Waktu demi waktu terlewati. Tahun demi tahun terlampaui. Musim demi musim datang silih berganti. Tapi tetap saja, pria itu seperti manusia mati. Bernafas, tapi bagai tak bernyawa.
Sejak lima tahun lalu, kehidupan kelamnya dimulai. Hidupnya hanya untuk bekerja, makan, tidur. Dan jika ada waktu, dia akan pergi ketempat permainan judi untuk menggunakan uangnya.
Dia benar-benar tak terkendali. Emosinya akan dengan cepat memucak mencapai garis normal. Entah kenapa, tapi dia tak mempunyai tujuan hidup lagi. Yang ia pikirkan, ia hanya menyesali segalanya.
Yong Hwa pun malam ini memutuskan untuk pulang. Sudah terlalu larut untuknya bisa berkeliaran seperti srigala kelaparan. Dia berjalan, menyusuri setiap jalan setapak yang ia pijak.
Dulu...
Dia selalu suka jalanan ini. Saat dia bisa bertemu dengan Shin Hye dan lalu pergi sekolah bersama. Tapi itu dulu, berbeda dengan sekarang. Semua tentang kota ini begitu kelam. Tak berwarna, begitu gelap.
Dia memasukan digit demi digit kode, hingga pintu rumah menyuarakan bunyi 'klik' dan dia mendorongnya.
Lagi-lagi, ia merasakan perasaan ini. Sepi. Sunyi. Mati. Tak ada apapun, tak ada siapapun. Dia benci tempat ini.
***
Angin pagi berhembus kencang, mencoba menarik tirai dari celah jendela yang tak tertutup rapat. Pria itu mengeliat kecil, mengerjapkan matanya mencoba membiaskan cahaya yang masuk menelusup kedalam rentina.
Hingga dia kembali tersadar. Tempat sepi itu benar-benar mengerikan. Cucian baju menumpuk dan ia yakin sudah menjadi sarang nyamuk. Piring kotor bertebaran, diatas meja, dilantai bahkan di wastafel. Kantung-kantung sampah berjejer rapi didekat pintu, menunggu seseorang untuk membuang. Tapi dia tidak perduli, itu bukan urusannya.
Tapi, seandainya....
Shin Hye masih berada bersamanya. Ia yakin, jika ia yang akan dengan senang hati membersihkan semuanya dan membiarkan Shin Hye mengabiskan waktu bersama putri mereka. Tapi itu hanya angan. Hanya kata 'andai' yang benar-benar tak bisa lagi diharapkan.
Hingga bunyi bel menyadarkan lamunan panjangnya. Ia menengok pada jam diding yang tergantung. Ini terlalu pagi untuk seseorang bertamu kerumah orang. Tapi dia tetap bangun, dan berjalan gontai kearah pintu utama.
"Oh, eommoni..."
"Apa aku membangunkan mu ? Aku akan pulang jika aku mengganggu mu nak"
"Tidak eommoni, aku juga sudah bangun saat eommoni datang"
"Syukurlah" wanita itu tersenyum sangat manis. Padahal, didalam hatinya ia menangis. Merasa kasihan dengan menantunya. Yong Hwa terlihat lebih kurus. Kantung matanya begitu besar. Bahkan mata itu tak lagi berbinar.
"Ah, apa eommoni sendiri ?"
"Ya. Aku sendiri. Kalau begitu, bisakah aku masuk ?" Yong Hwa terkekeh lucu menyadari kebodohannya. Tapi dengan cepat merasa gugup saat matanya menoleh kebelakang mendapati rumahnya.
"Itu... Apa eommoni bisa menunggu ? Didalam sangat berantakan"
"Aku akan membantu"
***
"Bagaimana keadaan mu nak ?" tanya nyonya Park setelah mereka cukup terdiam lama.
"Aku sangat baik" nyonya Park mengangguk mengiyakan, meskipun dia tau pria itu berbohong padanya. Dia sedang tidak baik, bahkan terlihat sangat buruk.
"Syukurlah. Apa kau tidak mengambil cuti ?"
"Tidak eommoni. Aku senang dengan pekerjaan ku. Tuan Yoon memang menyarankan aku untuk berlibur. Tapi aku tidak tertarik"

KAMU SEDANG MEMBACA
Saranghae, appa !!! [Clannad After Story : YongHye Ver]
Fanfiction"Aku tahu kadangkala kita melalui hal-hal yang sulit. Tapi tak peduli apa yang terjadi, tolong jangan pernah menyesali waktu yang kita habiskan bersama." -FurukawaNagisa- "Kamu seperti benih bunga, kamu akan terbawa angin dan memulai perjalananmu. k...