Tanah pemakaman masih basah meninggalkan aku bersama kak Indira sendiri .Langit terlihat mendung .
Awannya berubah menjadi gelap sekali.
Orang-orang yang ikut melayat silih berganti pergi .
Tatapan mata itu kosong . Tidak ada satu tetes pun air mata yang kak Indira jatuh kan diri pipinya . Dia membeku seperti batu . Tidak satu patahpun keluar dari mulutnya tatkala orang-orang menyambanginya dan turut berduka cita .
Berbeda sekali denganku yang amat kehilangan . Aku menangis sejadi-jadinya meratapi semua ini .
Sedang Ibu berkali-kali pingsan dan masih belum menerima nya .
Ayah pergi untuk selamanya . Tidak akan kembali .
Masih teringat jelas kejadian pagi tadi . Saat semua orang berdatangan ke rumah untuk melihat pernikahan kak Indira . Semua orang telah berkumpul hanya menanti kedatangan kak Juan . Tapi yang ditunggu tak kunjung datang . Kamu semua menunggu kedatangannya tapi mungkin dia tidak datang . Tidak akan pernah .
'' kau sudah berhasil menghubunginya dan keluarganya ?'' Ayah bertanya lagi setelah berbicara dengan penghulunya . Ayah terlihat khawatir .
Kak Indira menggeleng , '' tidak ada jawaban .. ayah.''
Ayah menghela napas . Melapangkan dada untuk kemungkinan terburuk .
Ibu masih menyambangi para tamu di luar . Setelah lama kami menunggu akhirnya pak penghulu berpamitan pergi karena dia juga harus bertugas . Dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi . Kepergian penghulu membuat gaduh .
Para tetangga kami yang datang kemudian berbisik-bisik menebak -nebak apa yang terjadi dan itu membuat ibuku malu .
Kami semua bersedih di ruang tengah . Ayah terlihat mondar-mandir berharap sebuah penjelasan . Ibu duduk dan terdiam .
Aku hanya mengamati .
Ekspresi kak Indira datar .
Dia menunduk . Tangannya gemetar hebat . Wajah ayunya berubah sendu, dia tak lagi tersenyum .
Ruangan lengang sejenak.
'' paman !'' teriak seorang pemuda dari luar . Dia berlari-lari dan segera menemui kami . Napasnya tersengal-sengal .
Andi .
Dia sepupu kami , Ayah meminta Andi untuk pergi ke rumah Juan dan menjemputnya . Dan sekarang Andi membawa kabar buruk .
" kau punya kabar Andi?" Tanya Ayah seraya memegang bahu Andi .
Andi memandang kami semua satu persatu. Tatapannya tertuju pada kak Indira dan dia mendekatinya .
" aku minta maaf !"" Kalimat itulah yang keluar dari mulut Andi .
Itu seperti sebuah petir yang menggelegar di waktu pagi .
Kami saling memandang dan berharap cemas .
" aku mendatangi rumah itu dan ternyata rumah itu kosong . " Andi memberikan penjelasan .
" apa maksudmu kosong , bukan kah kemarin bahkan Juan masih berbincang dengan Indira lewat telepon. Apa mereka pergi begitu saja ." Ibu berbicara dengan marah merasa tidak terima .
" aku memang melihat rumah Juan terhias rapi sekali sama seperti waktu kemarin aku membantunya ... bahkan, semalam saja aku masih bicara juga padanya lewat telepon dan dia masih ada dirumah . Aku bertanya pada salah seorang tetangga dan ada yang mengatakan ... ?"" Andi tidak melanjutkan pernyataannya .
" apa yang dia katakan ", kini giliran kak Indira menegaskan suaranya .
" ada orang yang melihat , keluarga Juan pergi sebelum subuh tiba . Mereka terlihat buru-buru dan saat orang itu bertanya , mereka diam dan pergi begitu saja . " Andi menjelaskan dengan pelan .
Kabar itu membuat tangisan ibu pecah dan hal terburuk lainnya adalah Ayah .
Tiba-tiba saja tangan Ayah memegang dadanya . Tubuhnya oleng dan segera saja di topang Andi secara reflek . Sontak itu membuat kami panik dan berhamburan berada di samping Ayah .
Ibu terus menangis dan aku juga terus memanggil nama Ayah dengan isak tangis .
Kondisi Ayah tidak tertolong sesaat kami membawa dirinya ke rumah sakit terdekat .
Kak Indira berada di dalam bersama dokter .
Kami menunggu di luar dan berharap semua baik-baik saja sampai dokter memanggil kami .
" aku minta maaf , kondisinya sudah sangat buruk saat dia di bawa ke sini !!"" Dokter berkata dengan raut wajah sedih .
" tapi , suami ku sakit apa dok , bukankah dia baik-baik saja !""
" suami ibu mengalami kebocoran jantung dan kondisi itu begitu parah dan kami tidak dapat menyelamatkannya !" Penjelasan dokter bagaikan sambaran petir .
Dokter berlalu pergi dan ibu ku termangu mendengar penjelasan itu . Sungguh tidak di percaya .
Aku dan Ibu masuk ke dalam ruangan , lagi - lagi kak Indira berdiri seperti batu , mematung memperhatikan tubuh Ayah yang susah tertutup wajahnya dengan kain putih . Tangan kak Indiri bertaut dengan Ayah .
'' Ayah , kenapa kak ?"" Aku menangis melihat keadaan ayah yang tertutup kain , tidak siap dengan kepergian Ayah yang sangat mendadak ini , aku mengoyang-goyangkan tubuh kak Indira meminta penjelasan . Dia tetap sama seperti batu tak bicara tapi aku melihat wajahnya mengeras menahan air mata . Tatapan mata itu terus memandang tubuh Ayah .
Ibu menangis sesaat wajah Ayah yang tertutup kain di buka menampakkan wajah yang putih pucat dengan mata tertutup . Ibu juga merasa tidak terima dengan kepergian Ayah yang mendadak ini .
Tangisan itu menggelegar mengisi satu ruangan menampakkan kesedihan yang mendalam dengan kepergian Ayah .
Ayah pergi meninggalkan kami .
***
Hujan mengguyur bumi , menjatuhkan rintik nya dengan nyanyian merdu di atas genteng .
Seakan mewakili berkabungnya keluarga kami .
Aku melihat ibu duduk di sisi kamar tidur , mencoba meraba jejak Ayah yang tertinggal .
Aku mendekatinya mengajaknya bicara .
" ibu , ayo kita makan ... kakak sudah menyiapkan makan untuk kita . Ibu harus makan nanti ibu sakit !"" Aku memegang tangan ibu dan ibu hanya menangis memegang selimut sembari menunduk . Aku ikut menangis melihatnya .
Keadaan ini terus berlanjut hingga hari-hari berikutnya .
Semua berubah menjadi senyap . Keluarga sudah seperti orang asing .
Sering kali ku dapati ibu melamun dan tidak banyak bicara .
Sejak kejadian itu pula ibu tidak pernah memandang wajah kakak ku dia selalu menghindar dan tak pernah lagi bicara atau sekedar menatapnya .
Takdir ini seperti Dementor yang menyerap kebahagiaan kami seketika berubah menjadi penderitaan yang mengerikan .
Hari bahagia keluarga ku menjadi tempat berkabung dalam hitungan jam .
Apakah kakak ku tidak bersedih atas semua yang terjadi ?
Mengapa dia tidak menangis ?
Inilah yang ada di benakku saat itu . Ketika aku tidak mengerti apapun .
Setidaknya belum .
KAMU SEDANG MEMBACA
La Tahzan
General FictionLa tahzan. Kisah seorang perempuan yang berjuang bertahan melawan sebuah diskriminasi suatu masyarakat. Hanya karena dia terlahir sebagai perempuan tak lantas derajatnya begitu rendah karena suatu sebab . Bukankah seorang ibu juga seorang perempuan...