Mengulang Lakon - 2

188 13 21
                                    

Pria terakhir, masih menindih tubuhnya dan bergerak dengan beringas. Sudah tak dirasakannya sakit, tubuhnya sudah mati rasa dengan sendirinya. Kemudian ia mendengar suara lenguhan tertahan dari si pria terakhir, tanda kepuasan syahwat sudah tuntas. Ia masih diam dengan posisinya, sudah tidak ada daya walau hanya untuk sekedar menggerakan satu jemarinya saja. Kemudian rambutnya ditarik, membuatnya terpaksa bangun dengan meringis karena kesakitan yang datang lagi.

"Buatkan kopi, cepat! Dan jangan lupa, campurkan sama minuman yang ada di meja. Cepat!" perintah si pria terakhir yang kemudian melemparkan tubuh kecilnya sembarangan, yang untungnya justru kembali jatuh di atas tempat tidur. Si pria sudah berlalu meninggalkan kamar, mengikuti dua lainnya.

Tiba-tiba, ia merasakan sentuhan tangan yang sama kecilnya dengan tangannya. Ditatapnya si empu tangan dan ia tersenyum. Itu adalah sahabatnya juga pelindungnya. "Maafkan aku. Aku terlambat. Aku akan menyelesaikan semuanya. Tidurlah," ujar sahabatnya, dan ia menurut.

***

Alice terjaga dari mimpi buruknya, tubuhnya merasakan kesakitan juga kelelahan yang amat sangat. Ia melihat sekeliling dan mulai kebingungan. Alice terbangun bukan lagi di atas tempat tidurnya, melainkan di lantai. Itu bukan kamarnya, melainkan kamar lain yang ia tak tahu kamar siapa. Kembali Alice menggigil, matanya nanar mencari-cari Alan.

"Alan ... Alan ... ALAN!" jerit Alice kemudian.

"Sttt ... Alice ... ini aku," jawab Alan, yang tiba-tiba sudah duduk bersimpuh di hadapan Alice.

Alice melihat wajah Alan yang merah, juga pakaiannya atau bahkan seluruh tubuhnya adalah merah. Alice bergidik ngeri, dengan gugup, Alice mencoba memegang wajah Alan. "Ini ... ini ...." Alice tidak meneruskan kalimatnya, wajahnya mulai menunjukkan kepanikan.

"Ini darah mereka, Alice," jawab Alan.

"Mereka berencana untuk menidurimu lagi, sama seperti dulu. Dan ibumu menyetujuinya, bahkan ia tertawa girang," lanjut Alan.

Alice terkejut, matanya terbelalak, diedarkannya pandangannya sekali lagi. Darah ada di mana-mana, bahkan juga di pakaiannya sendiri. Alice melihat seorang pria dalam posisi tertelungkup dan kepalanya yang terputar aneh. Di dekat si pria, terdapat satu potongan tangan yang jari jemarinya sudah tidak lengkap lagi.

Di dekat tempat tidur, terlihat si wanita pemilik penginapan dalam posisi terduduk di lantai dan bersandar di tepi tempat tidur. Di lehernya terlihat irisan panjang juga dalam, mulutnya terbuka lebar, tetapi lidahnya sudah tak ada lagi, mungkin sudah teriris. Salah satu mata si wanita sudah hilang, tersisa rongga gelap yang dalam, sedangkan mata satunya masih ada, membelalak tajam dan langsung menatap ke arah Alice.

"Mama ... mama ... ma ...," panggil Alice dengan lirih. Perlahan didekatinya wanita itu, dibelainya wajah si wanita dengan lembut dan air matanya jatuh tak terkendali.

"Kenapa, Ma? Apakah ini sakit, Ma? Apakah Mama bisa melihatku? Tunggu sebentar, mungkin Mama butuh mata yang lengkap." Alice menunduk dan mencari-cari di sekitar si wanita, sampai akhirnya ia menemukan apa yang dicarinya, berada di bawah kolong meja rias. Dengan senyuam senang, Alice kembali mendekati si wanita. Ia mencoba memasukkan kembali salah satu mata yang tadi lepas.

Mata itu terpasang aneh, justru terlihat semakin mengerikan, tetapi Alice tersenyum senang. "Ma ... apakah Mama sudah melihatku utuh? Mama sudah bisa mengenaliku lagi?" Senyum Alice semakin mengembang. Dibelainya terus wajah si wanita, begitu juga kepalanya.

"Ma ... dari dulu, aku ingin begini, Ma. Aku ingin Mama membelaiku, menyayangiku, seperti yang aku lakukan saat ini. Tapi ... tapi kenapa, Ma? Kenapa, Mama mengabaikanku? Kenapa, Mama tidak pernah bicara denganku? Apa salahku, Ma?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 17, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LAKONWhere stories live. Discover now