"Aku memang sudah memercayaimu. Namun bagaimana jika pihak lain tidak? Bagaimana jika orang awam menanyakan keganjilan yang kita ciptakan sebagai akibat dari sandiwara kita?"
--
Ibunya hanya diam sambil bersedekap. Sasuke tahu ibunya masih menyimpan sesuatu, tapi ia takkan menanyakannya dan memilih menunggu ibunya mengatakannya langsung.
Sasuke bergerak kedapur untuk mengambil minum. Dari ekor matanya ia bisa melihat ibunya masih mengawasinya dengan tatapan tajam. Bahkan sampai ia kembali keruang tamu dan duduk diatas sofa pun, ibunya masih memandangnya tajam. Ada apa sih?
"Nampaknya kau sedang menyembunyikan sesuatu dari ibu,"
Akhirnya ibunya bicara juga, "Tidak. Mengapa?"
"Kau yakin?"
"Yakin." Jawab Sasuke tegas. Walau sebenarnya ia berbohong.
"Jika kau tak menyembunyikannya maka kenapa ibu baru tahu bahwa anak bungsu ibu telah melamar seorang gadis dua bulan lalu?"
-1-
Sakura menggenggam setir mobil kuat-kuat. Kemudian menghela napas panjang sebelum mengembuskannya keras-keras. Pagi ini ia memutuskan untuk mengakhiri semuanya.
Setelah selama lebih dari satu bulan dirinya dibawah penjagaan ketat ia akhirnya merasa jenuh. Awalnya ia kira ini semua hanya berlangsung satu atau dua minggu, namun ini sudah lebih dari satu bulan dan penyelidikan Sasuke bersama rekannya –Sakura tak tahu harus menyebut mereka apa- belum membuahkan hasil juga. Jadi setelah mengorbankan waktu tidurnya untuk bergelut dengan pikirannya sendiri, Sakura memutuskan untuk mengatakan pada Sasuke bahwa mulai saat ini ia tak perlu dilindungi lagi. Mereka –Sasuke dan rekan rekannya- tak perlu mengawasi kegiatannya dan tak perlu lagi menjemputnya ke kantor apabila ia pulang terlampau larut. Tak peduli jika kawanan Kabuto akan mengancamnya lagi atau apa.
Sakura menginjak rem saat mobilnya sudah mendarat dengam mulus diatas lantai basement sebuah apartemen. Ia kemudian keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu yang menghubungkan basement dengan bagian dalam apartemen. Pagi ini ia memutuskan membawa mobil ayahnya karena hari ini ia shift pagi dan pastinya akan telat jika ia menempuh jarak dari apartemen ini ke kantornya menggunakan bus.
Sekitar lima menit kemudian ia telah sampai didepan pintu apartemen Sasuke. Sekali lagi, ia mengembuskan napas keras-keras sebelum membunyikan bel. Satu kali. Dua kali. Tiga kali. Kemudian pintu terbuka, menampilkan sosok pucat Sasuke yang kelihatan berantakan. Bisa dipastikan ia baru terbangun dari hibernasinya.
"Sakura? Ada apa pagi-pagi begini?" tanya Sasuke sambil berusaha membuka mata sepenuhnya. Rasa bersalah menyelinap dibatin Sakura karena sudah membangunkannya pagi-pagi begini. Namun mau bagaimana lagi?
"Err.... maaf mengganggumu pagi-pagi begini. Aku....hanya akan minta tolong padamu sebentar saja, setelah itu kau bisa lanjutkan tidurmu lagi,"
"Kita bicara didalam saja, tidak enak...."
"Tidak, tidak. Hanya sebentar saja. Ini" Sakura menyodorkan ponsel milliknya kearah Sasuke. Sasuke yang masih belum bangun sepenuhnya hanya menatap ponsel itu heran, "Kenapa ponselnya?"
"Aku minta tolong padamu untuk melepaskan radar yang kau tanam disini," ucapan Sakura rupanya berhasil membuat Sasuke membuka mata sepenuhnya. Dengan dahi berkerut pria itu bertanya, "Ada apa?"
"Aku sudah lelah seperti ini terus. Tak ada gunanya kalian terus melindungiku seperti itu. Bukankah itu hanya akan merepotkan kalian saja? Aku bisa melindungi diriku sendiri. Jadi mulai sekarang tak usah kaitkan aku dengan kasus ini lagi. Aku minta maaf atas semuanya," Sakura menarik napas setelah mengucapkannya. Ia berharap semuanya berjalan dengan lancar. Tapi....
KAMU SEDANG MEMBACA
A Black Light
FanfictionSaat itu Sasuke sekarat. Sebutir peluru menggores jantungnya. Dan saat itu pula Sakura datang secara ajaib. Selamatkan hidupnya. Tanpa sadar pertemuannya dengan Sasuke ditengah kegentingan itu justru akan menyelamatkannya. Menyelamatkannya dari soso...