Bab 1

107 22 5
                                    

Sinar matahari yang hangat telah masuk melalui celah-celah jendela kamarku, benar-benar membuatku terbangun. "Hoemmm" rasanya masih ingin bermalas-malasan lebih lama. Belum sepenuhnya aku kembali membungkus tubuhku dengah selimut tebal warna biru laut ini, suara itu melengking ditelingaku.

"Aurreellliiaaa,,,, banggguuunnn"
Ya, dia Mama, seperti biasa dia membangunkanku dengan berteriak dan menggedor pintu kamarku.

Aku bergerak malas membuka pintu kamarku, kudapati Mama yang sedang berkacak pinggang. Dia sudah rapi dengan blazer coklat yang pas untuk tubuhnya, dan dia jauh lebih cantik dariku, walaupun usianya hampir setengah abad, tapi Mama rajin merawat dirinya dengan baik (aku saja iri).

"Aurel, jam berapa ini, kamu anak gadis rel, jangan mentang-mentang baru tamat SMA jadi malas-malasan! Pokoknya kamu siap-siap sekarang juga, Mama mau daftarkan kamu ke Universitas terkenal di Jakarta ini"

"Aurel nggak mau kuliah ma, Aurel kan udah bilang, Aurel mau kerja" jawabku setengah membentak.
"Tugasmu belajar, kamu masih jadi tanggung jawab Mama. Setelah tamat kuliah baru kamu mama izinin kerja, jangan bikin mamah pusing"
"Tapi ma..."
"Nggak ada tapi-tapian. Sekarang kamu siap-siap, mama tungu dibawah".

Mamah selalu saja begitu, keras kepala dan selalu memaksa seenaknya sendiri.
Aku sudah tidak mempunyai Papa sejak usia lima tahun. Papa terkena diabetes, kata Mama penyakit itu turunan dari keluarga Papa. Sejak saat itu Mama berjuang mati-matian untuk menghidupi keluarga kami.

Mama adalah pemilik majalah GoGirls!, majalah itu adalah majalah terbaik di Indonesia. Dan efeknya, aku harus menjadi penerus Mama. Mama ingin aku menjadi penulis. Oh My God aku paling benci menulis. Ah, seharusnya Mama tau, kalau aku ingin menjadi penari terkenal.

Aku mempunyai Kakak laki-laki. Namanya Irfandi Lazuardi Atmaja. Kalau ada dia, semuanya akan indah. Kak Irfan selalu berhasil marayu Mama agar mengizinkan aku melakukan apapun yang aku mau. Soalnya Irfan anak kesayangan Mama. Selain tampangnya, IP nya juga diatas 3 lohh. Dan sekarang, dia sedang berjuang untuk menyelesaikan semester terakhirnya di Singapura.
*****
"Lama amat sih rel" Mama mengerutkan dahinya dan melihatku dari ujung kaki sampai kepala.
"Kenapa sih ma?" tanyaku sok polos, padahal karena tatapannya barusan, pasti Mama kesal dengan penampilanku yang tidak seperti yang ia bayangkan.
"Kaos, jeans, tas sandang, dan sepatu kets, memangnya kamu nggak bisa feminim sedikit rel? Ubah dong gaya kamu, bentar lagi kamu bakalan jadi mahasiswi, harus berapa kali mama ngomong?"
"Aduhhh,yang penting kan pakek baju ma" sambil cemgengesan.
"Ganti" ucap mama tegas
"Nggak mau" jawabku dengan intonasi keras dan menutup telingaku, karna sebentar lagi mama pasti akan teriak.
"Aurelliaaa!!!" mama mulai kelihatan emosi. Aku merengut kesal. Ya, mama selalu menang
Dengan langkah berat aku kembali menuju ke kamar, dan segera mengganti pakaaianku menggunakan dress abu-abu dan hitam dengan lengan panjang, aku tak pernah menggunakan dress, bukan karna tidak suka, tapi aku kurang pede aja, tapi setelah aku bercermin, ya bisa dibilang lumayan sih, hehe

"Kan kalau begini kan jadi keliatan cantik dan dewasa". Aku hanya bisa mendengus kesal.

*****

Mama mendaftarkan ku di universitas swasta di Jakarta, dan mama juga mendaftarkanku di jurusan sastra, walapun aku memohon untuk masuk dijurusan akuntansi, atau kominikasi, tapi tetap saja.

"Wahhhh,,,, Aurellll, nggak nyangka ya kita satu kampus dan satu jurusan, dan kita juga sekelsas rell,yey" Amel tampak sangat gembira. Dia sahabat terbaikku di sekolah. Namun sejak kelulusan kemarin, kita jarang berhubungan, karena dia bilang mau mengirus kuliah di luar negeri.
"Kamu kok ada disini ,katanya mau kuliah di Singapur, kamu boongin aku ya?"
"Rell, kamu kok ngomong gitu banget sih, aku nggak ketrima disana, nilaiku nggak mencukupi, aku pengen ketemu kamu, tapi malu mau ngomong sama kamu" jelas Amel dengan sedih, dan aku jadi ikut sedih.

Aku memeluk Amel. Gadis manis itu akhirnya menumpahkan rasa sedihnya yang ia pendam.
"Aku malu Rell, padahal aku udah ngomong sama guru, sama temen-temen juga ,tapi aku malah nggak lulus" tangisnya pun pecah.
Amel murid pintar di sekolah, ia cantik, pintar, kaya, dan baik. Kalau dimataku dia perfect. Baru kali ini aku melihatnya menangis. Biasanya dia tegar mengahadapi masalah.
"Udah donk. Kuliah di Jakarta sama Singapura sama aja kok. Lagian kalo kamu kuliah di Singapura, kamu nggak bakalan bisa ketemu sama aku lagi lho. Bisa stress kamu nanti, yakin dehh. Makanya Allah nggak ngizinin kamu kuliah disana."

Amel terkikik seraya melepas pelukannya dariku.
"Nah, senyum gitu kan cantik." Aku mengerlingkan sebelah mata menatap sahabatku yang cantik itu. Eh, yang ada malah dia mencubit lenganku.
"Awww, stop mell stopp.." dia malah tertawa.

Sebenarnya aku salut padanya, jika disana dia tidak diterima melalui jalur tes, pasti keluarganya bisa membayar pihak kampus, tapi Amel selalu ingi berusaha sesuai kemampuannya, dia nggak suka suap-menyuap.
Hebat sabahatku itu.

*****

Aku memasuki sanggar tari Dilla. Kami mengenalnya ketika kami menonton sebuah pertujukan tari internasional yang kebetulan digelar di Jakarta, dan kebetulan Dilla adalah salah satu perwakilan dari Indonesia. Dia benar-benar penari yang luar biasa. Lalu aku dan Amel mencari tau tentangnya, dan disinilah kami, disanggar tari miliknya.

Dilla, wanita canti dan anggun, kulitnya kuning langsat. Pokoknya khas Asia deh. Dia lebih tua beberapa umur dari kami, jadi wajar jika dia terlihat dewasa dengan pemikirannya.

Dia pintar dan baik, dia juga mengizinkan kami menari di Sanggarnya. Dan itu adalah sebuah keberuntungan bagi kami, terutama aku.
Dulu aku pernah ikut kompetisi tari, dan Dilla dengan senantiasa mengajarkanku, walaupun kalah, aku tetap bangga, karna itu adalah pengalaman pertamaku.

"Kaliann, kemana aja, kok udah lama nggak kesini, anak-anak pada nyariin tuh" ujar Dilla semabari menatap anak-anak didiknya yang umurnya rata-rata masih sekolah SD.

Dulu sekali memang aku selalu mengajari anak didik Dilla, jika dia tidak ada.

"Sorry Dil, kita sibuk ngerem dirumah, jadi baru sempet kesini" ucapku sambil tersenyum imut kepadanya.
"Iya deh iya, kalian menari diruang pribadiku aja ya" tunjuknya pada pintu yang diberi tulisan Dilla's Secret " Aku ngajar dulu" Dilla mengerlingkan mata pada kami, sambil berjalan menuju anak didiknya.

"Aku malas nari Rell, kamu aja ya" ujar Amel terkekeh. Aku hanya mengangguk.

"Mel, kalau aku ngedance menurut kamu gimana? Aku mau coba sesuatu yang baru, kesannya kuat, liar, dan wow gitu. Kalau nari yang melow-melow aku udah bosen. Meski belum mahir-mahir amat sih"

Amel melongo "Itu keren banget Rell, sepertinya dance memang lebih cocok sama kamu, kamu bisa gerak sesukamu, liar. Ya cocok sama kepribadianmu. Kok baru ngeh sekarang sih? Sedangkan balet jauh dari kata cocok sama kepribadianmu, seperti sayur kurang garam"

Aku terkekeh "Jangan copas ucapan orang donk"

Kemudian aku menghidupkan lagu I Got a Boy milik Girl's Generation.
Aku mulai menggerakkan badanku mengikuti gerakan personil GG. Aku baru tau, ternyata ini benar-benar menyenangkan, rasanya semua beban hilang seketika, lega dan puas.
Tujuh menit berlalu, lagu berakhir, tepuk tangan membangunkanku dari persaan damai yang tiba-tiba menyeruak didalam hatiku. Keringat ditubuhku mengucur deras, wow. Sangat menyenangkan.

"Luar biasa Rell"
Aku tau itu suara Amel.

"Baru kali ini aku melihatmu menari dengan hati, kamu berhasil." kalau ini suara Della, suaranya ayu dan lembut.

Aku hanya tersenyum manis menanggapinua, karna aku tidak tau harus menjawab apa.

"Gausah geer dehh!" cibir Amel.
"Mingkemnya jelek" sahut Dilla menanmbahkan.
"Huuuuaaaaaaaaa,, kalian menyebalkan."

Akhirnya terjadilah kejar-kejaran diantara kami.
Buukkk... Karena tidak hati-hati, kakiku tersandung kursi dan akhirnya terjatuh mencium lantai.
Ugghhh...menyebalkan. Kudengar kalau Amel dan Dilla tengah tertawa ngakak dibelakangku.

"Kau tidak apa-apa?"
"Apanya yang tidak apa-apa? Dia nggak liat apa kalau aku kesakitan seperti ini? Dimana-mana orang jatuh itu merasa sakit"

Seseorang mengulurkan tangannya. Aku meraihnya.
Namun aku kaget bukan main.

Me And My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang