2

15 2 0
                                    

2

"Lama banget, sih?"

Matt yang baru saja masuk mobil disambut dengan protesan kecil dari temannya. Matt sendiri tidak mau banyak berdebat karena dirinya sudah benar-benar lelah, untuk hari ini.

"Matt,"

Temannya yang tadi protes kecil, Ivan, memanggil Matt.

"Tadi," lagi, ucapannya menggantung. Seperti ragu ingin dilanjutkan atau tidak. "Temen lo?"

Matt yang sedang memainkan ponselnya, menoleh sekilas, lalu kembali memainkan ponsel. "Yang cowok, iya. Yang cewek, baru kenal tadi."

"Oh," seperti ingin melanjutkan ucapannya, namun diurungkan niatnya itu.

Matt sudah lelah, matanya ingin istirahat. Tapi, ia teringat satu hal. Ia penasaran, kenapa Ivan bertanya. Tidak biasanya Ivan bertanya mengenai siapa yang ditemuinya. Ivan bukan orang yang peduli, kecuali terhadap suatu hal yang menarik.

"Oiya, Van."

Ivan yang fokus mengemudikan mobil, hanya mengangkat kepala sedikit dan bergumam. Menandakan ia menyahut panggilan Matt.

"Tumben nanya temen gue, kenapa? Lo tertarik sama yang cewek?" Matt, orang yang paling bisa mengetahui jalan pikiran orang lain. Bahkan, ia tahu maksud dari pertanyaan awal Ivan.

Ivan mendengus kecil, "nggak. Gue cuman tanya doang." kilah Ivan. "Lagian, gue nggak tertarik sama yang cewek."

Matt mengangkat kedua alisnya. Tidak ingin menebak-nebak lagi, tapi firasatnya yakin ada sesuatu yang disembunyikan Ivan.

"Tapi, kayaknya. Itu ceweknya si Adrian."

Ivan manggut-manggut, paham perkataan dari Matt. "Eh, siapa yang nanyain tuh cewek. Gila, lu." Ivan terkejut, salah tingkah akibat perkataan Matt. "Adrian siapa?"

Matt mendengus, "temen gue yang tadi." jelasnya. "Mau tau nama yang ceweknya juga?"

Ivan menggeleng cepat. "Nggaklah. Nggak pengen tau, juga."

Matt tidak menjawab, ia langsung menyenderkan kepalanya ke jendela di samping. Sebelum menutup matanya, ia berkata pada Ivan. "Kalo ada apa-apa cerita, jangan di hadapin sendiri."

***

"Pagi, ma." sapa Chelsea begitu ia turun dari kamar tidurnya. Chelsea mengambil roti berisikan selai cokelat dan sedikit menyeruput susu cokelat low fat, santapannya setiap pagi.

Mama Chelsea, Dian, tersenyum melihat anaknya makan dengan tenang di hadapannya. "Hari ini, kamu terakhir, ya?" Chelsea mengangguk sambil terus mengunyah.

"Kenapa nggak masuk perusahaan mama aja?"

Chelsea mengangkat kedua alisnya, menurunkan roti yang sudah berbentuk setengah. "Aku nggak suka, ma. Mama tau, kan, kenapa aku berhenti dari kerjaan aku yang sekarang?"

Dian mengangguk mengerti, "tapi, kamu mau kerja apa sekarang?" tanya Dian, sambil mengolesi roti tawar dengan selai stroberi, untuk adik sepupu Chelsea.

"Yah, libur dulu aja. Santai dulu." jawab Chelsea santai. "Aku mau kerja yang sesuai passion aku."

Dian tersenyum. "Yah, mama nggak bisa buat apa-apa lagi. Kamu juga mau santai dulu, kan?"

"Dia emang begitu, tan." sebuah suara familiar memasuki ruang makan. Chelsea mendecih pada orang itu. Sementara Dian tertawa kecil.

"Ngapain, sih?" Chelsea menghentikan acara makannya. Melihat Adrian duduk di sampingnya, membuat dia bergeser sedikit. "Pagi-pagi udah nyari makan."

Adrian terkekeh, "makasih, tante." Adrian tersenyum pada Dian, sambil mengambil roti yang sudah dibuatkan oleh Dian. Matanya kemudian melirik Chelsea, dengan lidah dijulurkan keluar.

"Nyebelin!" ujar Chelsea.

"Eca, mana?" tanya Adrian, menyadari kalau Eca, adik sepupu Chelsea tidak ada di ruang makan.

"Masih tidur."

Adrian membulat mulutnya, kemudian makan roti yang sudah ada di genggamannya. Sementara, Chelsea meminum susunya dengan cepat.

"Aku jalan ma," pamit Chelsea, mencium pipi kanan Dian. Adrian mengekor di belakang Chelsea.

"Tante, aku pamit."

***

"Besok, udah nggak liat Chelsea deh, disini." Chelsea tersenyum kecil. Tidak berniat untuk membalas ucapan teman satu ruangan di kantornya, Keyra.

"Hari ini, kita foto ya, Chel. Buat kenangan." ucap Poppy, satu lagi teman satu ruangannya.

Chelsea mengangguk pelan, "iya. Pulang nanti, ya."

Jujur, sebenarnya Chelsea malas berurusan dengan teman kantornya. Terutama mereka yang fake dan suka memanfaatkan dirinya. Dan sekarang, mereka berdua tampak terlihat sedih, tentu sedih yang dibuat-buat.

Chelsea fokus pada komputer di hadapannya, beberapa peralatan yang sudah ia tidak gunakan, ia masukan ke dalam tas ranselnya.

Tiba-tiba, sebuah kotak berbalut kertas kado berwarna biru langit mendarat di meja kerja Chelsea. Ia menoleh, melihat tangan siapa yang menaruh kotak tersebut.

"Loh?"

Orang itu, salah satu teman di ruangan Chelsea bekerja, Alice, tersenyum. "Kenangan, jangan lupain, gue ya."

Chelsea tersenyum haru.

Alice bukan orang yang suka memanfaatkan Chelsea. Alice tulus berteman dengan Chelsea, bahkan ia rela membantu Chelsea jika mengalami kesulitan di kantor. Orang yang terbaik, yang pernah Chelsea temui di kantor ini.

"Ah, makasih! Repot-repot, segala." Chelsea akhirnya tersenyum lebar, ia merasa tak enak pada Alice yang sudah banyak membantu dan mendengar keluh kesahnya selama di kantor. Alice, satu-satunya orang yang dipercaya Chelsea di kantor ini.

Alice tersenyum, "diterima ya!"

Chelsea mengangguk antusias, sambil tersenyum. "Makasih!"

Beberapa mata memandang keduanya, namun tidak di pedulikan. Chelsea tau, kedua teman lainnya melihat mereka, namun ia tidak peduli lagi sekarang.

Atasan mereka pun masuk ke dalam ruangan, dan mereka kembali pada kerjaannya masing-masing.

Chelsea mengambil ponselnya, mengetikkan sesuatu disana. Lalu tersenyum.

***

"Oh, lo ngajak makan karna mau pisahan sama Alice."

Chelsea tersenyum, mendengar penuturan Adrian begitu mereka keluar dari tempat makan yang baru saja mereka berdua, Chelsea dan Alice, masuki.

"Dia bener-bener temen, di kantor."

Adrian mengangguk. "Iya, tau. Lo udah cerita kayak gitu berapa kali."

Chelsea tersenyum lebar.

Tadi, dia dan Alice habis makan malam terakhir mereka. Chelsea mentraktir Alice sebelum ia keluar dari kantornya itu.

"Jadi, kita kemana?"

Adrian membuka pintu mobil. Mempersilahkan Chelsea masuk terlebih dahulu, lalu dirinya.

"Kok lo seneng banget?" Sebenarnya, Adrian tidak heran kenapa Chelsea terlalu senang. Bahkan, dari ia keluar tempat makan tadi, Chelsea terus menerus tersenyum lebar.

Chelsea terkekeh kecil. Adrian sendiri tahu arti dari kekehan kecil Chelsea.

"Yah, gue tau. Toko buku, kan?"

Chelsea tersenyum lebar, lagi. "Iya."

"Nanti pake jaket, di luar hujan."

2

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 02, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Can I be Yours?Where stories live. Discover now