Chapter 3

2.3K 54 10
                                    

Bel penanda dimulainya jam pertama berdering, dan kerumunan murid-murid di sekeliling ku menyebar begitupun dengan si kelompok 'penggosip'. Obrolan di kelas mereda ketika para murid bergegas menuju tempat duduk mereka masing-masing. Dan suara yang masih terdengar ditelinga ku hanyalah dentangan logam pintu-pintu loker yang dibanting dan gesekkan bangku dan meja.

   Tidak lama kemudian seorang pria tua memasuki ruangan kelas, berdeham-deham memandang murid-muridnya. Aku yakin inilah yang bernama Mr.Wedge, sebelumnya Samantha memberitahuku bagaimana si guru Biologiku. Dan di mulailah pelajaran Biologi-nya, awal kegiatan pagi di sekolah.

  

   Dia tidak memberikan kesempatan pada anak baru untuk memperkenalkan diri, aku tidak tahu harus bersikap lega atau was-was.

   "Selamat pagi , anak-anak." Katanya, melompat duduk . Mr.Wedge menyisir rambutnya yang masih tersisa menutupi kebotakannya. Badannya bungkuk, dan dia mengenakan kemeja berwarna biru, sweater berwarna hijau, dan dasi berwarna merah-birunya berselang-seling. Memakai kacamata bulat besar. Dan kumis tebal putihnya.

   "Jadi, topic pertama kita untuk pagi hari ini adalah," sambil mengatakan ini, dia tiba-tiba melompat ke samping dengan lincah dan membuka telapak tangannya ke arah papan tulis "Proses perkembangan embrio."

   Aku bahkan hampir tertawa mendengarnya berbicara. Sungguh, ini pelajaran kuliah, bukan pelajaran saat Junior High School. "Kalian semua pasti sudah menguasai dasar-dasar ilmu ini dari pelajaran saat JHS dan SHS , bukan?"  katanya dengan nada agak dibuat-buat.

   Aku berusaha keras tidak tertawa melihat penampilan dan tingkahnya, walaupun Samantha sudah memberitahuku. Tapi tetap saja menahan tawa saat melihatnya susah untuk ditahan. Bahkan salah satu murid didepanku melirikku dengan sebal saat aku mulai cekikikan dibelakang.

   Sementara Mr.Wedge memberi penjelasan tentang teorinya, yang sudah aku kuasai sejak masih menduduki Junior High School. Aku melirik gugup kekiri. Melihat murid-murid lain yang sedang mengangguk-angguk dan sambil menulis catatannya,  kecuali para 'penggosip'. Yang sedang memelintirkan rambut panjang mereka ke tangan sambil mengunyah permen karet. Bahkan di saat berlangsungnya pelajaran seperti ini mereka masih sempat-sempatnya menarik perhatian.

      "Pssssst,," aku mendengar bisikkan pelan dari sebelah ku, rupanya Samantha. Dia memberikan ku kertas berlipat dengan jari telunjuk dan ibu jarinya. Aku menerima suratnya dan membuka suratnya. Sebelum sempurna terbuka, aku mendelik curiga kearahnya. Dia hanya tersenyum dan tertawa. Aku membuka suratnya dan mulai membaca.

   Ingat apa yang aku katakana padamu. Jangan mencoba-coba tertawa disaat pelajarannya. Jangan membuatnya marah, nanti baru kau takut dengannya. Mendengar ocehan si guru berkaca mata itu membuat ku pusing. Aku tidak mau menyia-nyiakan waktu ku hanya untuk mendengarkan teorinya itu. Berada di kelas ini bersamanya bagaikan lubang neraka.

   Aku meliriknya, dan melihatnya mengedipkan matanya padaku. Aku mulai menulis pesan baru untuknya:  Bagaimana bisa aku tidak bisa tertawa melihatnya?

   Aku melemparkan surat itu tepat di depan Samantha. Sepertinya Mr.Wedge tidak menyadarinya, karena dia terlalu sibuk mencoret-coret papan tulisnya sambil bergumam tidak jelas tentang teorinya. Samantha kembali menulis di kertas, melemparkannya kembali ke pada ku. Tepat saat aku ingin membukanya, bel pertanda pelajaran usai berdering. Segera seisi kelas mulai berisik, dan gesekan-gesekan bangku dan meja terdengar sampai keujung telingaku.

     Aku membereskan buku-bukuku dan memasukannya kedalam tas. Semua murid segera berhamburan keluar kelas. Aku dan Samantha berjalan keluar kelas paling terakhir. Dia menarik tanganku menuju kafetaria. Sesampainya disana dia menuntunku mengambil makanan. Aku hanya mengambil beberapa makanan dan jus stoberi, buah favoriteku.

My Life With a VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang