Sore hari yang cerah datang membawa damai kepada semua orang yang telah sampai pada rumah. Menikmati senja sembari duduk di pinggir kolam...
Huah! Banyak banget yang ngechat buat ajak main ke mall. Tapi rasa malas untuk keluar hari ini begitu luar biasa besarnya sehingga kemungkinan besar aku tolak.
Contohnya, si kembar ngajak main ke Pacific Place untuk menemani mereka berburu tas serta parfume. Sebenarnya menggoda sekali untuk ikutan, tapi baru saja ku tolak. Begitu juga dengan Jeje, temen seperjuangan dari jaman SMP yang sekarang beda sekolah denganku, ingin membawaku pergi ke tempat layar tancep modern yang ada di tengah kota namun terpelosok. Namun sangat di sayangkan, baru saja ku tolak.
Bukan gaya atau gimana. Hanya saja rasa lelah tiba-tiba menyerang. Jadi kuputuskan hanya duduk di pinggir kolam renang dengan memainkan kaki ke dalamnya. Sungguh menyenangkan. Menenangkan hati, serasa di pantai dengan bule-bule ganteng melirik nakal ke arahku.
Ugh!
Come here baby❤️
Dan kenyataannya aku ada di kolam renang rumahku sendiri.
Ya kadang kenyataan itu lebih kejam dari pada pembunuhan.
Tapi doi lebih kejam:(
"Pat!"
Aku memutar bola mataku jengah mendengar suara berat menggelegar di rumah ini. Rasanya ingin ku lakban. Ku lirik jam besar dekat kolam renangku. Tumben jam setengah 5 sudah ada di rumah. Pasti dia ingin aku menemaninya jalan.
"Apa?" Dengan enggan aku menoleh kearahnya. Aku mendongak sambil menyipitkan mata, seakan memberikan intimidasi yang sebenarnya tidak berpengaruh dalam hidupnya. Buktinya sekarang dia malahan tersenyum lebar dengan sok manis. "Udah deh ngomong aja, pasti ada maunya kan! Cepet ngaku!"
Mas Reyhan terkekeh pelan lalu mengacak rambutku yang badai. "Tau aja lu de." Dia mendudukan badannya yang tinggi itu disampingku. Ikut memasukan kakinya lalu tangannya memainkan air seakan resah. "De.."
"Hmmm."
"De.."
"Iya?"
"De..."
"Mau apa sih mas?" Kesalku sambil mencipratkan air ke mukanya. "Ngomong tinggal ngomong, susah bener sih. Kayak nahan berak di saat ambeien."
Wajah mas Reyhan kesal saat aku membahas soal ambeien. Karena terkadang ambeiennya kambuh dan menimbulkan kesusahan untuk buang air besar. Sampai harus ke rumah sakit dan menyusahkanku untuk menunggunya. "Gak usah dibahas de. Lu taukan gua kesel kalo membahas soal gituan."
Umur kami memang beda 8 tahun namun itu semua tidak menjadikan kami kakak adik yang terlalu sopan. Semenjak aku SMA, aku jadi berani menggunakan bahasa gua-elu dan kebetulan dia tidak mengeluh. "Lagian mau ngapain sih?" Tanyaku sambil mengambil cemilan yang tadinya tersedia di dapur untuk menemani soreku yang indah yang sebentar lagi akan tercemar oleh mas Reyhan.
Mas Reyhan nampak berpikir sebentar. "Jadi gini de, mas mau beli sebuah rumah..."
"Rumah?" Selakku heboh. Dia segera menghela napas.
"Jangan nyela gua dulu de."
Ups, kebiasaan. "Sorry."

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Galaxy
Ficção AdolescenteNama mereka Patrick dan Patricia. Yang satu ini otak mesum dan tidak pernah serius, sedangkan yang satunya lagi keras kepala dan susah diatur. Yang satu ingin menang sendiri, sedangkan yang satu lagi tidak mau mengalah. Memang dasarnya saja merek...