Part 2

22 5 0
                                    

POV AUTHOR

Siang ini Adelia harus disibukkan dengan perkataan maaf yang harus dia sampaikan pada Yuriㅡsahabatnyaㅡkarena tidak dapat menepati janjinya untuk datang menemui Yuri.

Adelia tahu, Yuri tidak akan mudah memaafkan dirinya. Sebelum mereka bertemu dan menjelaskan, kenapa Adelia bisa melupakan janjinya begitu saja. Tipikal Yuri.

Bahkan sudah Adelia mengirim beribu pesan yang berbeda-beda, bermenit-menit sampai berjam-jam menunggu, tetap tidak ada tanggapan dari Yuri. Dan itu membuat Adelia sedikit kesal dengan dirinya karena telah mengingkari janjinya.

Adelia menghela napas lelah berat.

"Ada apa?" tanya seseorang yang tiba-tiba duduk di sebelah Adelia yang membuat Adelia tersadar bahwa dia tengah bersama dengan seseorang.

"Tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya melupakan bahwa aku telah memiliki janji dengan sahabatku," ucap Adelia lirih, "dan sekarang ia tidak membalas satu pesan pun dariku."

"Itu salahku, 'kan," ucap pria di sebelah Adelia.

"Ya, itu memang salahmu," tutur Adelia menyalahkannya, "jika kau tidak menguntitku, semuanya tidak akan menjadi seperti ini, kau tidak tahu apa yang kurasakan dan sekarang kau menghancurkan hidupku."

"Tunggu sebentar di sini, aku ingin membeli sesuatu, jangan merindukanku, okay,'' goda pria itu sebelum pergi sambil meringis menatap Adelia.

''Ck, jangan terlalu percaya diri, dasar penguntit sialan,'' ucap Adelia menahan tawanya.

Pria itu pun pergi membeli sesuatu. Dan Adelia masih setia menunggu di kursi taman sambil menunggu jawaban dari Yuri. Ya, Adelia tengah berada di sebuah taman, tepat di pusat kota tempat tinggalnya.

Sembari menunggu pria yang Adelia lupakan siapa namanya itu. Adelia menyibukkan diri dengan berusaha menghubungi Yuri. Tetapi nihil, Yuri tidak dapat di hubungi. Dan itu membuat Adelia frustasi.

Selang beberapa menit, pria itu datang menemui Adelia dengan membawa dua buah cup coffee dan juga sekantong plastik berukuran sedang berisikan camilan. Pria itu mengulurkan tangannya memberikan salah satu coffee tersebut kepada Adelia dan bertanya, "Apa aku membuatmu menunggu terlalu lama?"

"Tidak juga," jawab Adelia sembari menyambut coffeeyang telah pria tersebut berikan.

"Omong-omong, aku belum tahu siapa namamu," tukas Adelia, menanyakan nama pria itu lagi secara tidak langsung, "atau lebih tepatnya aku melupakan namamu."

"Bilang saja jika kau ingin menanyakan namaku lagi," ucap pria itu geli.

"Jika kau sudah tahu maksud dari perkataanku, mengapa tidak segera menjawabnya?" tukas Adelia jutek.

"Baiklah, aku akan memberitahumu, sebelum kau berubah menjadi ganas. Namaku, Ryan," jelas Ryan diselingi sebuah gurauan.

"Hm, jadi namamu, Ryan. Nama yang cukup bagus sebagai nama penguntit," ucap Adelia sembari mengangguk-anggukkan kepalanya, "bagus, sampai aku mudah melupakannya"

"Apa kamu tidak berniat meberitahuku mengenai namamu?" tanya Ryan.

"Kenapa kau tidak bertanya 'Siapakah namamu, nona cantik?' Dengan begitu aku akan menjawabnya," suruh Adelia yang berniat untuk menenggelamkan Ryan ke dalam ucapannya.

Ryan tertawa seringai. "Itu terlalu formal untuk penguntit sepertiku. Tapi, kalau itu maumu akan kulakukan," ucap Ryan dengan menatap Adelia yang sedang mengerjainya tadi, "siapa namamu, Mrs. Alatas?

Deg.

"Adelia," ucap Adelia singkat sambil berpikir bagaimana Ryan bisa tahu nama marganya. Tapi pertanyaan Adelia tenggelam saat Ryan mulai berbicara.

Other Space of SpyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang