chapter 6

2.8K 458 13
                                    

Sepanjang waktu, orang-orang menatapku dengan penasaran. Oh c'mon. Aku saja penasaran ada apa dengan diriku, hingga keberuntungan memihak padaku.

Baiklah, akan kuceritakan detailnya. Pertama, Jongwoon ssaem hari ini sama sekali tidak membahas soal masa lalunya. Gosh! Ini sudah seperti hujan badai di gurun salju. Aku bahagia sekali!

Kedua, aku melihat Tzuyu melihatku seperti orang kesetanan saat Jungkook berada di sampingku. Sudah kuduga! Ia pasti akan bersikap seperti itu ketika tahu murid baru—apalagi tampan—langsung dekat denganku yang notabenenya orang yang ia benci.

Terakhir, orang-orang di sekolah, mulai berbicara padaku, dan bahkan mengajakku mengobrol sedikit demi sedikit. Ternyata, Jungkook ada gunanya juga ya.

"Sudah kudengar, Dear. Jika ingin berterima kasih, berterima kasih saja." Jungkook menyedot banana milk-nya, kemudian menyodorkan nasi kepal yang telah ia buka kepadaku, "Makanlah sebagai tanda terima kasihmu," katanya lembut.

Deg deg

Oh tidak. Aku tidak boleh berpikir soal hatiku. Nanti kalau Jungkook mendengarnya bagaimana? Ada apa ini? Dimana sistem kebebasan berbicara di sini? Ini kehidupanku, mengapa aku harus menahan diriku untuk bicara bahkan hanya untuk di dalam hati?

"Aku tidak pernah menyuruhmu untuk tidak bicara dalam hati, Karen," kata Jungkook lagi sambil tersenyum padaku. Oke, yang satu ini sungguh membuatku—lumayan—suka dengan—omongan—nya.

Aku memakan nasi kepal yang telah ada di tanganku, kemudian menatap sekeliling kantin yang telah ramai menatapiku dengan Jungkook saat ini?

Ada apa? Apa kami semenarik itu untuk dilihat?

Oh ya, aku baru ingat. Yang mereka tahu; Jungkook adalah anak baru, humble person, tampan, dan tiba-tiba berpacaran denganku.

Ah astaga! Mengapa aku baru sadar soal itu!

Tapi, egois sedikit, tidak apa 'kan? Lagipula, Jungkook memang hadir khusus untukku. Tidak masalah orang bicara apa, aku hanya akan menjalankan kehidupanku sesuai yang kumau.

"Nice! Aku suka jalan pikirmu, Karen," kata Jungkook, lalu menepuk pucuk kepalaku pelan, yang lagi-lagi membuat jantungku berdegupan secara bersamaan.

What've just his done, to me.

"By the way, apa orang itu adalah gadis yang kau benci?" Jungkook menunjuk Tzuyu yang sedang menatap meja kami dengan sinis. Aku tertawa sambil menggelengkan kepalaku padanya. "Tidak Jungkook. Bukan aku yang membencinya, malah mungkin sebaliknya."

Jungkook mengangguk-angguk sok mengerti, kemudian berdiri dan mendekatkan dirinya ke telingaku. Ketahuilah, Jungkook duduk di seberangku, jadi ada meja sebagai sekat di antara kami berdua. Jungkook kemudian membisikkan sesuatu padaku, "Kau tahu, dia sedang bertanya-tanya dalam hatinya, bagaimana orang setampan diriku, bisa langsung berpacaran denganmu—oh dan sekarang ia sedang menyumpahimu, karena aku yang berbisik di telingamu seperti ini."

Aku tertawa sambil menatap Jungkook. Jungkook membalas tawaku dengan mengikuti cara tertawaku, hingga membuatku kembali tertawa lagi, dan tertawa, ah aku bicara apa sih?

Intinya, kami berdua saling tertawa bersama. Jadi begini ya, rasanya berteman?

"Baby, we're not just a friend." Jungkook memegang kedua tanganku, kemudian ia cium punggungnya, membekaskan rasa panas menjalar di setiap kulitku.

"Lalu apa? Kau sungguh jadi kekasihku?" bisikku.

"Apa menurutmu aku akan menjadi orangtuamu?" tanyanya balik, membuat aku kembali tertawa mendengarnya. Selera humornya lumayan bagus untukku.

"Tentu saja bagus, Dear! Aku hidup ratusan tahun untuk memahami manusia," jelasnya yang membuatku terkejut.

Ratusan tahun? Apa dia benar?

"Ya, aku sungguh-sungguh. Dalam ratusan tahun, kami dilatih untuk memahami kaummu. Aku harusnya senang saat tahu aku telah mendapatkan pekerjaan, dalam ratusan tahun selama aku hidup. Ya, sesungguhnya aku memang senang." Jungkook menjelaskannya dengan santai, membuatku terlarut dengan pembicaraannya.

Lalu, apa selama ini Jungkook tidak pernah menua?

"Sudah-sudah, pertanyaanmu simpan saja untuk nanti. Sekarang, habiskan makan siangmu."

Aku mengangguk mengerti, kemudian memakan nasi kepalku barusan.

Asalkan kami berdua tidak saling jatuh cinta, aku sih, tidak masalah.

To be continued

H-25

Thumbelina [Pindah]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang