Chapter 1.

13 2 0
                                    
















   Pukul sebelas siang, masih satu jam lagi menuju waktu istirahat. Itu membuat semua murid di kelas merasa jenuh, karena dari tadi seorang guru Matematika menjelaskan berbagai rumus 'sendirian' tanpa memedulikan muridnya mengerti atau tidak. Tapi tidak untuk pria yang duduk di deretan kursi nomor empat di pojok kanan. Ia mencatat rumus dengan senang hati, dan mencermatinya dengan baik.

'Kepada bapak Agus, silahkan menuju kepiket sekarang juga. Ada tamu yang ingin bertemu.' Sontak seluruh murid bangun dari lamunan mereka dan ber-yes dalam hati.

"Baik. Sampai disini dulu, nanti akan Bapak berikan tugas." Guru berumur kurang lebih empat puluh tahun keluar dan membuat seisi kelas bersorak gembira.

"Padahal gue belum ngerti yang itu." Pria itu memasukan buku Matematika kedalam tas yang hanya ia isi dengan satu buku, yaitu buku Matematika.

"Gangerti lo beda sama kita." Ujar seorang pria yang duduk di belakang Arkan, dia Gio, teman seperjuangan Arkan dari kelas satu SMA.

Arkan hanya terkekeh melihat ekspresi wajah Gio yang kesal dengannya.

"Cabut kuy." Ajak Nico, teman sebangku Arkan.

Mereka bertiga pergi ke kantin, membuat para 'penggemar' mereka bertiga, histeris melihat ketiga sosok pria layaknya baru turun dari surga. Arkan, Gio dan Nico memang sangat terkenal di sekolah mereka, tapi mereka tidak menginginkan itu.

"Eh tunggu." Gio berhenti, membuat Arkan dan Nico juga ikut berhenti di sampingnya.

"Satu, dua, tiga..."

"Kenapa sih?"

"LAH DAVA MANA." Tanya Gio yang sontak membuat Arkan dan Nico kaget.

"Berisik anjir." Jawab Arkan tidak peduli kepada Gio yang membuatnya risih. Arkan melesat pergi ke kantin dan meninggalkan Gio dan Nico.

"Kan, tungguin gue!" Nico dan Gio berlari menuju Arkan yang sedang diam, berbicara kepada seseorang dengan tatapan heran.

"Lah Dav. Kemana aja lo?" Tanya Nico yang masih mengatur nafasnya.

"Eh please bantuin gue." Itu Dava.

"Lo kenapa?" Tanya Arkan santai, seolah-olah hanya ada masalah kecil.

"Lo bertiga ikut gue."

***

Mereka sudah berada di lapangan basket, disana tidak cukup banyak orang jadi Dava bisa dengan leluasa mengungkapkan kekesalannya. Ya, Dava menghilang sejak pelajaran Matematika karena sedang mengurusi 'seseorang'.

"Lo tau kan gue baru jadian sama Kayla?"

"Tau lah. Kenapa si?" Tanya Nico penasaran.

"Lo putus? Anjir padahal kan baru sehari." Celoteh Gio membuat Dava melotot kepadanya. "Bukan jir."

"Terus?" Kini giliran Arkan yang bertanya.

"Kayla tadi nangis di kelasnya, terus dia nyuruh gue buat ke halaman belakang. Gue kira gue mau di putusin..."

"Ternyata?"

Dava mengepal tangannya dengan penuh amarah. "Dia nangis, gara-gara berita gue jadian sama dia udah meluas sampai sekolah, bahkan sekolah lain."

"HAH??!!!" Gio dan Nico terlihat kaget, tapi tidak untuk Arkan. Dia hanya diam, seolah tidak peduli dengan situasi saat ini. Arkan hanya tersenyum simpul, "terus?"

"Dia ngerasa risih di liatin terus, dibilang gak pantes lah, dibilang 'yakali cewe lugu jadian sama cowo famous. Di pelet apa si Dava.' Ya bacot, gue yang jalanin hubungan jadi mereka yang ribet."

"Gila anjir. Parah banget, siapa dah yang bilang?"

"Gue nggak tau yang bilang siapa..."

"Bego lu Dav." Gio meledeknya, tapi setelah itu, mereka bertiga merasa kaget, tidak percaya.

"Tapi, yang pasti nyebar beritanya itu, Rachel."

"Rachel?" Tanya Arkan yang kini menoleh ke Dava. "Iya Rachel, lo tau kan? Jangan bilang lo gak tau Rachel, Dav?"

"Taulah, bego."

"Nah, makanya, gue pengen minta bantuan sama lo bertiga."

***

Sedangkan, sekarang sudah pukul dua belas siang, dimana seluruh siswa berhamburan ke kantin untuk makan atau sekedar nongkrong.

"Chel buruan! Lama lo ah." Sarah meneriaki Rachel yang sedang ada didalam toilet. Sudah hampir sepuluh menit Rachel belum keluar dari toilet.

"Chel?" Sarah mengetuk pintu toilet yang didalamnya ada Rachel.

"Sar..." Suara Rachel terlihat lemas seperti kehilangan tenaga.

"Chel? Lo kenapa eh?" Sarah mengetuk pintu dengan cukup keras, takut Rachel mengalami sesuatu hal. Tapi tiba-tiba saja pintu toilet terbuka, melihat Rachel yang keluar dari toilet, sontak Sarah langsung memegang kedua bahunya. "Lo gapapa kan Chel? Muka lo pucet gitu."

"Sar..."

"Kenapa si? Bilang apa kek. Lo kira gue peramal apa."

"Rok gue basah kena air tadi pas mau cuci tangan..."

"YAELAH." Sarah menepuk jidatnya, merasa jengkel dengan sahabatnya yang satu itu.

"Nanti gue dikira ngompol, gimana dong Sar?" Rachel terlihat panik sambil menepuk-nepuk bagian roknya yang basah.

"Nyusain aja lo Chel. Buru ke kelas, pinjem sweather-nya Keysha." Sarah menarik tangan Rachel keluar dari toilet. Rachel terlihat bersembunyi di balik tubuh Sarah, karena bagian yang basah berada di depan rok abu-abunya.

Tapi saat mereka ingin masuk kedalam kelas, ada seseorang yang memanggil Rachel, dengan suara yang seperti ingin meledak.

"Woi cewe yang lagi ngumpet di belakang temannya."

Sosial Media.Where stories live. Discover now