Pembatalan

96 8 0
                                    

"kring... Kring... "

Telpon kantor berbunyi berulang-ulang. Tak ada yang mengangkat sama sekali,
Entah kenapa pagi ini Nicho ingin memasuki ruang kerja Sheila yang sudah kosong...

"kring... Krring.... "

terdengar kembali bunyi telpon.

"Halo... Dengerin ya kamu cewek yang gak jelas asal-usulnya!!
Kamu jauhin anak saya Nicho!!
Kamu gak pernah pantas bersanding dengan anak saya!! " suara seorang pria marah di balik telpon Cukup membuat Nicho terperangah.

"Apa maksud papa ?? Ini Nicho, Pa?? Sejak kapan Papa mengurusi hidup saya? ".

"Sejak kamu memutuskan menikah dengan wanita tidak jelas itu dan memilih meninggalkan Cindy yang sudah jelas asal usulnya!! ".

"Saya sudah dewasa Pa!! Saya berhak memutuskan hidup saya. Saya sudah turuti kemauan Papa, keputusan saya menikah dengan siapa bukan urusan Papa!! Sheila itu wanita baik, dia jelas, Pa... "

Pria itu memotong pembicaraan Nicho.

"Ingat ya Nicho, sebuah pernikahan itu perlu restu dari orang tua, lihat Mama mu yang dari kemarin tidak mau makan cuma gara-gara mikirin anak yang tidak tau di untung seperti kamu!!".

"Sampai kapanpun Mama tidak akan menginjakan kaki di pernikahan kamu. Sekalipun kamu dan perempun itu memohon, ingat di dalam katholik menikah itu cukup sekali Nicho..
Pikirkan dari sekarang!! ".
Tut... Tut... Suara Mamanya dibalik telpon mengakhiri pembicaraan.

Nicho tertegun menahan dagunya dengan tangan, dipandanginya satu foto dirinya dengan Sheila yang menjadi walpaper komputer..

Dia memikirkan hubungan nya dengan Sheila yang di ujung jalan..
Entah iya harus lakukan apa lagi sementara pernikahan sudah didepan mata, dua bulan terhitung dari sekarang.
Dipandanginya contoh kartu undangan yang akan segera disebar,
Diputarnya kembali saat bahagia bersama sheila dalam ingatannya..

Sheila yang selalu iya pandangi senyumnya, yang iya hapal ketika Sheila menyembunyikan beban hidupnya, raut wajah Sheila ketika iya menyembunyikan kebohongannya, Sheila yang orang yang kembali membuka hatinya yang patah dan kosong selepas kepergian Cindy yang tanpa kabar.
Sheila yang mampu membuat dia kembali menyayanginya melebihi sayang dia ke Cindy dulu.
Tapi kenapa cintanya yang tulus itu terhalang tembok pemisah yang jauh melebihin tembok Berlin.
Tidak ada yang mendukung sama sekali.
Bahkan semuanya seperti berusaha untuk memisahkan.

Yang sulit di lupakan ketika Sheila selalu mengajarkannya rendah hati.
Sheila selalu memarahinya ketika iya bersikap sombong terhadap karyawannya di kantor..
Perlahan sikap dingin Nicho mulai berubah hangat dan lembut.

Kini semuanya seperti menghilang, tergerus dalam lukanya sendiri.
Hati yang tulus itu seperti dihancurkan, dimusnahkan.
Tak di perbolehkan hidup lagi.
Ingin iya marah, memaki, tapi pada siapa?
Dalam palung hatinya yang dalam, masih sedikit tersisa rasa.
Dia menyadari bahwa iya mencintai kekasihnya.
Tapi sadar, seseorang yang iya cintai tak kan selamanya dalam genggaman.

"Sheila berhak bahagia... Aku rela.. " ucapnya dalam hati.

Di raihnya telpon.

"Halo selamat siang flowers wedding dengan nita ada yang bisa di bantu? ".
Suara indah seorang manager perusahaan wedding organaizer mengalun dipesawat telpon.

"Mba Nita, ini Nicho.. Saya mau batalkan resepsi pernikahan saya dengan Sheila di 28 februari nanti".

"Loh.. Koqdi batalin Pak? Serius? Ini udah 70 % Pak, apa gak sayang? Tempat sudah dibooking, DP yang sudah masuk tidak bisa kembali, belum catring dan banyak lagi yang sudah dibooking, apa Bapak mau undur tanggal aja? ".

Nicho terdiam sejenak..
Mengingat perkataanya, apa ini keputusan yang tepat?
Dia mengetukan jemarinya pada meja dengan bingung, sementara diseberang sana seseorang mengucapkan halo berulang-ulang...

Pada akhirnya ...
Dengan sangat terpaksa dan tanpa pikir panjang

"Ya mba... Saya batalkan saja. Soal uang yang sudah masuk itu Mba urus saja, saya tidak mau memikirkan."

"Bapak baik-baik saja kan?? Bapak sudah yakin dengan keputusan Bapak?"

"Saya sudah sangat yakin, terimakasih Mba Nita sudah mau membantu saya."

"Iya sama-sma, tapi Pak?

" Tut.. Tut... "
Tanpa banyak berbicara Nicho menutup telponnya.

Nicho berjalan gontai
Beranjak meninggalkan ruang kerja Sheila yang sesakan dada.
Bayangan Sheila yang memenuhi ruangan seakan berusaha membuat aliran darahnya terhenti.

Karena Kita BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang