"Jangan membenci seseorang, karena bisa jadi dia adalah jodohmu dan kamu berbalik mencintainya" -Bu Novi
-Kisah Kedua Vague-***
Beberapa minggu sudah terlewati, Dee sudah mengantongi ijin orang tuanya dengan syarat ia harus bisa mempertahankan nilainya. Tidak masalah, yang penting ia bisa masuk OSIS. Terlalu sayang jika ia melewatkan kesempatan besar ini. Sudah impiannya untuk mencoba mengubah sekolahnya yang tidak berkembang.
Keinginan menjadi terkenal tentu bukan motif utama Dee. Ia murni ingin berorganisasi, melatih kehidupan sosialnya agar dapat menjadi Dee yang lebih percaya diri. Kalau terkenal itu bonus, gak semua anak OSIS itu terkenl.Mereka bekerja juga di ruang rapat bukan saat upacara dan dipertontonkan semua siswa.
Keliling kelas untuk mengambil uang ta'ziah juga tidak menjamin. Orang ingin mengenal karena ia penasaran, jika kita tidak membuat mereka penasaran maka ia tidak ingin mengenal kita. Lagipula Dee juga cukup dikenal dan mengenal siswa di sekolahnya, bahkan sebelum menjadi OSIS. Satu-satunya hal menguntungkan dari terkenal adalah bukan karena followers IG akan nambah, melainkan Dee jadi punya banyak koneksi. Mau ke kelas sebelah gak usah malu, mau nanya banyak yang bisa ditanyain, mau minta bantuan, sah-sah aja.
Tapi walau begitu, Dee bukanlah tipe orang yang bisa dekat dengan orang lain. Dalam artian Dee tidak bisa menjadikan semua orang yang dikenalnya sebagai sahabat. Mungkin kalau sebatas basa-basi, Dee jago akan hal itu. Akan tetapi, untuk menunjukkan dirinya yang sebenarnya Dee tidak bisa.
Banyak orang mengatakan ia adalah anak baik-baik dengan kepribadian sopan dan pendiam. Namun bagi sahabat Dee seperti Daffa, Ira, dan Iis. Dee jauh dari kata itu. Dee kalau sudah berisik pasti akan menyamai tukang ribut di kelas. Kelakuannya cuek dan cenderung gak peka. Makanya ketika Iis memberi tahu riwayat orang yang suka padanya, jelas Dee tidak tahu. Ia bahkan tidak dapat menangkap kode dengan baik.
Setelah beberapa minggu itu pula, lebih tepatnya usai majlis ta'lim yang diadakan sekolahnya telah selesai, mereka berkumpul untuk mengadakan gladi resik. Tidak ada yang spesial, hanya menata posisi dan mengucapkan janji bersama-sama. Dan untuk pertama kalinya, Dee bertemu dengan Hamdan, partner satu sekbid dengannya.
Jujur Dee sendiri malas untuk bekerja sama dengan orang yang tidak dekat dengannya. Banyak teman sekelasnya yang menjadi anggota OSIS, tapi mengapa harus ia yang dipasangkan dengan Hamdan? Ia tidak yakin jika ia bisa dekat dengan pria itu.
Dee tidak mengingkari jika Hamdan tampan dengan wajah kuning langsat mendekati putih serta rambutnya yang sedikit panjang. Dee juga menyadari jika Hamdan lebih tinggi dari yang ia bayangkan. Jika diukur, Dee hanya sebatas bahu Hamdan. Namun bagi Dee ketampanan seorang Hamdan saja tidak berpengaruh untuknya. Nyatanya banyak teman laki-lakinya yang lebih tampan dibandingkan Hamdan, namun ia hanya bisa dekat dengan Daffa. Teman karibnya yang mudah baper akan hal kecil serta memiliki kisah cinta yang mengenaskan.
Kesan pertama bahwa Hamdan adalah orang yang cuek dan dingin juga dirasakan Dee. Mungkin karena baru bertemu makanya Hamdan jadi cuek begini. Bagi Dee, perlakuan Hamdan yang cuek pada pertemuan pertama tentu membuatnya menyimpulkan karakter Hamdan seperti apa.
Cuek dan dingin, Dee tidak akan cocok dengannya. Bagaimana bisa ia memiliki partner yang dingin seperti Hamdan? Apa yang akan terjadi pada sekbidnya? Dee bahkan tidak bisa membayangkannya lagi.
Gladi resik usai dalam sekejap mata. Hanya berlatih untuk memposisikan diri dalam barisan serta mengucap janji agar tidak terjadi kekeliruan. Dan Hamdan berada tepat di sampingnya sesuai urutan per sekbid.
Padahal Dee sudah berusaha untuk mengajak Hamdan bicara walau sebenarnya hanya menarik Hamdan untuk bersisian dengannya. Tapi Hamdan tetap tidak ingin membangun percakapan. Apakah harus selalu Dee yang memulai? Dee orangnya memang mudah akrab, tapi...kok ya Hamdan bisa-bisanya gak peka?
***
Hari senin telah dimulai. Hari dimana pr, materi, bahkan gosip baru dimulai. Untuk masalah pr, bukan hal yang baru jika Dee terlihat kelimpungan di kelas. Dee memang salah satu siswa terpintar di kelasnya, terlebih kelasnya adalah kelas unggulan.
Namun siswa pintar tak selamanya harus dituntut rajin, bukan? Selama bertahun-tahun hidupnya, ia telah menjadi anak rajin. Membaca buku, menjadwalkan aktivitasnya hingga pr tidak pernah terlewat. Memang ini fasenya untuk menjadi anak malas sebelum akhirnya kembali menjadi anak rajin di kelas 3.
Kebiasaan Dee untuk menyalin pr Ira, yang notabene merupakan teman sebangku Dee memang kadang-kadang suka keterlaluan. Tapi hubungan mereka timbal balik lah. Ibarat kupu-kupu sama bunga, mereka itu simbiosis mutualisme. Dee yang jago di pelajaran Bahasa Inggris, dan Matematika. Sedangkan Ira yang jago dalam pelajaran Ipa, dan hal-hal menghafal lainnya.
Kalau bagi Dee sih, mereka itu seatmate goal.Tapi hari senin tak selamanya menjadi hari senin. Bila ditilik lebih lanjut hari senin pada minggu ini bertepatan dengan tanggal 17 Agustus 2016 atau yang lebih tepatnya lagi bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia. Jadilah pemandangan sekolah Dee tampak sumpek ruwet, dengan siswa dan guru yang sibuk berlalu-lalang.
Terlebih momen ini digunakan sebagai ajang pelantikan OSIS yang baru. Disaksikan oleh seluruh siswa Sevarin. Memang biar lebih praktis dan efisien, sekolah Dee sering menggabungkan momen penting dengan upacara bendera. Kalau kata Dee sih, gak modal. Entah karena bagian kesiswaan kurang kreatif atau gak ada dananya, sebetulnya di mata Dee sama aja sih.
Suara Pak Wawan menyerukan agar para siswa segera berbaris. Biasanya setiap upacara bendera hari senin pasti dibuat 3 banjar per kelas, namun karena ada tambahan siswa siang, jadilah hanya dibagi 2 banjar per kelas. Berdirinya pun sempit-sempitan, untung lapangan sekolah cukup luas. Hebatnya mobil guru masih bisa di parkir di tempat lain. Sayang, percuma sekolah luas tapi bangunan sedikit. Murid banyak tapi kelas tidak mencukupi. Alhasil jadilah kelas pagi dan kelas siang, dan Dee bersyukur karena hanya mengalami 1 tahun masuk siang.
Masuk siang itu gak enak...disaat lagi terik-teriknya harus belajar di dalam ruangan yang hanya memiliki satu kipas angin. Disaat temen-temen lagi enaknya jalan-jalan ke mall, kita justru stress sama tugas guru. Tapi inilah lika-liku kehidupan, mau gak mau harus dijalankan dengan ikhlas.
Dan upacara pun dimulai. Hal yang cukup menarik untuk ditilik dari upacara ini tentu karena ada sedikit atraksi dari para paskibra. Semacam membuat formasi dan berjalan dengan sepatu pantofel hingga mengetukkan nada yang sama. Setidaknya hal tersebut mampu mengalihkan kejenuhan Dee barang sejenak. Sebelum akhirnya kepala sekolah yang sudah pasti menjadi pembina upacara membacakan sambutan menteri pendidikan. Sekitar dua lembar penuh sambutan itu dilalap habis olehnya. Belum lagi ditambah sambutan pribadinya, dan semua itu dipikirnya merupakan sambutan singkat.
Pendek cerita, saat upacara hampir usai, calon OSIS pun dipanggil satu persatu untuk maju dan melakukan pelantikan. Dan tentu saja Hamdan berdiri bersisian dengan Dee untuk yang kedua kalinya. Dee lantas hanya melirik Hamdan sekilas, sebelum akhirnya ia larut sendiri dalam pengucapan janji.
Ya, pada saat itu Dee bahkan belum menyadari siapa sosok yang dikiranya dingin dan cuek itu. Siapa tahu nanti Hamdan akan merubah pandangan Dee 360 derajat?
KAMU SEDANG MEMBACA
Vague
Teen FictionVague mengartikan dirinya sebagai ambigu. Sama seperti kita. Kau dan perasaanmu yang ambigu, dan aku yang bimbang dengan kejelasan antara kita. Vague mengisahkan tentang kisah cinta klise yang terlalu norak untuk dibicarakan. Gak muluk-muluk dengan...