Bagian Tiga Belas

4.9K 338 35
                                    


Aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku sekilas sebelum memandang layar ponselku yang bewarna gelap. Waktu telah menunjukkan pukul dua lewat dua puluh satu menit, yang menandakan bahwa Rini telah terlambat dua puluh satu menit dari perjanjian kita tadi.

Aku kembali berdecak kesal sembari menghentak-hentakkan kaki melihat chat yang aku kirim melalui BBM menampilkan tanda delay. Pasti Rini sedang menghemat kuota internetnya saat ini. Sialnya lagi, ponselku tidak memiliki pulsa yang cukup untuk melakukan panggilan hingga aku harus terjebak di depan Grand Plaza tanpa ada kepastian dari Rini.

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling di depan bangunan berlantai delapan tersebut. Banyaknya kendaraan yang keluar masuk, serta beberapa pasangan muda-mudi yang baru saja keluar dari kendaraan mereka membuatku sedikit merasa iri dengan kemesraan mereka. Mereka bebas melakukan apapun yang mereka inginkan di depan orang banyak. Berbeda sekali dengan aku dan Reza yang tidak bisa seperti mereka.

Aku tersentak, ketika nada dering ponselku berbunyi. Aku menggelengkan kepala menghilangkan keirianku terhadap muda mudi tadi. Apa yang harus aku irikan dari mereka, sedangkan aku saat ini tidak memiliki pasangan. Aku merogoh saku celanaku.

"Lo dimana sih?" cerocosku tanpa mendengarkan apa yang hendak di sampaikan Rini seberang sana.

"Lo udah sampai?" tanyanya dengan nada pelan di seberang sana. Terdengar bunyi suara kendaraan di sekitarnya. Berarti dia sedang di perjalanan atau mungkin saja telah sampai.

"Belum sampai," jawabku ketus sambil melirik kekanan dan kekiri. "Gue udah di depan, lo dimana?"

"Mmm..., Maaf gue baru sempat ngabarin lo. Tapi gue nggak bisa datang."

Aku menyerngitkan dahi sambil menatap layar ponselku, sekedar memastikan bahwa yang menelponku memang Rini. Aku kembali meletakkan ponselku ke dekat telingaku setelah mengetahui bahwa memang Rini yang menelponku.

"Hallo, lo masih di sana kan?"

"Hmm, gue masih di sini kok nungguin lo dari setengah jam yang lalu."

Rini terdiam di seberang sana, sebelum diamnya berganti dengan suara ribut-ribut dan bunyi ambulans.

Aku nggak salah dengar kan, "Hallo, lo dimana sih? Kok ada bunyi ambulans gitu?"

"Gue di rumah sakit umum sekarang," jawab Rini. Dia lalu terdengar berbicara dengan seseorang sebelum melanjutkan pembicaraan, "lo tau nggak junior gue yang ngekos di kosan cewek dekat kosan lo? Yang sering nyapain kita kalo gue lagi jemput lo?"

"Oh ya, gue ingat. Cewek manis yang bertubuh mungil itu kan. Kenapa?" Aku lalu menuju salah satu kursi yang ada di pelataran Grand Plaza. Sambil mendengarkan Rini yang terdengar berbicara dengan orang lagi.

"Dia meninggal," ujar Rini di seberang sana. Aku langsung terduduk, dengak kalimat istirja' otomatis keluar dari mulutku. Gadis yang tidak aku ketahui namanya itu merupakan junior Rini dan kebetulan kosnya bersebelahan dengan kosku. Anaknya ramah dan murah senyum sehingga aku tidak menyangka kalau gadis itu bisa pergi secepat ini.

"Dia sakit apa? Kok mendadak gitu?"

"Dia nggak sakit apa-apa kok. Cuman tadi siang sebelum zuhur dia sempat ngeluh kurang enak badan sama temannya. Jadi dia pulang duluan. Pas sampai di depan kosannya...," Rini menggantung perkataannya, "dia kelindes kereta yang kebetulan lewat saat dia menyebrang," lanjut Rini. Aku langsung bergidik ngeri mendengar penuturan Rini. Berarti TKP berada persis di samping kamarku, karena kosanku berada di seberang rel kereta api dari jalan besar. "Mungkin dia nggak mendengar pluit kereta karena tersamarkan bunyi telolet bus," ujar Rini di seberang sana.

AFTER YOU GO [boyxboy] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang