Part 2

8 0 0
                                    

"Ben?"

"Hi, apa kabar? Ku pikir aku salah orang, ternyata benar kau. Boleh aku duduk disini?"

Tunggu. Kemana pria berambut ikal yang tadi duduk di sebelahku? Ah mungkin dia sudah pergi saat aku melamun memikirkan the hulk. "Baik. Silahkan." Jawabku singkat. Aku kembali menulis dengan telinga ku sumpal handsfree dan ku putar lagu dengan volume yang paling kencang agar tidak terganggu oleh buaya yang satu ini.

Perlu kalian ketahui. Ben adalah mantan kekasihku. Satu-satunya mantan kekasihku. Jika kalian bertanya mengapa hubungan kami berakhir, jawabannya adalah, aku sangat mencintai keperawanan yang akan ku berikan kepada suamiku.

Hubungan kami sudah selesai sejak 1 tahun lalu. Ketika itu Ben benar-benar buas dan ia hampir saja memperkosaku. Kalau bukan karena keahlian bela diriku dan Judy cepat datang, mungkin aku akan menangis meraung-raung disisa hidupku jika si brengsek itu berhasil mencicipiku.

Jika kebanyakan wanita mengalami trauma dan takut pada laki-laki karena hal tersebut. Aku termasuk salah satunya. Tapi aku tidak benar-benar takut, aku tetap banyak memiliki teman lelaki, hanya saja aku belum bisa untuk membuka hatiku lagi untuk lelaki mana pun. Aku benar-benar menjadi wanita yang selektif dalam hal tersebut. Amat sulit membedakan mana lelaki yang memang baik dan mana yang hanya memanfaatkanku.

Setelah kejadian itu, aku selalu menghindarinya. Bukan karena takut, tapi aku benci dan sangat muak dengan perlakuannya kala itu. Aku seperti... seperti wanita bodoh yang termakan rayuannya dan hampir melepas kewanitaanku. Dan ketika aku sadar dengan apa yang kami perbuat, aku langsung berontak dan menjauh dari Ben. Tetapi saat itu Ben benar-benar menakutkan, ia menjadi seperti pemerkosa yang haus akan vagina setiap harinya. Ben yang ku tahu kemampuan bela dirinya 2 tingkat dibawahku, kala itu ia menjadi seperti petarung dengan sabuk hitam. Sangat kuat dan kejam.

Lamunan ku buyar karena seseorang mengayun-ayunkan lengannya di depan wajahku. Ben.

Ku lepas handsfree dari telingaku. "Hey, ku pikir kau sedang membayangkan imajinasimu, ternyata melamun." Ucapnya. Astaga dia memperhatikanku sejak tadi? Sebenarnya apa mau pria busuk ini. "Apa pun yang ku lakukan, bukan urusanmu!" Balasku sinis sambil merapikan barang-barangku. "Aku permisi." Aku berdiri dan bergegas meninggalkannya.

Sial sekali aku hari ini. Kelas tiba-tiba diliburkan dan aku bertemu lagi dengan lelaki brengsek itu. Sungguh pagi yang menyebalkan.

Aku sudah berdiri di depan lift ketika aku merasa seseorang berjalan mendekat ke arahku. Aku menoleh untuk memastikan, dan benar saja, pria busuk itu lagi. Aku hanya diam tanpa reaksi dan berpikir apakah urusanku dengannya masih ada yang belum diselesaikan. Tidak. Tidak ada sama sekali.

Aku mengeluarkan handsfreeku, memasangnya pada ipod, dan menyalakan music dengan volume yang paling kencang.

Tak ada tanda-tanda Ben mengajakku berbicara. Hanya ada keheningan dan jarak diantara kami. Aku ingin cepat-cepat sampai di lantai dasar dan berpisah dengan si brengsek ini. Namun aku merasa sedikit lega saat ada beberapa orang yang memasuki lift ketika di lantai 6. Jadi jarak pandang aku dengan Ben terhalang oleh orang-orang ini.

Begitu pintu lift terbuka di lantai dasar, aku mempercepat langkahku agar semakin jauh dari Ben. "Kim! Kimberly!" Seseorang memanggilku ketika aku memasukan handsfree ke dalam tasku.

"Oh, mommy!" Sapaku kepada Judy. Ia langsung memberikan wajah murkanya kepadaku karena ia sedang bersama Josh, kekasihnya.

"Baiklah, jatah makan malam mu akan ku berikan setengah hari ini." Aku hanya tertawa mendengar ancamannya, ia selalu seperti itu ketika aku memanggilnya dengan sebutan mommy dihadapan kekasihnya. Dan ia tak benar-benar melakukan ancamannya.

Tracker (everything becomes possible)Where stories live. Discover now