Bagian Satu

171 15 5
                                    

Agustus 2011

Hari ini panas, sungguh. Aku bergerak tidak nyaman di kursiku, di deretan paling depan dari bus ini. Kebetulan saat naik tadi semua kursinya hampir terisi penuh. Akhirnya ya seperti ini. Aku membayangkan orang-orang melihatku seperti ikan mas di dalam akuarium dari luar sana, memalukan.

Bus ini ber-AC, tetapi sekali lagi kukatakan ini panas. Mataku panas, badanku panas, dan hatiku juga panas.

Ah, kalimat terakhir itu membuat hidungku seperti tersumbat kelereng, pengap.

Aku melirik lagi ponsel di tanganku. Layarnya masih menyala. Di sana ada jawaban dari semua rasa panasku. Aku membacanya sekali lagi.

Kita putus aja, ya? Aku gak mau orang-orang nanti bilangnya aku gak peduliin kamu.

Mataku sepertinya kelilipan, atau mungkin aku menguap secara tidak sadar? Aku mengusap pipiku cepat, tidak ingin ibu-ibu yang duduk di sampingku merasa aneh dengan apa yang aku lakukan.

Isi SMS itu akhirnya membuatku mengerti, kenapa hampir selama sebulan ini Arif seperti menghindariku. Kami seperti kehilangan kontak dan menjadi canggung ketika mulai berkomunikasi lagi.

Tanganku gemetar mengetikkan sesuatu di ponsel. Mencoba memilih kata-kata yang tepat, tetapi hanya kata 'Yaudah' yang berhasil kuketik. Aku berpikir sejenak sebelum memutuskan menekan tombol send.

Akhirnya, cinta masa putih biruku benar-benar berakhir hari ini. Satu tahun mengenalnya tidak bisa dibilang sebentar. Dia baik dan menyayangiku sepertinya. Hanya saja, dia lebih menakuti pandangan orang daripada membiarkannya dan mempercayaiku. Kami mulai merenggang sejak resmi lulus dan sama-sama memilih melanjutkan sekolah di tempat yang cukup jauh. Sepertinya dia tidak menginginkan yang namanya LDR, alias Long Distance Relation****.

Maaf mengumpat.

Aku tersadar dari lamunanku ketika ada satu lagi pesan masuk,  dari Arif. Segera aku membukanya.

Maaf...

Ah, ini membuatku semakin sesak. Kelereng di hidungku rasanya bertambah lagi. Keran air di mataku sepertinya macet, tidak bisa ditutup. Aku menunduk.

Hari ini, bus ini, menjadi saksi bahwa aku menjadi perempuan malang yang diputuskan pacarnya ketika sedang naik kendaraan umum.

.
.
.

Ini tulisan yang terbentuk saat galau karena tugas 😆

Dimohon untuk memberikan kritik dan sarannya yang membangun. Terima kasih dan semoga suka :)

0.1% Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang