Special Chapter (not in tournament) 1

566 39 40
                                    

Recommend Song : Caramel Macchiato, Butterfly BTS

1 Februari 2017

Aku tidak pernah ingin meninggalkanmu. Kau nafas dan jiwaku... kumohon tetaplah disisiku dan bertahan bersamaku. Aku mencintaimu. –Lee Yongdae-

Aku juga mencintaimu... mungkin aku termakan karmaku sendiri. Namun aku bisa apa? Semakin lama rasaku semakin dalam padamu. Rasa itu membuatku takut untuk melepasmu. –Liliyana Natsir-

***

"Ci... lo yakin pensiun tahun ini?"

"Iya ci, sayang lo... bentar lagi asian games, kan cuma gelar itu yang belum lo raih."

"Iya ci, kalo lo pensiun siapa yang bakal marahin kita dipelatnas?"

"Cici... kalo lo pensiun, gw manja manjaannya sama siapa lagi?"

Kali ini Liliyana menoleh, mendengar penuturan seorang remaja yang akan menjadi lelaki dewasa beberapa tahun lagi, Jonathan. Ia menjawab satu satu pertanyaan temannya meski sulit.

"Iya, gw bakal pensiun tahun ini... usia gw udah gak muda lagi guys dan gw rasa keputusan ini tepat."

Liliyana menjawab dengan yakin. Setelah itu menatap Jonathan yang semakin menekuk wajahnya sedih.

"Dan lo jo! Udah saatnya jadi lelaki dewasa. Ga usah manja manja lagi."

Jonathan semakin menekuk wajahnya dalam "Tapi ci..."

"Tapi Jo, gw masih terima kok kalau lo mau manja manja kegw, tapi ya frekuensinya ga sesering saat gw dipelatnas."

"Beneran ci?"

Raut wajah Jonathan yang semula tertekuk berubah sumringah. Ia bahkan menghambur memeluk Liliyana yang hampir jatuh kebelakang karena kehilangan keseimbangan. Jonathan berat sekali!

"Joooo!!!"

Jonathan melepas pelukan Liliyana takut. Ia memandang Debby dan atlit lainnya yang memasang wajah tak terima.

"Kita juga mau meluk cici kali Jo. Emang lo aja..."

"Hahaha..."

"Cici, pokoknya lo harus tetep dipelatnas walau udah pensiun. Lo harus tetep jadi cicinya kita oke?"

"Tentu saja... kemanapun gw, gw pasti jadi cici kalian."

"Walaupun kekorea ci?"

Semua orang menatap Ihsan dengan tatapan membunuh. Sementara yang ditatap hanya nyengir kuda dan merasa bersalah karenakeceplosan.

"Tentu."

***

Tak Tak Tak

Bunyi cock yang dipukul raket memenuhi hall pelatnas Cipayung. Bunyinya tidaklah ramai dan memekakkan telinga seperti biasa karena hanya ada satu orang yang berlatih disitu. Yah, dia berlatih sembari mencoba kekuatan kakinya yang ditimpa cidera.

"Ci, telfon lo bunyi tuh dari tadi. Kayaknya penting deh."

Liliyana menghentikan aktivitasnya dan memberi isyarat izin kepada pelatih didepannya. Coach Richard tersenyum dan memberi izin kepada Liliyana. Lagi pula wanita itu sudah banyak berlatih. Hampir dua jam.

Liliyana berlari menyambar handphonenya. Seketika lelah yang menimpanya menghilang. Ia tersenyum dan mengangkat handphone itu antusias.

"Ya! Kenapa baru menghubungiku sekarang?"

Tournament in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang