Suudzon

263 20 0
                                    

"Mam, Mas Alfin mana?" tanya Zeera saat gadis itu baru saja pulang setelah jalan seharia dengan si calon suami, Adnan.

"Di kamar sih tadi kayaknya. Adnan mana, nggak masuk dulu?" timpal Mama.

Zeera meletakkan tasnya secara asal ke atas meja. Lalu rebahan di sofa dengan kepala di pangkuan Ibunya.

"Dia bilang udah malem, nggak enak kalo mesti mampir juga. Lagian kan dia taunya rumah lagi kosong. Zee, juga nggak tau kalo Mama sama Ayah udah pulang."

"Oh iya sih, ya. Mama lupa bilang, Zee. Ya, Mama kirain kamu udah di rumah duluan. Si Alfin juga abis marah-marah tuh. Karna udah lewat maghrib kamu belom di rumah." cerocos Mama dalam satu tarikan napas. Tangannya yang sudah mulai keriput mengusap kepala putri semata wayangnya itu. Gadis kecilnya yang manja yang sebentar lagi akan berstatus istri orang.

"Dih, marah gitu, Mam? Tumben amatan, biasanya dia sebodoan sama, Zee." sungut Zeera dengan mata yang sesekali menutup. Dia kelelahan dan apa yang dilakukan Mamanya membuat keinginannya untuk tidur semakin kuat.

"Ya, dia ada benernya juga sih, Zee. Kalian pergi seharian gitu, padahal kan masih belom halal. Apa kata orang nanti? Kamu kan perempuan berjilbab, Zee." Mama berkata dengan lembut.

"Ya ntar juga resmi, Mam."

"Iya, tapi ada baiknya kamu minimalisir tuh intensitas ketemuan kamu." Sebuah suara mengitrupsi dengan nada jengkel dan ketus yang begitu kental.

Zeera mendengus samar, makhluk itu pasti bernama Alfin, kakak laki-lakinya.

"Kita baru jalan lagi kali, Mas. Itu secara nggak langsung, Mas, bilang aku sering ketemuan sama Adnan." Balas Zeera tak kalah sengit.

"Jadi, karna jarang ketemu, sekalinya ketemu pulang malem kayak gini, gitu?" Alfin mengambil tempat di ujung sofa yang tersisa tempat Mama dan adiknya berada. Ia melirik jam dinding di ruangan itu. Rasa kesal menyelimuti kala dilihatnya angka sembilan hampir ditunjuk jarum jam.

"Udah-udah. Yg penting Zeera udah pulang. Tapi Mama juga nggak akan menoleransi lain kali yang seperti ini, ya, Zee. Yaudah, Mama ke kamar dulu." Dengan pelan dan hati-hati digesernya kepala Zeera dari pangkuannya.

Zeera mengerang, sama sekali nggak suka dengan kenyamanannya yang terganggu. Dan akhirnya ia memilih pindah ke pangkuan Alfin yang sekarang mulai sibuk dengan acara TV yang ditontonnya.

"Marahnya besok aja deh, Mas. Zee, capek tau. Sekarang mending usapin kepala, Zee, biar cepet tidurnya." Pinta gadis itu sambil mencari posisi yang nyaman untuknya.

"Kepengen aja nikah muda. Tapi kelakuan masih aja manja." dengus Alfin dan tak urung tangannya melakukan apa yang Zeera pinta.

"Manja juga cuma sama keluarga aja. Jadi, nggak apa-apa dong?"

"Tapi hari ini Mas beneran marah sama kalian berdua. Mas, nggak suka sama apa yang kalian lakuin."

"Emang, Mas mikirnya aku sama Adnan ngapain sih?" rasa kantuk yang menggantung di pelupuk matanya mendadak hilang. Ada rasa sakit yang menusuk hatinya saat Alfin --secara tidak langsung-- mencurigainya dan berpikiran macam-macam terhadapnya.

"Zee, terlepas dari apapun yang kamu lakukan, orang pasti akan berpikiran lain. Sekalipun kamu jalan sama Adnan ke tempat yang baik dengan tujuan baik, orang tetap akan melihat itu dengan pandangan buruk. Karna kalian dua pasangan yang belum sah."

"Ya itu mah merekanya aja yang suka suudzon."

"Heh, manusia emang begitu. Yang nikah muda, atau yang nikah cepet-cepet aja dengan niatan ibadah dan karna takut berbuat maksiat aja masih dicurigain. Disangkanya ada apa-apa. Apalagi mereka yang belom resmi tapi udah wara-wiri kesana-kemari layaknya suami istri? Makin banyak jugalah prasangka dan fitnah yang akan timbul. Makanya, kamu itu harus pinter jaga diri. Kamu perempuan, selama belom nikah, kehormatan keluarga ada dalam genggamanmu, Zee."

Tepat saat kalimat panjang Mas Alfin terselesaikan, mata Zeera pun tertutup dengan sempurna. Gadis itu mendengar semuanya, hanya saja rasa kantuknya sulit untuk dilawan.

Hingga adzan subuh membangunkannya. Dan didapatinya bahwa ia tidur di atas ranjangnya sendiri. Dan nggak perlu heboh mencari tahu bagaimana caranya bisa sampai di sini, sudah bisa dipastikan kalau Alfin-lah yang menggendongnya ke kamar.

Diam-diam hati Zeera deg-degan dengan cara yang nggak wajar.

AlzeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang