chapter 2

3.8K 503 24
                                    

Mulmedia, Jacob bertrand as Kennedy Potter.

.

Aku memiliki keluarga yang lengkap. Kedua orangtua yang sempurna, satu adik lelaki yang tampan, uang yang banyak, ditambah perhatian dari orang popular di sekolah—mungkin ini sebabnya Tzuyu membenciku.

Actually, aku pikir, aku tak seburuk itu. Wajah bule-ku ini membantuku lebih mudah mendapatkan teman. Dulu, sebelum Tzuyu membenciku, aku memiliki banyak teman, dan entah mengapa, satu persatu mereka menjauh dariku semenjak aku diputuskan menjadi musuh utama Tzuyu di sekolah.

Bukan ingin menghina, tapi jika bandingkan Tzuyu dan aku, kupikir attitude-ku lebih sempurna di banding gadis bertutur kasar itu. Dia hanya mengerti bagaimana caranya menyakiti perasaan orang, dan mendapatkan teman banyak karena itu. Aku jadi heran, mengapa orang senang berteman dengan orang yang berkelakuan rendahan sepertinya, di banding mencari teman yang tulus berteman—hm sepertiku ... mungkin?

"Karen!"

Seseorang memanggilku, dan aku tak mengenalnya. "Hai, kau Karen, 'kan?"

Aku mengangguk ragu, sambil membalas senyumnya kaku. "Hmm itu namaku—I mean, yeah. Aku Karen, ada apa?"

Ia mengamit lenganku, kemudian tertawa—tampak bahagia—di sampingku. "Omo! Ternyata benar kau! Aku tak percaya bertemu denganmu. Kau Karen Petter, aku suka sekali dengan lukisanmu."

Wow, ia mengetahui soal lukisanku!

"It's Karen Robert Potter, actually," koreksiku. Kemudian aku menunduk sebentar padanya. "Terima kasih."

"Oh my god, kau teman pertamaku yang seorang bule," katanya dengan nada excited menggema di telingaku.

Teman?

"Aku Jae in. Kelasku dua kelas dari kelasmu, Kar." Dia memegang pundakku, lalu ia mengambil ponselnya dan ia berikan padaku. "Berikan nomormu,"katanya.

Aku mengetikan nomorku, dan ia memekik girang, lalu mencium pipiku sebelum pergi. "Aku akan menghubungimu, Karen." Ia melambaikan tangannya sembari berlari menjauh.

Kupikir, aku baru saja mendapat teman baru. Hehe.

***

Adikku, Ken, bocah empat belas tahun itu, lebih suka bermain game di ponselnya, dibanding bermain dengan teman sebayanya di luar rumah. Orangtuaku sedang pergi ke luar kota saat ini. Mereka memang sering meninggalkan kami, dan dalam sebulan, kami hanya akan bertemu mereka dua kali saja. Itulah mengapa, Ken sangat dekat denganku.

"Ken, kau berpacaran dengan ponselmu, atau bagaimana?" tegurku.

Ken menengok sebentar—hanya untuk memastikan bahwa aku yang menyapa—kemudian ia kembali berkutat dengan ponselnya. Dasar maniak ponsel!

"Ada apa?" tanyanya cuek.

"Apa kau sudah makan malam? Ingin makan di luar? Atau kumasakkan sesuatu?" tawarku sambil duduk di sebelahnya.

Ken menaruh ponselnya, kemudian menatapku. "Makan di luar saja, Kar. Ada resto yang ingin kudatangi," katanya kemudian.

"Baiklah kalau begitu."

***

Ken tampak berapi-api mengajakku pergi. Bocah itu langsung masuk ke dalam resto yang ia mau, dan memesan makanan sesukanya. Aku hanya tertawa melihat sikapnya yang sangat kekanakan, padahal wajahnya cukup manly untuk anak seumurannya kupikir.

Beberapa toko sebelum resto yang dituju, aku melihat toko mainan, dan sebuah rumah-rumahan kecil, menyita perhatianku, dan pada akhirnya menarikku untuk masuk ke dalam toko itu.

"Selamat datang di fairy thumb! Selamat berbelanja!" Seorang lelaki tua menyapaku, dan aku hanya tersenyum kaku.

Tokonya sepi, dan aku langsung masuk ke dalam tempat rumah-rumahan kecil tersebut berada. Rumah kecil itu, sangat bagus, furniture kecil di dalamnya menyita perhatianku karena terlihat menggemaskan.

"Kau suka yang satu itu? Aku akan menghadiahkannya untukmu, karena ini pembukaan tokoku." Lelaki tua yang tadi menyapaku, kini berada di hadapanku. Aku menatapnya tidak percaya.

"Sungguh?" tanyaku.

Lelaki tua itu tersenyum ramah, kemudian mengambil rumah kecil itu dan membungkusnya untukku. "Semoga kau bahagia," katanya untuk terakhir kali sebelum aku benar-benar pergi dari toko itu.

Wow, lelaki tua tadi itu, baik sekali! Aku memang bukan anak kecil, tapi memiliki benda seperti ini, bukan berarti aku anak kecil, bukan? Lagipula, i'm just sixteen, guys.

"Karen! Kau lama sekali! Makananmu sudah dingin, tahu!" oceh Ken ketika aku baru duduk di hadapannya. "Apa yang kau bawa?"

"Hanya hadiah,"jawabku asal, kemudian memakan makananku sebelum cacing perutku mulai berdemo—lagi.

D-1

To be continued

Jangan divote, dikomen aja:')

Thumbelina [Pindah]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang