"Ify, bangun!" Dennis menampar pelan wajah Ify, mencoba menyadarkan gadis itu. "Ify! Please, I'm afraid. Wake up, please." Dennis memohon untuk kesadaran Ify. Tubuh gadis itu mendingin dan mengeluarkan banyak keringat dingin. "Bertahan, Fy, kita ke rumah sakit, ya." Dennis memposisikan kepala Ify dengan baik, membuat gadis itu nyaman. Dennis mengemudikan mobil sewaan itu kembali menuju tempat awalnya, dan sesegera mungkin memindahkan Ify ke mobilnya dan membawa gadis itu menuju rumah sakit terdekat. Sepanjang perjalanan mata Dennis tidak berhenti menatap gadis itu bergantian dengan menatap jalanan. Hatinya resah, ia takut Ify kenapa-napa. Jika sesuatu terjadi pada Ify, Dennis akan sangat menyalahkan dirinya. Untuk kedua kalinya.
100 meter dari rumah sakit, tubuh Ify bergerak, meski lemah. Dennis menggenggam tangan yang kini mulai menghangat itu. "Ify?" panggilnya untuk merespon apakah Ify benar-benar sudah sadar. Sepersekian detik tak ada respon balasan dari Ify, dan tubuh gadis itu tak lagi merespon.
Dennis memukul stir mobilnya, kesal pada dirinya sendiri yang telah membiarkan Ify kelelahan. "Semua ini salah aku, Fy, selalu salah aku. Seharusnya aku nggak ngajak kamu ke sini. Seharusnya kita cukup bersantai di pantai aja, Fy. Maafin aku," lirihnya.
Tangan Ify menyentuh tangan Dennis, memberikan respon menenangkan Dennis. Dennis menepi, menatap gadis itu lamat-lamat, "Ify?" ia menyentuh pipi Ify yang mulai menghangat.
Ify membuka matanya perlahan, mengerjap lalu berusaha duduk dengan benar. Dennis membantu Ify duduk dengan nyaman, hatinya sedikit tenang, Ify baik-baik saja. "Dennis? Ada apa?"
Dennis tidak menjawab pertanyaan Ify, ia hanya menatap gadis itu lekat, lalu memeluknya. "Aku takut kamu kenapa-napa, Fy. Jangan bikin aku mati jantungan karna ketakutan, please," ucapnya dengan nada bercanda.
"Maaf udah bikin kamu panik, Den, aku nggak maksud. Aku rasanya tadi cuma tidur doang, iya, 'kan?" ujarnya dengan wajah innocent. Ify tidak salah, yang ia tahu dan ia rasakan ia hanya tertidur. Andai Ify tahu, tidur baginya bisa saja berarti kesedihan bagi orang di sekitarnya. Andai-andai gadis itu tidur dan tidak bangun lagi. Amit-amit, Dennis memohon pada Tuhan untuk selalu membiarkan Ify terbangun setelah tidurnya.
Dennis tersenyum. "Iyaa, kamu cuma tidur. Kita pulang, ya?"
Ify mengangguk pelan. "Thank you for today, yesterday, and all the day that i've spend with you." Ify menggenggam tangan Dennis, mengusapnya lembut.
Dennis menatap Ify yang tersenyum padanya. Cantik. Untuk beberapa saat, Dennis membiarkan Ify menggenggam tangannya. Genggaman dari tangan mungil yang selalu ia sukai.
"Fy," panggil Dennis tanpa melirik Ify.
"Hmm ... apa?" tanya Ify menatap Dennis.
Dennis menatap Ify dan mata mereka bertemu.
"Kamu bahagia, ga?" Dennis mengalihkan pandangannya. Fokus mengemudi.
"Yaiyalah Den, kamu emang gak liat!" Ify memperbaiki posisi duduknya. Menghadap Dennis.
"Kalau boleh aku tau, kebahagiaan kamu itu apa sih? Cause i always see you happy even with a little things." Dennis harap-harap cemas. Sungguh, Dennis ingin jawaban Ify berhubungan dengan dirinya.
Kamu, kamu adalah kebahagiaanku. Ingin rasanya Ify mengatakan yang sebenarnya. Tapi semua itu tercekat ditenggorokannya.
"Kebahagian aku, ya?" Ify terdiam sejenak, memikirkan jawaban yang tepat. Yang pasti bukan fakta sebenarnya.
Ify menyandarkan kepalanya ditumpuan tangannya yang melipat di kaca mobil yang terbuka. "Kebahagiaan aku, bisa ngehabisin waktu aku dengan hal-hal unik, yang mungkin, nanti aku rindu melakukannya." Tatapan mata Ify sendu menatap langit sore yang cerah itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Hati Satu Cinta
Roman pour Adolescents"Cinta itu hanya satu untuk dimiliki. Jika lebih, maka itu bukan lagi cinta." copyright : whyndinda, 2017