Seorang gadis berdiri di pagar pembatas jembatan matanya tertutup rapat menikmati semilir angin yang menerpa wajah cantiknya. Tak ada orang yang menghiraukan keberadaannya, namun ia bersyukur setidaknya tidak dicurigai untuk perencanaan bunuh diri.
"hmmm.. "gumamnya sembari tersenyum
Kini direntangkan kedua tangannya bebas. Tidak ada yang mengira apa yang dilakukan gadis ini di dekat jembatan malam-malam.
Sementara dari sebelah timur seorang pria dengan kemeja jins serta kacamata yang bertengger di hidung mancungnya sedang berjalan tak tentu arah. Matanya tiba-tiba terbelalak melihat gadis itu yang terlihat seperti ingin bunuh diri, diperjelas sedikit pandangannya ia mengenal gadis itu dengan baik.
"Al?"pria itu mencoba untuk memanggil namun, tidak ada respon sama sekali ia mencoba lebih dekat lagi.
Ternyata benar dugaannya,"Al? LO NGAPAIN JANGAN BUNUH DIRI SEKARANG"teriaknya histeris sambil meraih tangan gadis bernama Al yang sedang terentang itu kearahnya. Al terkejut sekarang telah berdiri di depan seorang pria padahal seingatnya baru saja ia merentangkan tangannya di dekat jembatan itu.
"al.. Lo gila yaa.. Apa yang lo lakuin malam2 gini disana. Mau bunuh diri? Apa yang harus gue bilang kalau ke tante kalau tau anaknya udah hilang akal sampe ingin mengakhiri hidup"gadis bernama al itu mengernyitkan dahinya bingung dengan arah pembicaraan pria di hadapannya ini. Tiba-tiba datang lalu, menariknya seenaknya, dan sekarang mengoceh tidak jelas.
"jawab al"sentaknya sambil mengguncang bahu Al.
Al, atau Alya Farzahna lengkapnya melihat tangan pria itu yang berada di bahunya dengan tajam, lalu selanjutnya tangannya menepis keras
"lo ini apa"an sih Gab, siapa yang mau bunuh diri. sekarang yg gue tanya lo ngapain disini trus pakaian gak karuan begitu, kenapa?"Al balik bertanya, pria itu menunduk lesu mendengar pernyataan Gadis prawakan sedikit tomboy itu.
Al menaikkan alisnya, batinnya sedang menebak-nebak, "lo pas.. " belum selesai kalimatnya Gabriel langsung menarik Al kepelukannya, ia memeluk gadis itu dengan erat seolah-olah tidak ingin melepaskannya.
Al menutup matanya menikmati getaran-getaran halus yang selalu ada saat ia bersamanya, ingin rasanya membalas pelukan hangat itu namun, otaknya mengatakan jangan.
"al, gue.. Gue rindu sama d.. Dia"ucap gabriel terbata mencoba menahan sesak yang bersarang di dadanya. Al membuka matanya kemudian, tersenyum lirih.'sampai.. Saat inipun lo belum berubah Gab. Sudah 10 tahun lamanya, dan hanya dia yang memenuhi pikiran serta hati lo. Hal ini yang selalu membuat gue putus asa dan ingin menjauh namun,lo seperti membuat pagar tak kasat di sekeliling gue supaya gue gak bisa pergi kemana-mana. seolah-olah lo buat gue hanyalah satu-satunya oksigen yang lo punya. Merasa senang dan sesak bersamaan, huh'
"iya Gab, gue yakin dia pasti kembali kok"ujar Alya dengan suara berbisik namun, masih terdengar jelas oleh Gabriel.
Gabriel tersenyum cerah, ia melepaskan pelukkannya , "ah.. Lo emang sahabat gue Al. Jangan bosan-bosan yaa semangatin gue. Oh, iya lo sekarang gimana gak berniat menjalin hubungan gitu? Ini kita udah kuliah semester 3 loh al, masa lo Jones mulu dari SMA"gabriel menggoda alya yang pastinya sekarang pastinya tengah kesal.
"eh mulut jaga yaa.. Macam lo gak sama kayak gue. Udahlah.. Lo tuh lebih parah, Sok nasehatin lagi"gabriel tertawa sadar bahwa dirinya pun sama.
Namun, tidak lama raut wajah gabriel berubah serius, "hmm.. Al, emang elo dari dulu gak ada gitu suka sama orang, kita udah lama sahabatan masa lo gak cerita-cerita ke gue"ya, gabriel sangat penasaran sekarang dari jaman SMA sahabatnya ini belum pernah sedikitpun bercerita tentang orang spesialnya.
Alya melirik sekilas kearah gabriel, lalu tertawa, "hahaha.. Emang penting banget ya soal gitu-gituan".
Gabriel mengangguk pasti, "iyalah".
Alya mulai menatap kearah depan dengan serius, "Ada".
"really?siapa"gabriel sangat antusias mendengar sahabatnya ini masih normal ternyata.
"mau gue bilang pun lo pasti gak kenal"kata Alya tersenyum tipis, ia masih belum berani menatap mata Gabriel sekarang.
"ah masa sih gue gak kenal? Emang dia bukan anak sekolahan kita dulu atau teman satu jurusan lo?"
"dia satu SMA kok sama kita"gabriel mulai mengingat-ngingat siapa semua laki-laki most wanted di sekolahnya dulu, tapi ia belum bisa menebak pasti masih samar.
"sekelas bareng kita?"alya mengangguk.
"dimas?"alya menggeleng
"Raka?"lagi-lagi alya menggeleng
"wawan, hadi, james, frans"alya menatap horror saat mendengar gabriel menyebutkan nama Frans. Yang ditatap pun hanya meringis"hehehe sorry"gabriel menyengir
"udahlah gak usah ditebak-tebak lagi, gue jadi galau ingat dia".Suasana tiba-tiba berubah mellow gabriel jadi kasihan melihat sahabatnya, ia pun mengusap kepala Alya entahlah dorongan dari mana, yang jelas rasa empatinya sedang berkuasa mengingat kisah cinta sahabtnya pun tidak semulus kain sutra sama dengannya.
"dia nyakitin lo dalam banget kayaknya al"alya mengangguk kemudian, menatap mata gabriel penuh arti. Gabriel pun membalas dengan tatapan sendu.
"lo seharusnya bilang sama gue, biar gue yang datengin trus labrak dia. Masa sahabat gue yang cantik ini dia anggurin, huh"hibur gabriel sekali lagi dia menarik alya dalam pelukkannya.
ALya mengangguk, "tapi, gue udah kalah telak gab, dia gak cinta sama gue dia udah cinta sama yang lain".
"lo udah bilang sama dia belum tentang perasaan lo?".
Alya menggeleng, "pengennya, tapi gue terlalu takut untuk dengerin kata penolakkan Gab, gue takut dia benci gue"alya ingin menangis rasanya sampai kapanpun pria yang sedang memeluknya ini tidak akan pernah peka. Orang-orang yang sekali melihatpun saja mungkin akan tahu soal perasaan alya, bahkan Mami Gabriel pun tahu.
"cinta tak bisa, tak bisa kau salahkan~" gabriel menyanyi sebait lagu dari Yura Yunita dengan senyuman mengembang.
"yaudah, mulai sekarang harus semangat. Prioritas utama pendidikan dulu lah. Ok"
Alya menelan ludah pelan.
"ya.. "nada alya terdengar ragu-ragu.Namun, Yang namanya gabriel dia tidak akan tahu akan hal yang seperti itu. Dia bukan tipikal cowok yang peka, kalau menurut alya.