chapter 2

68 0 0
                                    


Tanah pemakaman masih basah meninggalkan aku bersama kak Indira sendiri .

Langit terlihat mendung .

Awannya berubah menjadi gelap sekali.

Orang-orang yang ikut melayat silih berganti pergi .

Tatapan mata itu kosong . Tidak ada satu tetes pun air mata yang kak Indira jatuh kan diri pipinya . Dia membeku seperti batu . Tidak satu patahpun keluar dari mulutnya tatkala orang-orang menyambanginya dan turut berduka cita .

Berbeda sekali denganku yang amat kehilangan . Aku menangis sejadi-jadinya meratapi semua ini .

Sedang Ibu berkali-kali pingsan dan masih belum menerima nya .

Ayah pergi untuk selamanya . Tidak akan kembali .

Masih teringat jelas kejadian pagi tadi . Saat semua orang berdatangan ke rumah untuk melihat pernikahan kak Indira . Semua orang telah berkumpul hanya menanti kedatangan kak Juan . Tapi yang ditunggu tak kunjung datang . Kamu semua menunggu kedatangannya tapi mungkin dia tidak datang . Tidak akan pernah .

'' kau sudah berhasil menghubunginya dan keluarganya ?'' Ayah bertanya lagi setelah berbicara dengan penghulunya . Ayah terlihat khawatir .

Kak Indira menggeleng , '' tidak ada jawaban .. ayah.''

Ayah menghela napas . Melapangkan dada untuk kemungkinan terburuk .

Ibu masih menyambangi para tamu di luar . Setelah lama kami menunggu akhirnya pak penghulu berpamitan pergi karena dia juga harus bertugas . Dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi . Kepergian penghulu membuat gaduh .

Para tetangga kami yang datang kemudian berbisik-bisik menebak -nebak apa yang terjadi dan itu membuat ibuku malu .

Kami semua bersedih di ruang tengah . Ayah terlihat mondar-mandir berharap sebuah penjelasan . Ibu duduk dan terdiam .

Aku hanya mengamati .

Ekspresi kak Indira datar .

Dia menunduk . Tangannya gemetar hebat . Wajah ayunya berubah sendu, dia tak lagi tersenyum .

Ruangan lengang sejenak.

'' paman !'' teriak seorang pemuda dari luar . Dia berlari-lari dan segera menemui kami . Napasnya tersengal-sengal .

Andi .

Dia sepupu kami , Ayah meminta Andi untuk pergi ke rumah Juan dan menjemputnya . Dan sekarang Andi membawa kabar buruk .

"  kau punya kabar Andi?"  Tanya Ayah seraya memegang bahu Andi .

Andi memandang kami semua satu persatu. Tatapannya tertuju pada kak Indira dan dia mendekatinya .

"  aku minta maaf !"" Kalimat itulah yang keluar dari mulut Andi .

Itu seperti sebuah petir yang menggelegar di waktu pagi .

Kami saling memandang dan berharap cemas .

" aku mendatangi rumah itu dan ternyata rumah itu kosong . " Andi memberikan penjelasan .

" apa maksudmu kosong , bukan kah kemarin bahkan Juan masih berbincang dengan Indira lewat telepon. Apa mereka pergi begitu saja  ."  Ibu berbicara dengan marah merasa tidak terima .

" aku memang melihat rumah Juan terhias rapi sekali sama seperti waktu kemarin aku membantunya ...  bahkan, semalam saja aku masih bicara juga padanya lewat telepon dan dia masih ada dirumah . Aku bertanya pada salah seorang tetangga dan ada yang mengatakan ... ?""  Andi tidak melanjutkan pernyataannya .

" apa yang dia katakan ", kini giliran kak Indira menegaskan suaranya .

" ada orang yang melihat , keluarga Juan pergi sebelum subuh tiba . Mereka terlihat buru-buru dan saat orang itu bertanya , mereka diam dan pergi begitu saja . " Andi menjelaskan dengan pelan .

Kabar itu membuat tangisan ibu pecah dan hal terburuk lainnya adalah Ayah .

Tiba-tiba saja tangan Ayah memegang dadanya . Tubuhnya oleng dan segera saja di topang Andi secara reflek . Sontak itu membuat kami panik dan berhamburan berada di samping Ayah .

Ibu terus menangis dan aku juga terus memanggil nama Ayah dengan isak tangis .

Kondisi Ayah tidak tertolong sesaat kami membawa dirinya ke rumah sakit terdekat .

Kak Indira berada di dalam bersama dokter .

Kami menunggu di luar dan berharap semua baik-baik saja sampai dokter memanggil kami .

" aku minta maaf , kondisinya sudah sangat buruk saat dia di bawa ke sini !!"" Dokter berkata dengan raut wajah sedih .

" tapi , suami ku sakit apa dok , bukankah dia baik-baik saja !""

" suami ibu mengalami kebocoran jantung dan kondisi itu begitu parah dan kami tidak dapat menyelamatkannya !" Penjelasan dokter bagaikan sambaran petir .

Dokter berlalu pergi dan ibu ku termangu mendengar penjelasan itu . Sungguh tidak di percaya .

Aku dan Ibu masuk ke dalam ruangan , lagi - lagi kak Indira berdiri seperti batu , mematung memperhatikan tubuh Ayah yang susah tertutup wajahnya dengan kain putih . Tangan kak Indiri bertaut dengan Ayah .

'' Ayah , kenapa kak ?""  Aku menangis melihat keadaan ayah yang tertutup kain ,  tidak siap dengan kepergian Ayah yang sangat mendadak ini , aku mengoyang-goyangkan tubuh kak Indira meminta penjelasan . Dia tetap sama seperti batu tak bicara tapi aku melihat wajahnya mengeras menahan air mata . Tatapan mata itu terus memandang tubuh Ayah .

Ibu menangis sesaat wajah Ayah yang tertutup kain di buka menampakkan wajah yang putih pucat dengan mata tertutup . Ibu juga merasa tidak terima dengan kepergian Ayah yang mendadak ini .

Tangisan itu menggelegar mengisi satu ruangan menampakkan kesedihan yang mendalam dengan kepergian Ayah .

Ayah pergi meninggalkan kami .

***

Hujan mengguyur bumi , menjatuhkan rintik nya dengan nyanyian merdu di atas genteng .

Seakan mewakili berkabungnya keluarga kami .

Aku melihat ibu duduk di sisi kamar tidur , mencoba meraba jejak Ayah yang tertinggal .

Aku mendekatinya mengajaknya bicara .

" ibu ,  ayo kita makan ... kakak sudah menyiapkan makan untuk kita . Ibu harus makan nanti ibu sakit !""  Aku memegang tangan ibu dan ibu hanya menangis memegang selimut sembari menunduk . Aku ikut menangis melihatnya .

Keadaan ini terus berlanjut hingga hari-hari berikutnya .

Semua berubah menjadi senyap . Keluarga sudah seperti orang asing .

Sering kali ku dapati ibu melamun dan tidak banyak bicara .

Sejak kejadian itu pula ibu tidak pernah memandang wajah kakak ku dia selalu menghindar dan tak pernah lagi bicara atau sekedar menatapnya .

Takdir ini seperti Dementor yang menyerap kebahagiaan kami seketika berubah menjadi penderitaan yang mengerikan .

Hari bahagia keluarga ku menjadi tempat berkabung dalam hitungan jam .

Apakah kakak ku tidak bersedih atas semua yang terjadi ?

Mengapa dia tidak menangis ?

Inilah yang ada di benakku saat itu . Ketika aku tidak mengerti apapun .

Setidaknya belum .




La TahzanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang