - pukul kepala gua, kagak tau apa kalo nih kepala habis di pukul pakek pengaris sama nenek sihir biologi” ucap bang Aldy mengadu kesakitan.

Yang di maksud nenek sihir biologi oleh bang Aldy itu maksudnya bu Marni guru itu nggak bakalan segan - segan  mukul anak didiknya jika melakukan kesalahan sekecil apapun.

“Lo, mendingan pegi deh dari pada nanti gua habisin di sini” ancam kak Sandra dengan penekan di setiap katanya. Aku tau ancaman itu tidak main – main sampai – sampai bang Aldy beruba pucat.  Lalu tanpa ucapan apa apa, bang Aldy pergi dengan sendirinya.

Kak Sandra mengambil kursi hijau, di sebelahnya lalu mendekat kearahku.

“Kamu ada masalah Nil” tanyanya masih dengan nada lembut yang terdengar begitu nyaman di telinga.

Aku mengeleng.

“Lalu kenapa kamu mengantungkan Bima seperti ini Nil ?” pertanyaan yang sangatku hindari. Aku juga tidak ingin menggantungkan bang Bima seperti ini tapi apalah dayaku.

“Aku...aku hanya-“

“Hanya memikirkan sahabat kamu Rania?” tanyanya yang membuatku sedikit heran. Bagaimana kak Sandra tau, kalau aku ada masalah dengan Rania ?

Aku mengangguk.

“Rania ya.. dia memang masih ke kanak kanakan. Bahkan aku sebagai kakaknya sedikit kerepotan dengan sifatnya.” Aku sedikit kaget, mendengar yang di ucakan oleh kak Sandra. Bagaimana mungkin kak Sandara adalah kakak dari Rania, bahkan Rania sendiri saja belum cerita itu.

“Dia banyak cerita tentangmu Nil, dan dia sakit begitu mendengar kamu ternyata menyukai bang Bima” lanjut kak Sandra

“Aku bingung kak, di sisi lain aku sangat menyukai bang Bima, dan disisi lain lagi aku tidak bisa menyakiti Rania kak” ucapku mengucapkan apa yang menjadi pokok masalahnya.

“Aku sudah menyiapkan caranya Nil, tapi ada satu masalah, apa kamu bisa bermain gitar ?“ Tanyanya

Aku menganguk

Dan detik itu juga kak Sandra membisikan sebuah ide. Ide yag sangat luar biasa.

Gajah (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang