14. Pria Penguntit

35K 1.8K 9
                                    

Hampir dua minggu ini aku terus datang ke rumah sakit setelah pulang bekerja. Aku sengaja tidak membawa mobil dan pergi dengan taksi, jadi malamnya aku bisa pulang bersama Raffa.

Setiap aku ke rumah sakit, selalu ada Nevara di dalam ruangan Raffa. Walaupun dia tak sendiri, tapi tetap saja aku tidak suka dengan keberadaanya yang selalu di sekitar Raffa. Aku mengerti jika dia hanya sebatas seorang dokter dan teman, tapi apa betul dia tidak memiliki rasa yang lebih untuk Raffa?

Aku sudah menceritakan keluh kesah hatiku pada Raffa tentang Nevara. Raffa malah tertawa senang karena aku cemburu. Dia bilang aku tidak perlu khawatir walaupun Nevara menyukainya. Tapi tetap saja kan aku harus menghentikkannya sebelum perasaanya membuat hubungan kami hancur.

Hari ini Jason memberiku lembur lagi. Setelah beberapa saat yang lalu dia membawaku ke tempat proyeknya. Tempatnya sangat jauh dari pusat kota. Memakan waktu 3 jam dan sampai disana kami harus berjalan 200 meter melewati hutan.

Subuh tadi dia sudah meneleponku dan menyuruhku bersiap-siap. Aku baru bangun jam 5 dan dia sudah menyuruhku berada di kantor jam 6. Dia sungguh menyebalkan. Aku terburu-buru, sampai aku tidak bisa menyiapkan sarapan untuk Raffa.

Bahkan aku hanya memakai jeans dan kaus saat ke kantor. Tanpa make up dan tentu saja tanpa sepatu. Aku malah memakai sandal padahal kami akan berjalan jauh.

Jason marah-marah dan akhirnya aku kembali lagi ke rumah untuk mengambil sepatu dan menggantikan pakaianku. Dia bilang disana dingin jadi aku harus memakai baju hangat. Dia adalah bos paling menyebalkan ku rasa. Setiap kata-katanya adalah perintah dan aku tidak boleh enggan menurut.

Kami pergi dari pukul 7 dan kembali saat jam makan siang. Alhasil aku tertidur di meja dan mengindahkan tumpukan berkas di mejaku. Untung saja Jason tidak mengomel lagi karena aku ketiduran.

"Mbak Tissa dapat lembur lagi?"

Aku menoleh ke sumber suara. Fandi tersenyum melihatku dan di depanku sudah ada cup kopi panas.

"Hm, iya."

"Wah, kasihan. Padahal Mbak pasti capek ya. Dan ini juga sudah jam 8 malam. Aku temani ya, Mbak."

Aku gelagapan saat Fandi langsung duduk di sampingku. Dia menyesap kopinya santai. Aku sedikit bingung dengan perlakukan tiba-tiba nya. Seperti dia sedang berusaha mendekatiku.

Tanpa berkata-kata lagi, aku melanjutkan pekerjaanku. Jadi seorang sekretaris itu nggak enak ya. Raffa sedang apa sekarang? Apa dia sudah makan malam. Karena lembur aku tidak bisa memasak makan malam padahal biasanya makanan sudah tersedia di atas meja saat dia pulang.

"Mbak, aku bantu yang ini ya?"

Fandi memegang beberapa map di tangannya. "Eh, nggak usah. Mbak bisa sendiri kok."

"Nggak apa-apa. Sekali-kali aku bantuin karena kasihan Mbak. Jason memang begitu, Mbak. Dia diktator tapi sebenarnya dia baik kok. Dia juga kasih bonus tip terus pas Mbak lembur kan?"

Aku hanya tersenyum tipis. Berduaan dengan seorang pria di malam hari begini. Di kantor yang sudah sepi dan hanya beberapa karyawan yang lembur. Aku merasa tidak nyaman sekali. Tapi sudahlah, daripada aku hanya sendiri disini. Lebih baik ada teman yang menemaniku lembur.

Dua jam berlalu. Aku melihat jam di tanganku. Pukul 10. Akhirnya pekerjaan selesai. Aku terlalu fokus sampai tidak tahu apa yang dilakukan Fandi. Entah dia sudah pergi atau belum.

Suara dengkuran seketika membuatku menoleh. Fandi terlelap diatas map. Aku sama sekali tidak sadar kalau dia sudah tidur.

"Fan, bangun. Fandi." Aku menggoyang tubuhnya.

After The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang