Chapter 3

3.6K 306 29
                                    


Alarm membangunkanku, dan aku bergegas mandi. Lalu berpakaian, memilih kemeja berwarna biru dengan renda di bagian depan dan rok pensil berwarna gelap. Saat aku menyisir rambutku pintu di ketuk.

“Ya.” Aku keluar

“Bu Catherine, pesanan untuk anda.” Pria berkulit gelap menyodorkan sesuatu di bungkus plastik putih.

“Permisi” pria itu pergi meninggalkanku yang masih melongo di depan pintu. Lalu aku masuk membawa bungkusan itu. Dan membukanya. “bubur ayam?” ku baca kotak bubur ayam itu. Sepertinya bukan bubur ayam pinggir jalan. Ponselku berbunyi “bib” sekali dan aku berlari untuk melihatnya. Sebuah pesan singkat.

“Makan buburnya, minum obat, dan pergi interview. Semoga beruntung. Christ”

Aku tersenyum membaca pesan itu, semangat hidupku seperti naik beberapa tingkat. Lalu aku segera menyantap bubur itu. Dan meminum pil ku. Pesan singkat dari Christ menjadi mood booster yang sagat ampuh. Aku merasa begitu sehat pagi ini.

“Christ kau membuatku terharu,dan aku hampir menangis. Terimakasih” Aku menekan tombol kirim. Dan beberapa detik kemudian ada balasan lagi.

“Simpan air matmu, jika kau menangis kau akan tampak jelek saat interview” Balas Christ.

“Aku yakin aku mampu membuat bos baruku terpesona” Aku membalasnya sekali lagi.

Dan dia tidak merespon jawaban terakhirku. Aku bergegas keluar dari apartment. Berbekal sebuah kartu nama.

Supir taksi yang sudah begitu paham jalanan di Jakarta, segera melaju menembus kemacetan Jakarta. Aku tiba di sebuah tower, mendongak keatas dan begitu gugup. Oh ini adalah pengalam bertamaku melamar kerja di negaraku sendiri.

“Baiklah Catherine, mari kita mulai.” Aku menasehati diriku sendiri.
Aku naik ke lantai 30 dan ada sebuah loby dengan meja resepsionist yang lebar dengan design modern minimalis. Aku mendekati seorang wanita yang duduk di balik meja itu. dan dia berdiri menyambutku.

“Selamat datang, sudah ada janji sebelumnya?” seorang receptionist muda dengan tubuh tinggi dan rambut di sangul rapi menyapaku.

“Catherine Wiardi, interview jam sepuluh.” Aku terseyum padanya. Dia tampak mengecek pada layar monitornya. Lalu telepon di sampingnya berdering.

“Baik.” Hanya itu yang keluar dari mulutnya.

“Tunggu sebentar. Silahkan duduk dulu” dia menatapku dan mempersilahkan aku duduk. Aku berjalan ke sudut ruanan dan menemukan sebuah sofa berwarna putih di sampingnya sebuah tv plasma dengan layar yang sangat lebar sedang menampilkan Discovery Chanel. Lalu seorang wanita muda lainnya datang menghampiriku.

“Catherine?” dia meyodorkan tangannya.

“Ya.” Aku menyambutnya,

“Emily.” Dia menyebutkan namanya.

“Mari ikut saya. Anda sudah di tunggu.” Emily melanjutkan, dan dia berbalik, tersenyum pada wanita di balik meja receptionist dan berjalan menuju lorong. Aku mengikutinya. Kami berpapasan pada beberapa pegawai. Dan semuanya berpenampilan rapi. Emily berhenti saat dia berdiri di depan sebuah pintu.

“Silahkan masuk.” Dia membukakan pintu itu untuku.

“Pimpinan kami akan segera menemui anda.” Emily tersenyum padaku dan aku berjalan memasuki ruangan itu. Ruangannya cukup besar.
Ada sebuah meja panjang dari  kayu alam  yang kokoh berwarna coklat gelap. Dengan 12 kursi mengitarinya. Aku memilih salah satu kursi untuk duduk. Dan menikmati pemandangan diluar gedung dari dinding kaca di sebelah kiriku.

Clara & Christ #Googleplaybook #JE Bosco PublisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang