"Kinara!"
Nara mengepalkan tangannya dengan kesal. Dia melirik ke arah belakang, tepat di tempat duduk satu-satunya orang asing di kelas X-1. Orang itu menggerakkan tangannya pada Nara, sebagai isyarat memanggil gadis itu. Ini sudah kelima kali dia memanggil Nara setelah mereka masuk kelas. Nara kembali menggeram kesal untuk kelima kalinya juga. Hal yang disuruh oleh Sebastien juga sebenarnya sederhana dan dapat dilakukannya sendiri. Namun, karena sikapnya yang buruk dan kontrak Nara padanya pagi tadi, mengharuskan gadis itu patuh.
Seperti saat Sebastien menjatuhkan bukunya di jam pelajaran pertama dengan suara yang keras dan membuat seluruh atensi jatuh padanya. Dia bahkan tidak membungkuk untuk mengambil bukunya. Hanya menatap Nara dan menggerakkan tangannya lalu matanya mengarah pada buku di lantai. Awalnya, Nara menolak. Yang membuat buku itu jatuh adalah Sebastien, milik pemuda itu pula. Mengapa dia harus berjalan ke belakang dan memungut buku itu jika Sebastien berada lebih dekat dengan objek di lantai itu. Namun tatapan mengancam milik Sebastien membuatnya tidak memiliki pilihan lain. Dia berjalan kemudian memungut buku tersebut dan kembali ke tempat duduknya. Sama halnya ketika Sebastien menjatuhkan pulpen, dia yang memungutnya. Bahkan saat pelajaran Matematika, Nara mengambilkan kertas ulangan untuk Sebastien dan mengumpulkan kertas ulangan Sebastien. Lebih parah lagi, Sebastien selalu membisikkan ucapan yang sama setiap Nara selesai menuruti perintahnya.
Anjing baik.
"Ki-na-ra!" panggil Sebastien lagi dengan penekanan pada setiap suku kata namanya. Nara meringis dan bergumam, "Mengapa aku bisa terikat kontrak dengan iblis ini?"
"Bukannya itu yang kau mau?" celetuk Hilma tiba-tiba. Dia menguap sejenak kemudian menyanggah kepalanya dengan tangan, "Kau selalu berkata, aku berharap bisa mengikat kontrak dengan iblis setampan ini atau buat kontrak saja denganku, Sebastian. Kau sudah memilikinya sekarang. Iblis berwajah tampan yang sangat sesuai dengan tipemu. Plus, namanya mirip dengan iblis idamanmu."
"Tapi dia-"
"Satu."
Hilma menguap kembali dan mendorong tubuh sahabatnya. "Pergilah. Jangan buat dia marah di sini. Aku ingin tidur sejenak. Kau turuti perkataannya saja demi sahabatmu yang mengantuk ini." Nara mendengus, "Hilma, kau benar-benar!" Sayang, Hilma hanya merespon dengan tatapan tidak peduli kemudian menyembunyikan wajahnya dalam dekapan tangan di atas meja.
"Dua."
Nara berjalan ke arah Sebastien dan memperlihatkan wajah cemberutnya. Sebastien berdecak kesal, "Apa gunanya kau memasang wajah itu? Jelek sekali." Gadis itu berkacak pinggang, "Untuk apa juga aku memasang wajah ceria untuk orang arogan sepertimu."
Sebastien mengangkat alisnya. Gadis ini cukup berani untuk melemparkan kembali perkataannya tanpa ada rasa takut sama sekali. Dia terlalu berani dan juga terlalu bodoh untuk melihat situasinya di saat Sebastien memegang kartu joker yang sanggup memblok semua pergerakan gadis itu.
"Kau tidak ingat?" ucap Sebastien dengan nada mengancam. Nara cepat-cepat mengangguk ketika sadar apa yang dibicarakan oleh pemuda itu. Raut wajahnya dibuat seceria mungkin kemudian berkata, "Apa yang kau perlukan kali ini, Master?"
"Ikut aku ke kantin."
"Tapi ini masih jam pelajaran keempat. Itu berarti masih ada-"
"Diam!"
Sebastien berdiri dan diikuti oleh kedua sahabatnya, Robi dan Wawan. Dia berjalan ke arah pintu lebih dulu kemudian tersadar Nara tidak mengikutinya.
"Kinara!"
"Yes, Your Highness," sahut Nara kemudian berlari menyusul Sebastien menuju kantin.
Tidak banyak siswa yang berada di koridor selama mereka berjalan, bahkan bisa dihitung dengan jari. Nara selalu kagum dengan pemandangan ini. Dia heran, cara apa yang dipakai sekolah ini sampai siswa-siswinya taat dengan peraturan. SMA Anuradha memang pantas jika diberikan predikat sebagai sekolah terbaik di kota ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
2D or 3D?
Teen FictionBagaimana rasanya menjadi heroine dalam anime reverse harem? Bagaimana sensasinya ketika dikelilingi oleh pria-pria yang kadar ketampanannya sangat tinggi? Apalagi dikelilingi vampir yang ketampanannya melebihi tingkat dewa! Pertanyaan semacam itu...