1/1

38 2 3
                                    

Hari ini hari Minggu, Aku seperti biasa pergi ke salah satu Cafe yang belakangan ini sangat sering aku kunjungi. Aku pergi ke sana karna ingin mengantarkan sesuatu kepada seseorang.

Sebentar lagi orang itu akan muncul. Duduk di meja manapun yang berada sangat dekat dengan jendela Cafe. Memakai setelan hitam dari baju sampai sandal. Dan selalu memesan kopi hitam bersama waffle yang di lapisi oleh madu.

Jangan heran jika aku mengetahui semua itu. Aku selalu memperhatikannya selama beberapa minggu ini. Aku rela menghabiskan waktuku hanya untuk memperhatikannya. Memperhatikannya yang menemukan sebuah pesan kecilku.

"Asa ? Gak bosen bosen ke sini."
Aku mendongakan kepalaku. Seorang gadis yang sebaya denganku, dengan setelan apronnya sedang tersenyum manis ke arahku.
Namanya Fia, ia memang salah satu pegawai di Cafe Du Grutli ini. Sudah beberapa kali ia melayaniku setiap aku berkunjung ke sini.
"Iya Fi, gue masih penasaran sama ekspresi dia kalo lagi lagi ngeliat surat dari gue."
Fia mengeleng gelengkan kepalanya, "Ck. Ekspresinya dia flat gitu apa yang mau di penasarin Sa."
Aku terkekeh dan teringat tentang ekspresi datarnya setiap menerima pesanku.
"Siapa tau hari ini beda ya kan ?"
Fia menghela napasnya dengan keras, aku terkekeh setelah mendengar helaan nafasnya itu. "Terserah lo deh sa. Lo mesen menu biasa kan ?"
Aku mengangguk
"Oke. Tunggu ya."
Fia selalu mengingat menu favoritku selama berkunjung ke cafe ini. Matcha milky dan Sepotong Kue Matcha. Bisa kalian bayangkan betapa aku menyukai sesuatu yang berbau green tea.

Ting!

Bel pintu Cafe berbunyi, aku menoleh dan mendapati dirinya yang hari ini di balut dengan sweater hitam, celana panjang hitam, dan sandal santai berwarna hitam.
Ujung bibirku otomatis tertarik ketika ia lagi lagi berjalan ke arah Kursinya yang ia tempati kemarin.
Rafael Wilona.

Ya, dia laki laki yang selalu menjadi alasanku untuk berkunjung ke cafe ini. Aku bukan pengagum rahasianya, bukan juga kekasihnya. Aku hanya seorang Antasa Kirana yang setiap detik merindukannya tanpa ada niatan untuk mendekati.

Saat ini ia sudah duduk di meja yang ia tempati kemarin. Ia mengeluarkan sebuah laptop dari tas hitam yang selalu ia bawa dan mengeluarkan ponselnya dari kantong celana.
Mataku benar benar tidak bisa berhenti memperhatikannya.

 Mataku benar benar tidak bisa berhenti memperhatikannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang pelayan wanita datang ke mejanya. Aku tersenyum. Wanita itu sekilas menatapku lalu pandangannya kembali lagi kepada Rafael.
Ia memberikan sesuatu kepada Rafael. Rafael menerimanya namun dari raut wajahnya ia seolah tidak peduli. Ia sedang memesan menu favoritnya saat ini, membuang sesuatu yang di berikan pelayan tadi dengan sembarang ke arah kursi panjang yang ia tempati. Walau sebenarnya hatiku sedikit sakit tapi setidaknya rafael mau menerimanya.

Setelah pelayan itu pergi, rafael duduk kembali di kursinya. Ia terlihat sibuk berkutat dengan laptopnya. Mengetik sesuatu dengan jari jarinya yang lentik.

Aku merogoh ponselku lalu mencari ikon pesan di sana. Beberapa pesan lama yang tertera di kotak masuk tanpa sadar membuatku tersenyum miris.

Antasa Kirana : Ga, jangan cari gue ke rumah, gue lagi di cafe biasa.

HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang