5

0 0 0
                                    

Rania Putra Sartono

Sudah dua minggu lebih aku tidak menegur sapa dengan Nilam.

Sejujurnya di dalam hatiku yang sangat dalam aku merindukan kebersamaanku dengannya. Bercanda dengannya, bergosip, dan hal - hal yang menyenangkan. Aku bahkan kangen saat dia mengajakku salat dhuha bersama.

Aku mengembuskan nafas pelan berusaha menginggat setiap detik yang aku lalui bersama dengan Nilam. Sekarang aku sedang berdiam diri di masjid sekolah. Tatapanku jatuh pada dua orang yang sedang tertawa. Dulu aku juga seperti mereka. Berama Nilam.

“Rania bukan?” suara itu membuatku kaget dan bersamaan dengan itu, semua tataan jatuh ke arahku. Aku menoleh ke belakang dan mendapati bang Aldy, berjongkok ke arahku. Njir.. nih orang punya malu kagak sih kok berani banget berada di tempat perempuan

Aku hanya menganguk dan melipat asal mukenahku. Aku segera berjalan keluar dari masjid meninggalkan bang Aldy dengan kebingungnnya. Buka apa –apa aku malu di panggil seperti itu. Akhirnya bang Aldy mengikutiku. Dan kami berdiri di depan perpustakaan.

“Kenapa lo pergi ?” pertanyaan yang jurtru nggak perlu di jawaban, apa urat alunya udah putus sampai samapia nyamperin aku yang untungnya duduk di dekat pintu keluar ?

Aku hanya mengeleng sebagai jawaban

“Lo di panggil bang Bima di ruang paskib” ujarnya

Deg

Ada apa ini. kenapa perasaanku tidak enak.

“Ikut gua sekarang” ujarnya sambil menarik pergelangan tanganku. Tanpa menolak aku mengikuti setiap jejaknya dengan pikiranku yang mengumpulkan pertanyaan demi pertanyaan.

Setelah kami sampai di ruang paskib aku sama sekali tidak menemukan batang hidung laki - laki yang aku kenal bahkan sedikit pun tak terihat. Karena ruangan itu begitu gelap

“Hay Rania,” seketika lampu lampu menyala, dan sorotan lampu tertuju pada perempuan yang sangat aku kenal.Nilam. Dia sekarang duduk di sebuah kursi, dengan rambut tergerai, dengan gitar yang berada di tangannya.

“Hay Rania, mungin kamu bakal marah ketika aku mengucapkan bahwa bang Aldy bohong tentang kamu yang di panggil oleh bang Bima, maafkan dia dia tidak bersalah. Dia hanya mennolongku. Hay Rania aku sangat merindukan saat – saat dimana kita bergurau atau bertengkar kecil, aku sangat merindukan hal itu. Taukah kamu Ran, aku rela menukar apapun agar kamu bisa kembali menjadi sahabatku. Dear Rania, maafkan aku telah mengkhianatimu, padahal jujur aku tidak ingin menghianatimu, aku hanya ingin kamu tau, karena suatu saat jika kamu tau itu dari orang lain, maka itu akan lebih menyakitkan.”

Dia menghelang nafas sejenak

”lagu ini aku persembahkan untuk kamu sahabtku, Rania Putra Sartono”
Genjrengan gitar dan juga suara Nilam membuat air mataku mengalir begitu saja. aku bahkan tak perna tau kalau nilam bisa bermain gitar, apalagi suaranya begitu indah.

Tanpa ada komando dari siapapun, setelah ia menyelasaikan lagunya, aku berlari menuju kearahnya, sambil memeluknya. Menumpahkan seluruh kerinduan dan juga rasa sakitku kepadanya.

“Maaf” ucapku masih dengan isak tangis.

“Kau tau Ran, gajah emang besar, tapi kamu tau apa yang lebih besar dari Gajah Ran ? persahabatan kita Ran” ucapnya membuat tangisku semakin keras.

“Ehem” suara itu mebuatku melepaskan pelukanku, aku menoleh ke belakang dan mendapati bang Bima, bang Aldy,dan juga kak Sandra sedang tersenyum, ke arah kami
Bang Bima melangkah menujuh ke arahku dan juga Nilam. Nilam menjauh. Akh kenapa aku tak perna menyadari hal itu. Kalau yang bang Bima sebenarnya menyukai Nilam.

“Boleh aku meminta jawabanmu Nilam, aku sudah cukup menunggu kamu selama dua minggu, apa itu belum cukup ? apa aku harus menunggu hingga musim berganti ?” ucapnya sambil menatap Nilam.

Nilam menoleh ke arahku akh pasti dia menghawatirkan perasaanku, mungkin ini akan sakit tapi kebahagiaan sahabatku yang lebih penting. Aku mengangguk, memberi dukungan supaya ia menerima bang Bima.

Nilam tersenyum, lalu matanya mengarah ke bang Bima dia tersenyum kepada bang Bima, dan refleks bang Bima memeluk Nilam tertawa bahagia. Ada rasa lega dan juga rasa sakit dalam hatiku, tapi sudahlan bukankah yang lebih penting dari cinta adalah sahabat.
Karena pengorbanan itulah yang akan membuahkan hasil. Tidak semua cinta kita akan selalu bertepuk sebelah tangan tapi ada juga saatnya kita menemukan cinta kita itu sendiri.

Aku bahagia karena membebaskan sahabatku dari kesedihannya. Aku bahagia untuknya. Karena gajah, akan melindungi gajah yang lain.

The End...

Semoga kalian suka cerita Nilam sama Rania. Next ke cerita keep Being You yaaa..

Gajah (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang