Ternyata, perkenalan bertahun-tahun tidak menjamin cinta bisa hadir. Juga tatap muka yang begitu sering tak menjadi pembuktian, bahwa cinta akan tumbuh tanpa diminta. Dulu, aku selalu percaya itu. Bahwa cinta butuh tatap mata, bahwa cinta butuh perjumpaan nyata. Dan, cinta butuh sentuhan ringan, mungkin pelukan, kecupan, atau sedikit bisikkan yang menggelitik telinga. Awalnya aku percaya itu semua, sampai pada akhirnya aku mengenalmu.
Begini, semua terjadi tanpa kita minta bukan? Kita juga tak berencana untuk saling mengenal. Semua terjadi. Begitu saja. Tanpa pernah kita mengetahui kelanjutan perkenalan ini. Tulisan dan sapaan hangat di aplikasi chat bernama BBM itu menjadi modal awal perkenalan kita.
Aku tahu ini bodoh, terlalu banyak perasaan asing yang mulai meremas dan menguras hari-harimu dan hari-hariku. Ada banyak cerita yang sepertinya tak mampu lagi diwujudkan dalam kata, hinga sesekali aku dan kamu wujudkan dalam pertemuan tak sengaja. Perasaan itu seperti berlomba-lomba merusak otak dan hati, hingga bibir kita kelu dan malu-malu untuk menyebutnya; rindu.
Karena terbiasa dengan sapaan ringanmu yang berwujud chat itu, karena mulai nyaman pada sapa hangatmu di ujung telepon, kau dan aku seperti menemukan satu hal yang selama ini sempat hilang. Begitu tergodanya kita, hingga segalanya berlanjut pada komunikasi intensif dibumbui rasa cemburu. Pantaskah jika aku dan kamu mencapai titik ini? Terlalu cepatkah jika kita menyebutnya cinta?
Sebenarnya, tidak banyak yang aku ketahui tentang cinta. Selain aku begitu suka mendengar suaramu yang kental dengan logat Betawi itu. Aku begitu mudah menyimpan harap pada setiap bisikanmu yang selalu berhasil menenangkanmu. Aku rajin menatapmu dari bangku tempat dudukku di kelas. Aku pengagum tatapan matamu. Dan, kini, kauseperti matahari, yang sinarannya kutunggu untuk menghapus mendungku. Salahkah jika aku menaruh harapan penuh?
Oke, lupakan, aku tahu kamu sangat benci berbicara tentang hal-hal yang serius. Seperti yang kaubilang dalam perkenalan awal kita, "Biarkan semua berjalan apa adanya, tidak perlu keseriusan apapun, tidak perlu status apapun. Karena dengan tidak terikat apapun, maka kita tidak akan merasa kehilangan apapun."
Dan, aku pada akhirnya setuju untuk meng-iya-kan segalanya. Memang terlalu terburu-buru jika aku menyebutnya cinta. Aku sendiri tak pernah tahu mengapa aku begitu mudah suka pada wajahmu. Mengapa aku mudah mengagumi cara bicaramu dengan logat Betawi itu. Mengapa aku begitu tertarik membahas tempat asalmu, Tanjung Priuk, sambil bercanda dan tertawa ketika mendengar leluconmu. Mengapa aku begitu cepat merasa bahwa kita punya banyak kesamaan?
Kutatap lagi matamu dalam-dalam, sinar mata yang kini makin lama makin kugemari. Jika ini bukan cinta, salahkah jika aku menaruh harapan penuh padamu? Salahkah jika kukagumi seluruhmu, meskipun kita sekarang aku terkunci dalam status hanya temanmu? Kini, kausudah jadi matahari, yang menghapus mendungku selama ini.
Benar, kita tak saling memiliki. Benar, semua terjadi seperti mimpi. Benar, semua (mungkin) hanya ilusi. Kita terjebak situasi, dan terlalu percaya bahwa cinta telah hadir di tengah-tengah kita, mengisi sudut-sudut hati yang sempat dingin. Begitu sulit menganggap segalanya hanya permainan, yang suatu saat akan berakhir; entah dengan akhir yang kusukai atau kubenci. Tapi, bisakah jemariku mengendalikan akhir dari permainan? Atau aku pasrah saja pada keinginanmu, kelak, untuk melanjutkan atau mengakhiri segalanya. Karena sebagai yang tidak diberi kejelasan, aku tidak berhak untuk menuntut penjelasan juga alasan.
Jika semua hanya permainan, jika semua hanya berkaitan dengan yang instan, lalu mengapa kauseperti memperhatikanku dengan perhatian mendalam? Apabila semua hanya ilusi, mengapa kauselalu datang dan kembali ke mari? Apakah ada hal spesial yang membuatmu terus ingin berlari ke arahku? Tapi, sungguh akhir cerita ini akan memuakan, jika sebenarnya hanya aku yang memperlakukan semuanya dengan serius. Dan, ternyata kamu memang sedang bermain-main, sedang meloncat dari satu hati ke hati lainnya.
Sungguh, aku tahu kita memang belum sepenuhnya bersama. Tapi, entah mengapa, aku merasa takut kehilangan.
****
- Udah baper baca teaser buku #SetelahKamuPergi belum lengkap bapernya kalau belum punya buku #SetelahKamuPergi :)
- BUKU TELAH TERBIT di GRAMEDIA, TOGAMAS, TM BOOKSTORE, dan GUNUNG AGUNG :) SILAKAN DISERBU JANGAN SAMPAI KEHABISAN
- Pembelian via online dengan edisi langka bertanda tangan aku, bisa pesan di SMS/WA: 0822-6102-2388 atau hubungi LINE: @vaf5655t (saat search username Line, ketik @ terlebih dahulu, baru ketik vaf5655t)