LAUTAN MANUSIA memenuhi lapangan indoor. Gema tepuk tangan dan seruan antusias terdengar. Ini sudah hari ketiga tahun ajaran baru bagi murid-murid SMA Jaya Bangsa. Seperti kemerdekaan bagi angkatan baru sebab dua hari kemarin cukup melelahkan. Mencari tanda tangan anak OSIS dan guru, membeli alat-alat OSPEK yang disuruh OSIS, dijemur di lapangan selama 3 jam mengikuti upacara pembukaan, dan kegiatan lainnya. Tapi kali ini mereka bisa merasakan duduk di dalam ruangan tanpa panas-panasan untuk menonton perkenalan ekstrakulikuler.
Sebagian tribun sudah diduduki murid-murid. Kebanyakan murid laki-laki duduk tidak di tribun, namun di bawah keramik pinggiran lapangan. Mata-mata berbinar terpancar seolah tidak sabar menanti penampilan. Tidak bisa dibohongi, tidak sedikit dari mereka menanti adakah kakak kelas yang tampan.
Banyak yang berlalu-lalang. Entah itu guru, beberapa anggota OSIS, ataupun mereka yang menjadi perwakilan ekstrakulikuler dan sedang menunggu giliran tampil. Beragam murid memakai pakaian khas ekstrakulikuler mereka. Sementara di salah satu sudut yang lapangan, dekat tempat duduk tribun, ramai sekali anak-anak taekwondo. Gelak tawa mereka terdengar karena sedari tadi salah satu kakak pelatih—Kak Jo—tidak hentinya menghibur. Katanya, supaya murid-murid ini tidak terlalu spaneng.
"Woi, bagi air putih!"
"Dih anjir ga modal!"
"Gue kebelet lagi sialan."
Kak Jo menggeleng-geleng. Ketika kepalanya berputar ke belakang, senyum sumringahnya melebar. Dua sosok yang ditunggu-tunggunya datang juga. Seorang perempuan dengan rambut diikat kuda bersama seorang cowok membawa handuk kecil di salah satu pundaknya. Kak Jo menepuk tangannya sekali sembari berseru.
"Whoaa! Ini dia dateng juga!"
Seruan Kak Jo membuat anak lain ikut menoleh. Saat melihat siapa yang datang, mereka ikut tersenyum.
"Lama banget lo berdua! Abis nge-date, hah?" Salah satu di antara mereka berceletuk. Agaknya kesal juga karena menunggu hampir satu jam tapi dua temannya itu tidak datang juga. Padahal mereka berdua mengisi barisan depan.
Kedua remaja itu tertawa kecil. Yang perempuan melempar satu gelas air putih kemasan ke laki-laki di sebelahnya. Setelah menangkap, laki-laki itu membalas uluran tangan Kak Jo, ber-tos ria.
"Gue tau lo semua pasti nungguin," kata si Cowok itu dengan alis tebalnya dinaik-turunkan. Tapi tidak lama mengaduh setelah jitakan dilayangkan Kak Jo.
"Davin anjir boker lama banget!" Si Perempuan yang sudah berdiri di antara tiga teman perempuannya berseru. Sontak, ucapannya membuat laki-laki pemilik nama Davin melotot. Sedangkan yang lainnya memasang raut tidak menyangka, lalu pecah tawa. "Lo semua bayangin, gue ke rumahnya jam enam. Dia udah mejeng tuh di kamar mandi. Katanya bentar lagi, nanggung. Gue tungguin sampe jam tujuh. Terus emaknya ngasih tau, dia udah mejeng dari jam lima. Kaki lo kaki besi, Dav?"
"Si Davin kebiasaan ego emang gitu. Eskul aja lagi serius-seriusnya, dia mules."
"Gak otak gak perut emang rada-rada."
Davin berkacak pinggang sembari menghela napas saat mendengar ledekan-ledekan itu. Wajahnya langsung berubah kesal, terutama kepada Riri. "Buka terus kartu gue, Ri. Teruus. Doa orang terzalimi dikabulkan, jangan lupa."
"Idih. Terzalimi-terzalimi palalu botak," balas Riri.
"Makanya jangan ditabung, Dav. Lo mah kebelet dari semalem baru dibuangnya pas pagi-pagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendship {New Version}
Teen Fiction"We're just some kids that born to depressed." -The Big Dreams Squad. *** Menyatukan sebelas kepala dalam satu kelompok sungguh tidak mudah. Mereka punya masalalu buruk. Mereka punya masalah sendiri-sendiri. Mereka punya trauma masing-masing. Tapi...