"Hei."
"Yo?"
"Boleh nanya?"
"Tuh udah nanya."
"Serius."
"Haha iya iya. Ada apa?"
"Kenapa?"
"Hah?"
"Kenapa aku susah relain kamu pergi?"
"Ya, nggak tau."
"Padahal mikirin kamu setiap hari nggak enak. Soalnya ngundang rindu."
"Yaudah, nggak usah mikirin aku."
"Aku juga nggak mau tuh mikirin kamu. Tapi pikiranku nakal, selalu aja mikirin kamu."
"..."
"Oiya."
"Apa?"
"Maaf ya?"
"Hah?"
"Kok hah?"
"Maaf kenapa?"
"Maaf udah baper sama kamu."
"..."
"Harusnya dari awal aku mikir, nggak seharusnya aku hadir di antara kalian. Harusnya aku mikir, aku hanya jadi temen chat."
"..."
"Maaf ya? Aku terlalu bodoh. Aku semakin baper waktu kamu bilang 'aku suka kamu, kamu suka aku, kita sama-sama suka' waktu kita udah rutin chat sebulan. Harusnya aku paham, kamu bercandaan aja."
"..."
"Maaf, seharusnya aku nggak bodoh. Harusnya aku paham, kamu liatin aku karena punya mata dan jailin aku karena aku enak dijailin. Iya kan?"
"..."
"Maaf, aku seharusnya nggak bodoh, pernah berpikir seandainya waktu itu aku nggak ngambek karena hal sepele, mungkin kita masih deket sampai sekarang."
"..."
"Harusnya aku sadar, gimanapun, akhir kita ya begini. Karena aku bukan siapa-siapa, hanya temen chat. Karena aku nggak pernah sekalipun dipandang spesial di matamu."
"..."
"Maaf ya? Harusnya aku nggak baper. Harusnya aku sadar, kamu kayak gitu ke semua perempuan yang menarik di matamu."
"..."
"Maaf aku jatuh cinta terlalu dalam sama kamu. Ini nyaris jadi tahun ketigaku. Maaf beribu maaf, kalau saja rasaku dirasa mengganggumu."
"..."
"Aku terlalu bodoh, tolol, atau apapun itu. Karena perasaanku, aku jadi nyakitin banyak hati. Dan pada akhirnya, aku juga banyak menyakiti hatiku sendiri."
"..."
"Tapi aku udah terlanjur jatuh cinta sama kamu. Aku nggak bisa berhenti, dan aku nggak tau caranya untuk berhenti. So, can you tell me how to stop? Can you tell me how to unlove you?"
"..."
"Kamu tau apa yang paling aku suka dan aku tunggu ketika awal jatuh cinta padamu di semester satu? Ketika pulang setelah ekstra basket, naik sepeda, bareng kamu."
"..."
"Dan kamu tau apa yang paling aku benci di semester-semester setelahnya? Hanya mampu menatapmu dari bangku deret belakang, kedua dari kiri, menyaksikanmu berlaku manis terhadapnya."
"..."
"Hahaha, bodoh ya aku? Masa aku pernah cemburu sampai nangis di tengah hafalan tahfidz hanya karena liat kamu yang keliatan deket banget sama temen sekelas kita."
"..."
"Aku bodoh ya? Bisa-bisanya masih mau berjuang untuk kamu, padahal aku tau dengan pasti, kalau aku berjuang jelas akan sia-sia; karena kamu tetap nggak akan 'mandang' aku lagi."
"..."
"Aku bodoh banget. Bisa-bisanya aku ngerasa seneng waktu kamu bilang 'you are my only panda' atau ketika kamu manggil aku dengan sebutan 'pandaku', padahal pasti sekarang panda nggak ada artinya lagi buat kamu, iya kan?"
"..."
"Kamu tau apa yang aku rindu? Ketika kamu menatap mataku, mencolek dagu-pipi-atau hidungku, mengelus rambutku, dan mendekapku. Singkatnya, aku rindu menghabiskan waktu bersamamu."
"..."
"Oh, selain itu, aku juga rindu ketika kamu marah saat aku malas makan. Atau ketika kamu mencariku ke teman dekatku saat whatsapp untukku hanya centang satu."
"..."
"Terima kasih pernah singgah dalam kanvas kehidupanku, kemudian melukiskan warna-warni di dalamnya. Meski pada akhirnya, kamu mencoretnya dengan warna abu-abu."
"..."
"Terima kasih pernah hadir dan mengajariku hal berharga dan bermakna. Terima kasih pernah menjadi bagian dari skenario hidupku, menjadi peran utama di dalamnya."
"..."
"Kamu tau? Kamu akan selalu menempati satu sudut hatiku, meskipun nanti aku mungkin telah rela akan pergimu, rela melihatmu bahagia dengan perempuan manapun."
"..."
"Last thing."
"Apa?"
"Aku cinta kamu."
♧♧♧♧♧
Seandainya saja, aku mampu mengirim pesan-pesan yang aku bold di atas. Karena rasa ini kian menikamku. Dan rindu ini menyeruak, meminta dimanjakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Ain't a Love Story
RandomPercayalah, ini bukanlah kisah cinta yang (mungkin) kau harapkan. Hanya sekedar kumpulan aksara yang menggema dalam benak tentang laraku dalam mencintainya.