Kisahkuu

30 5 1
                                    

Aku melihat Kumulonimbus menghiasi pagi ini. Cahaya kekuningan bersembunyi di balik bebukitan. Merkurius dan venus juga tak terlihat. Hibiscus Rosa Sinensis tak bisa berfotosintesis. Aku dan mereka dengan tas di punggung berlari menembus batas surga dan neraka. Pakaian kami berseragam, tanda bahwa tak akan ada yang besar kepala.
Kami memang terlahir dari rahim yang berbeda. Apakah karena berbeda kami tak bisa menjadi satu? Garuda saja sudah mengingatkan kita “Bhineka Tunggal Ika “ katanya lewat pita merah yang berada di kakinya.
Kami bukan sahabat, tetapi keluarga yang pada hakikatnya dengan mimpi yang sama. Kadang aku berpikir mengapa Tuhan menyatukanku dengan orang seperti mereka, tetapi pada akhirnya aku tak mendapatkan jawaban apapun. Terkadang aku juga menyesal, mengapa aku tak bisa dipertemukan seperti orang yang kumau. Tetapi akhirnya kutahu bahwa yang kumau belum tentu yang terbaik.
Kami sekarang 35 nyawa dengan 1 Ayah, dengan cerita yang beragam. Kami memenuhi gubuk cinta kami dengan isak dan gelak, serta dengan mimpi yang tak akan kami biarkan satu orang pun merenggutnya.
Cerita kami juga sama seperti kalian, tetapi kami tak hanya menunggu mentarikan memecah batuan itu, kami akan memecah batuan itu dengan keringat kami. Walau tak mudah, tetapi yang harus kalian mengerti, semua yang didapat dengan cara tak mudah akan selalu berakhir indah.
Hai aktor dan aktris dengan seragam, pasti kami akan rindu celotehan kalian. Maafkan kami yaaa.. jika pernah menyayatkan luka yang tak berdarah di dalam ruang itu.  Untuk  suara bas, bariton bahkan tenor yang mengaung disetiap sudut itu, yang membuat kami terkadang jenuh. Sebenarnya kami ingin bertanya apakah sepenuhnya salah kami jika kami terkadang tak mengerti.
Bukan kami tak mau bertanya tetapi kami takut mendapatkan jawaban yang tak sesuai alurnya. Belum lagi kata yang keluar yang seharusnya bukan dari seorang yang terdidik. Tetapi apapun itu maaf atas semua luka yang kami lakukan, kami paham merah dan hitam juga berkat kalian.
Kartini berkacamata yang membawa segudang ilmu dibahunya, berjalan dari lorong kelorong membawa semangat hingga kejiwa kami. Dengan suara yang cukup memekakan telinga disebutkannya nama-nama asing ditelinga kami seperti metil, etil dan lainnya. Kami tak pernah tau apa untungnya  mempelajari itu, tetapi yang pasti tiada ilmu yang tak berguna.
Ayah kami, meski darahnya tak mengalir didarah kami. Celotehannya tak hanya memenuhi memori kami. Naik kelantai atas setiap pagi hanya untuk melihat apakah putra putrinya sudah hadir sesuai dengan masanya, juga tak lupa memberikan celotehan kepada Aji.
Aji “Leader of The Class” satpamnya pintu jika para bawahan sedang nakal-nakalnya. Si air yang mengalir sesuai alurnya. Pemimpin yang ogah-ogahan karena dia sangat mengerti jika dipaksa itu nggak enak.
Ama psikolog gubuk ini, semua masalah kalian tanya deh sama dia, pasti ada solusinya. Bisa dibilang Mario Teguh kelas kita  (padahal dianya sendiri nggak pernah ngalamin masalah para pasiennya). Ina penyanyi kubus derita ini, tiada hari tanpa bernyanyi itulah kata-kataku untuknya. Mereka hanya dua dari banyak sudut yang mewarnai persinggahan kami.
Cerita cinta juga mewarnai balai ini, jarum jam 3 dan 9 membentuk sudut 180 derajat merupakan aku dan kamu, iya kamu yang kukira akan hadir dalam setiap ceritaku. Sebagai  tokoh yang berbeda dari tokoh lainnya. Tetapi ceritaku tak selalu berjalan sesuai delusiku, kau sudah mempunyai tokoh lain yang mengores ceritanya di lembar ceritamu.
Bicara soal cinta, cinta lokasi bukan hanya terjadi di sinetron saja. Manda dan Raka, Fathul dan Gee empat dari sudut lainnya. Raka yang selalu punya pertanyaan untukku
“Tipe cewek menurut cowok itu yang penting cantik, pinter dan waras. Jika dari cewek ke cowok apa?” salah satu pertanyaan yang pernah dilafazkannya padaku.
“Cewek nggak punya ukuran buat jatuh cinta, cinta bukan ukuran berapa dalam kita jatuh, berapa lama kita akan berdiam” jawabku, yang kurasa mendapatkan perasaan tak puas dari wajahnya.
Geee dan Manda dua sosok cerewet yang punya segudang ide buat acara kelas kita. Serta Fathul si puitis
“Banyak tempat belajar yang kita hembuskan, namun sedikit yang kita hirupi. Sekolah hanyalah formalitas tempat pentas para perkakas” salah satu kalimat yang dia gores lewat secarik kertas siang tadi.
Pebri si anti kpop, ada aja tuh bahan dia untuk ngataiin para kpopers, walaupun begitu kita nggak musuhan kok. Teman yang selalu ada jika kita ajak kemana-mana. Riza si perfect yang nggak sembarangan jika menetapkan sesuatu, dan selalu punya alasan atas segala hal.
Eza si ganteng idaman kelas kita, si resek yang mungkin tak pernah membiarkanku hidup tenang dengan kursi dan mejaku. Bagas si jenius yang bisanya cuma ngeremehin doang, banyak julukan yang dihujaninya padaku seperti copo, noob dan lainnya.
Ayas sekarang dia lebih friendly dari tahun-tahun sebelumnya. Nggak pernah absen kalau subuh-subuh masih ngerameiin grup. Rizqi si kharisma ini hobynya duduk sendirian dipojok kiri kelas ketika ku tanya
“ Mengapa kamu mau duduk sendiri”
“ Karena aku suka sendirian” yah... itu jawabannya tanpa basa-basi atau alasan apapun.
Ayu dan Dila si  tukang onar menurutku tetapi aku mengerti tiada cerita tergila selain kalian, yang membuatku menangis di depan sosok yang sangat kupuja. Sosok yang sangat kupuja yang tak hanya mengajarkan kami tentang rumus gaya yang sama dengan massa dikali percepatan tetapi juga rumus akhirat. Dengan cara penyampaian bahwa memang bukan dia yang paling benar, dia mengajarkan kami bahwa apapun yang kami temui dalam rumus fisika pasti ada hubungannya dengan sang maha pencipta.
Neo si cool calon pilot ini mungkin nggak punya rem untuk kata-katanya. Jadi jika kita bicara kepadanya siapin deh... tameng kesabaran. Andari si garing yang suka nyeletuk jika guru sedang mengajar, tetapi kata-katanya nggak pas untuk membuat hal yang membuat orang tertawa. Dika sikertas tanpa tinta, kebalikan dari si garing. Celetukannya pasti membuat kami tertawa dan anehnya Dika dan Andari berada di sudut yang sama.
Rila si sabar yang sepertinya nggak punya hormon tiroid, yang berbanding terbalik dengan Kiky si hypertiroidisme, yang semaunya jika sedang marah.  Meski Kiky suka marah, Kiky ada pemujanya yaitu Ewin, ada aja tingkah konyolnya untuk memuji Kiky. Juga si bandar judi di kelas kita.
Triani si pendiam, tapi sekali bicara cukup membuat hati terenyah, tetapi diam adalah caranya dekat dengan kami semua. Vian si dingin yang mungkin ngggak punya topik untuk bicara. Vira si perhatian yang pengganggu, yang nggak bakalan biarin aku serius dengan kerjaanku.  Asri si sopran jika bicara, suka marah jika disuruh, tapi tetap dikerjaiin kok. Kelas nggak bakalan rame tanpa suara tingginya Asri.
Tono teman kami yang satu ini pemegang 3 tahun berturut-turut yang berada di puncak pohon pinang SMA 8 kalau lagi agustusan. Julukannya di bangun ruang ini adalah kuli bangunan, karena roti sobek di perutnya. Dewi si cantik penghias tumpeng jika ada lomba disekolah. Anak dance ini juga seorang gamer loh... idaman banget deh.
Nanda si kedelai hitam pilihan, kulitnya aja kok yang lebih gelap tapi hatinya nggak. Andini si hitam manis yang pernah meraih the best MC waktu lomba paskibra keren kan....
Tina suka jadi bahan bulyan dikelas, kelas kita bakalan sepi jika nggak ada Tina. Baresky si jelangkung menurutku datang nggak ada yang tahu dia pulang juga nggak ada yang liat. Paling tenang kalau belum ngerjaiin pr.
Bangun ruang kami juga ada sudut seperti Nila ada pesan setiap kata-katanya, kurang lebih seperti Aul nampaknya aja kurang peduli sama lingkungan tapi dia pemerhati kok, teman yang baik jika kita tanya tentang pilihan. Kalau dia bilang  nggak suka, ya nggak suka nggak banyak cing cong (bicara).
Sohibku Zahra mengisi di sudut ketiga puluh empat bangun ruang kami, yang menjangkitkan virus kpop padaku. Suka cerita anime terutama  tentang One Piece. Tiga  tahun duduk di tempat yang sama, di posisi yang sama walau dengan ruang yang berbeda.
Meski sebuah persahabatan tidak diukur dari lamanya kita bersama, kisah yang kami jalani mungkin kisah yang tak kalian lewati. Menyapu halaman sekolah gara-gara lupa membeli bahan praktek, main kartu bareng walau akhirnya diambil sama guru, menjadikan bangun ruang kami seperti benar-benar rumah kedua,  meja dan kursi jadi kasur dan bantal yang nyaman. Papan tulis adalah kanvas yang luas. Sisa ruang yang kosong di kelas jadi lapangan futsal terindah, tempat konser jika tidak ada guru dan masih banyak lagi.
Sudut ketiga puluh lima itu adalah seseorang yang menjadi para musuh si pemalas di kelas  jika ada pekerjaan rumah, tapi juga sekaligus peraduan terakhir mereka meminta bantuan.  Seseorang  yang menggambarkan keadaan bangun ruang itu meski tidak sepenuhnya bahkan tidak separuh. Seseorang itu adalah aku  yang ingin merubah dunia hanya dengan kata-kata, calon penerus Shakespeare. Si cerewet yang punya mimpi lebih besar dari saudara-saudaranya, yang punya mimpi lebih tinggi, dan tentu saja dengan ambisi yang terkadang menyulitkan diriku sendiri.
Aku memang tak bisa mengenggam jari jemari kalian satu persatu, tetapi jari kelingkingku ku usahakan untuk bisa berjanji kepada kalian, bahwa aku akan berusaha mengenggam tangan kalian ketika kalian merasa batuan itu semakin keras saja.
Meski tidak 1.095 hari, tidak 26.280 jam kita lewati bersama kisah kita kuharap tak berakhir seiring dengan pecahnya bebatuan itu. Kisah kami memang tak sehebat seperti yang digambarkan Donny Dhirgantoro dalam novelnya yang berjudul 5 cm. 
Tetapi apapun itu inilah kisahku...
Tentang Kami

Tentang KamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang