"Ah, kenapa Kei hebat sekali? Dia sungguh memikat!"
"Kau benar. Dia bagaikan seorang pangeran, ya?"
"Ah! Tapi menurutku dia lebih cocok disebut vampire tampan, dia dapat membuat siapapun tergila-gila! Aku rela memberikan darahku untuknya!"
DEG
"Vampire..."
Orlyn membeku ditempatnya. Tiba-tiba saja dadanya berdenyut sakit mendengar kata 'vampire'.
"Gadis bodoh," Orlyn berdesis sinis, membuat ketiga gadis itu menoleh, "Seberapa tampanpun vampire, tetap saja mereka musuh manusia." Orlyn mendecak, "Cih, sudi sekali kau memberikan darahmu untuk mereka."
"Orlyn!" Teriak Abby keras, Ia tidak suka melihat Orlyn selalu emosi ketika mendengar kata 'vampire', "Mereka hanya bercanda! Jangan menganggapnya serius!"
Orlyn terkekeh, namun kekehannya dengan cepat berubah menjadi seringaian jahat, "Aku tak menganggapnga serius, By. Aku hanya heran," Orlyn menggantungkan kalimatnya, "Aku hanya heran kenapa di dunia ini masih banyak orang bodoh seperti mereka."
"Kau anggap mereka bodoh? Lalu, kau sendiri apa? Percaya pada hal-hal yang sungguh tidak masuk akal."
Orlyn menoleh dan mendapati Kei berdiri tepat dibelakangnya, tengah menatapnya tajam. Orlyn menyeringai.
"Huh? Kata siapa hal itu tak masuk akal?" Orlyn berdecak sinis, "Itu sungguh hal yang sangat masuk akal, sayang. Jangan kau kira 'mereka' itu tidak ada di sekitar kita. Dan..." Lagi-lagi Ia menyeringai, "Mungkin saja kau termasuk salah satu dari 'mereka'," Ia berujar dingin kemudian berlalu. Meninggalkan semua orang dikoridor yang menatapnya ngeri.
"Ku harap kau tak mengganggunya." Kata Abby sembari tersenyum manis, "Karena kau sama sekali tak tahu menahu apa alasan dibalik Ia melakukan ini semua." Lanjutnya sebelum akhirnya Ia berlari menyusul Orlyn.
**
"Ada Abby?" Tanya Kei pada salah satu murid dikelas 2-3. Ia menjadi sangat penasaran dengan ucapan yang tadi pagi Abby katakan. Memangnya apa yang terjadi pada Orlyn? Kenapa Ia sangat membenci vampire?
"Kau mencariku?" Abby berdiri tepat didepan Kei, "Tumben sekali." Sambungnya dengan ekspresi heran.
"Bisa kita bicara sebentar? Ada yang ingin ku tanyakan padamu."
"Okay," Abby mengangguk, "Tapi tidak lama, ya. Ada yang harus ku kerjakan setelah ini." Ia tersenyum. Manis sekali.
Kei mengangguk paham. Dan mereka memilih untuk pergi ke taman belakang sekolah.
"Dia mempunyai masa lalu yang kelam. Orang tuanya terbunuh dengan bekas aneh di leher mereka. Bekas seperti gigitan taring yang tajam. Lukanya juga sangat dalam. Orang tua Orlyn segera dibawa kerumah sakit untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi pada mereka. Setelah diperiksa, hasil yang keluar sungguh mengejutkan, mereka sangat yakin bahwa itu bukanlah gigitan hewan atau manusia yang dengan sengaja untuk membunuh orang tua Orlyn. Tapi mereka yakin bahwa gigitan itu adalah bekas taring vampire,"
"Awalnya tidak ada yang percaya. Namun, ini sudah dipastikan oleh pemburu vampire, membuat semua orang percaya bahwa para vampire itu sesungguhnya ada. Dan hal itu segera disembunyikan dan dirahasiakan, bagi siapapun yang membeberkannya kepada orang lain, akan segera dihukum mati. Mungkin terdengar kejam, tapi begitulah keadaannya, dan hal tersebut juga harus dirahasiakan dari Orlyn yang masih sangat kecil waktu itu. Mereka tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan jika Orlyn mengetahuinya, karena sejak kecil gadis itu sudah menunjukkan sikap bahwa siapapun yang sudah membuat keluarganya menderita, mereka juga harus merasakan bagaimana penderitaan itu juga, atau kata lainnya, Orlyn adalah gadis yang pendendam."
"Tapi sayang, Orlyn saat itu sudah mengetahui semuanya tanpa disadari oleh siapapun. Semenjak itu, Orlyn sifatnya seketika berubah. Ia menjadi gadis kecil yang pendiam, dingin, dan bahkan terkesan kejam. Tak ada siapapun yang mengetahui apa penyebab Orlyn kecil yang manis berubah."
"Dan Ia memiliki dendam yang teramat kuat di dalam hatinya."
Kei terdiam mendengar penuturan Abby. Tiba-tiba hatinya terasa sakit, entah kenapa, Ia sendiri tidak tahu apa alasannya.
"Dendam untuk?" Kei bertanya dengan raut wajah sedih.
"Dendam untuk membalaskan semuanya." Jawab Abby sembari menghela napas, "Tapi asal kau tahu, gadis kecil itu memang pendendam, tetapi Ia sangat baik. Ia tidak mudah marah dan memasukkan perkataan pedas orang lain ke dalam hatinya. Ia orangnya sangat perhatian, namun, Ia bukan orang yang bisa menunjukkannya dengan baik."
"Kenapa kau tahu segala tentangnya?"
"Aku sepupunya," Abby menerawang, "Dulu dia adalah gadis yang ceria. Selalu tersenyum dalam keadaan apapun.Tapi semenjak kejadian itu, aku seakan tak menemukan Orlyn-ku lagi." Abby mendesah sedih.
Kei terdiam. Sekarang Ia tahu alasan penyebab gadis itu menjadi seperti itu.
"Dia..." Abby menggantungkan kalimatnya, "Ia sangat kesepian."
**
Orlyn menghentikan permainan biolanya. Ia menoleh kearah pintu ruang kesenian yang tertutup rapat. Ia tersenyum samar dan melangkahkan kakinya ke depan pintu masuk.
"Mau sampai kapan kau berdiri disini?" Tanya Orlyn yang membuat Kei terkejut.
Kei menyunggingkan senyumannya yang membuat Orlyn mengernyit heran, "Kau menyadari keberadaanku?"
"Hm," Orlyn mengangguk pelan, "Masuklah." Ia mempersilahkan Kei untuk masuk ke dalam ruang kesenian. Kei membelalakkan kedua matanya melihat keadaan di dalam ruang kesenian.
"Siapa yang mendesain ruang kesenian ini?" Tanya Kei takjub, "Ini sungguh liar biasa!"
"Jangan berlebihan," Komentar Orlyn pendek, "Aku mendesain ruangan ini ketika waktu senggang."
"Kau yang mendesainnya?!" Orlyn mengangguk, "Wow! Kau punya jiwa seni yang sangat tinggi. Dan juga, permainan biolamu tadi sungguh menakjubkan."
"Thanks," Orlyn menatap Kei, "Ada urusan apa kau datang kesini?" Tanyanya to the point. Ia paling malas untuk berbasa-basi.
Kei tersenyum tipis, "Kau bukan tipe yang suka berbasa-basi ya," Ia terkekeh pelan, "Kedatanganku kesini... I want to be your friend,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Vampire
VampireBanyak yang tidak mempercayai bahwa makhluk penghisap darah itu ada. Aku mempercayainya karena aku mempunyai alasan tersendiri untuk percaya kehadiran mereka di muka bumi ini... Kehadiran mereka bukan hanya sekedar mitos, namun sebuah kenyataan.