- 30 menit kita disini
tanpa suara -"Jadi bagaimana Fid?"
Kulihat Fida tengah menggigit ringan permukaan bibir bawahnya. Matanya melirik gelisah ke segala arah, menghindari tatapanku.Beberapa kali ia bergerak gelisah di sofa tempat duduknya. Helaian krudung pashmina kelabu miliknya terkibar perlahan terkena hembusan angin lembut.
Kami tengah berada di sebuah restoran cepat saji, 3 kilometer dari kantor.
Kita sudah disini sejak lama, tapi kenapa tidak ada lontaran kata yang terjawab.
"Dengar, Fid, ini sudah, entahlah ke berapa kalinya aku mengatakan padamu. Maksudku, jika kau tidak bersedia menjadi partner kerjaku untuk besok wawancara di kantor dinas, tinggal bilang saja", ujarku
Dia sedikit terkejut, tetapi langsung dihilangkannya.
"Maksudmu, selama ini?-" ia pun menggantung pertanyaannya, aku menghela nafas. Mencari celah agar bisa menghentikan kecanggungan yang tengah terjadi.
"Ya, selama ini aku ingin mengatakan itu, namun kau selalu menghindar dengan alasan yang berbagai macam. Bahkan saat ini, aku mencoba bertanya kepadamu, tapi kau malah enggan menatapku"
Fida mengubah posisi duduknya, ia sedikit merilekskan tubuhnya
"Ini tugas dari kemarin, kalau kau tidak mau tidak apa-apa, aku bisa mengajak Resti-"
"Jangan! Aku saja!" Sergahnya
Aku menatapnya bingung, apa-apaan orang ini?Fida mengendikan bahunya, "maksudku, aku akan bertanggung jawab bila memang tugasku. Dan maaf kalau aku salah menafsirkan kejadian beberapa hari ini, bos"
Aku menatapnya, sementara ia salah tingkah, memijat pergelangan tangannya, kakinya mengetuk lantai beberapa kali sebelum ia beranjak berdiri.
"A-aku, ijin pamit. Aku harus menemui klienku untuk reservasi tempat"
Ia pun meninggalkanku yang hanya menatap kosong tempat duduknya.
Menggeram pelan, ada apa denganku?Seharusnya mengatakan hal 'itu', tapi rasanya aku malu. Tidak sanggup untuk bernafas, jangankan begitu, untuk berbicara dan menatap matanya butuh seluruh kekuatan.
Aku menstabilkan pernafasanku, sungguh ini mendebarkan.
Getaran di saku celana kurasakan, panggilan telepon masuk darinya. Ada apa lagi?
"Iya, Fid?"Tuut... tuut....
Dimatikan? Apa-apaan dia?
Ah, ya sudahlah. Lagipula aku juga harus menjaga harga diri dan kharismaku sebagai atasannyaLangsung saja aku beranjak pergi menuju ke tempat parkir setelah ku tinggalkan 2 lembar uang hijau sebagai tips
Drrtt.. drtt..
Notifikasi pesan muncul,
'Maaf tadi kepencet, bos'Selalu saja, bos, bos, bos.
Well, aku tau bahwa aku memang bosnya, tapi rasanya saat dia memanggilku bos ada bagian lain yang hilang. Berbeda saat kita dulu pertama bertemu, mengucap say-hello dengan panggilan 'mas' dan 'adek' lebih enak didengar daripada panggilan bos