Nara berlari di sepanjang jalan menuju sekolah. Sesekali dia mengelap keringat yang membanjiri wajahnya. Seragamnya lengket di kulit, kaos kaki tinggi sebelah dan dasi tersampir ke belakang. Pakaiannya tidak rapi. Tidak ada waktu untuk merapikan diri. Gerbang sekolah bisa-bisa ditutup kalau dia lambat sedikit saja.Dia melirik jam di tangan kirinya.
07.12
Gawat! Tiga menit lagi jam pelajaran pertama. Gerbang sekolah selalu ditutup tepat waktu. Siswa yang terlambat akan diberi dua pilihan: kembali ke rumah atau menjalani hukuman sampai jam pelajaran ketiga. Sekolahnya, SMA Anuradha adalah sma swasta favorit di kotanya. Sekolah itu setiap tahun menghasilkan murid-murid yang berkualitas, baik di akademik maupun nonakademik. Sikap para lulusan dapat dibilang baik mengingat disiplinnya sekolah ini, sama seperti saat ini.
Nara tidak memiliki pilihan untuk beristirahat. Jam pelajaran kedua adalah Matematika, dan hari ini akan ada ulangan harian. Bapak Munawar, guru matematika tidak menerima ulangan susulan, terlalu ketat dengan peraturan, dan terlalu galak. 'Terlalu kolot,' tambah gadis itu dalam hati. Karena itu, dia belajar semalaman sampai jam tiga pagi. Tidak biasa tidur setelat itu, tubuh Nara tetap tertidur pulas meskipun dibangunkan oleh orang rumah. Dia lanjut berlari meskipun napasnya ngos-ngosan sambil merapalkan doa agar satpam itu belum menutup pagarnya.
Sedikit lagi!
Nara menyemangati dirinya sendiri ketika pagar sekolah itu terlihat dalam pandangannya. Satpam yang biasanya menjaga pagar tampak mendekati pagar hitam itu. Dia terus berlari sambil mengulurkan tangannya agar satpam itu berhenti berjalan.
"Tunggu Pak!"
Terlambat. Satpam itu sudah mengunci pagarnya.
"Pak! Tolong bukain pagarnya!" ujar Nara panik. Satpam itu memandangnya lalu menggeleng. "Bukain Pak!"
"Tidak Nona. Ini sudah jam pelajaran pertama, Nona sudah terlambat."
"Saya mohon Pak! Apa Bapak nggak kasihan sama saya?" tanya Nara sambil memasang wajah sedih. Matanya berkaca-kaca sambil menatap mata satpam itu. "Nona, sesuai peraturan-"
"Kau memiliki dua pilihan. Dihukum atau pulang."
Sontak, satpam dan Nara memandang ke arah siswa yang bicara tadi. Pemuda itu berjalan mendekati keduanya. Pakaiannya sangat rapi, sepatunya hitam mengkilap. 'Mungkin dipoles berkali-kali,' pikir Nara.
Mata Nara melirik sebuah pin-up lambang sekolah dengan bagian bawah berwarna merah. Pin-up itu hanya dimiliki oleh seseorang di sekolah ini. Ketua OSIS!
"Jadi kau memilih yang mana?"
"Apa kau menunggu jawabanku?" tanya Nara balik. Dia tidak takut meskipun pemuda itu memberikan tatapan tajam padanya. Mata pemuda itu segera melihat ke bagian dada kanan kemeja Nara. Menyadari tindakan pemuda itu, Nara segera menutupi dadanya dengan tangan. "Kau!"
"Kau pikir aku orang mesum, Kinara?"
"Aku tidak berpikir seperti itu. Sepertinya kau satu-satunya yang berpikir seperti itu, Ketos!" Ketua OSIS SMA Anuradha itu berdehem kemudian berkata lagi, "Apa pilihanmu?"
"Biarkan aku masuk!" geram Nara. Dia tidak peduli dengan satpam yang berjalan mundur. Satu-satunya hambatan dia bisa masuk ada di hadapannya. "Sekolah ini sangat ketat dengan peraturannya. Kau sudah tahu hal itu sebelum masuk di sekolah ini, bukan?"
"Aku tahu. Tapi biarkan aku masuk!"
Dimas menggeleng, "Jika aku biarkan kamu masuk, reputasiku bisa rusak. Pilihanmu?"
"Semoga kau kenyang dengan ego setinggi jerapah-mu itu."
"Pilihanmu?" tanya Dimas sekali lagi.
Nara mengepalkan tangannya dengan marah. Dia ingin sekali melampiaskan kemarahannya dengan mengguncangkan pagar tinggi ini. Namun jika dia melakukannya, hukuman yang lebih berat dari ini akan menanti. Belum lagi reputasinya akan rusak. Jika semua itu terjadi, orang yang akan dia salahkan pertama kali adalah ketua OSIS yang menunggu jawabannya ini, Dimas Narendra!
KAMU SEDANG MEMBACA
2D or 3D?
Teen FictionBagaimana rasanya menjadi heroine dalam anime reverse harem? Bagaimana sensasinya ketika dikelilingi oleh pria-pria yang kadar ketampanannya sangat tinggi? Apalagi dikelilingi vampir yang ketampanannya melebihi tingkat dewa! Pertanyaan semacam itu...