00 - Telat

92 6 7
                                    

[Edited]

Gadis berambut hitam legam itu berulang kali melirik jam yang melingkar di tangan kirinya dengan gelisah.

Pukul enam lebih empat puluh lima menit.

Gadis itu sudah berdiri di halte sejak sepuluh menit yang lalu, namun bis belum juga datang. Ia terus mondar-mandir. Sekitar tujuh orang termasuk dirinya yang sedang menunggu bis di halte ini dan hanya ia yang merupakan seorang pelajar. Sisanya para pekerja.

Perjalanan menuju sekolahnya memakan waktu sekitar lima belas menit. Jika dalam lima menit bis tak juga datang, maka ia akan terlambat masuk. Apalagi hari ini hari Senin yang pastinya upacara bendera terlebih dahulu dan juga macet.

Gara-gara nonton drama korea, nih, gue jadi kesiangan bangun. Arrgh.

Gadis itu terus merutuki dirinya yang semalam menonton drama korea sampai jam dua pagi.

Tujuh menit kemudian, bis yang ditunggu-tunggu pun datang. Ia langsung meloncat kedalam bis sambil berdesakan dengan penumpang lain.

Benar kan yang tadi ia perhitungkan. Ia sampai di sekolah pukul tujuh lebih tiga belas menit yang berarti ia terlambat dan terkunci di luar sekolah karena gerbang telah ditutup rapat.

Ia tak sendirian. Ada sembilan orang lain yang terlambat juga. Gadis itu menghela nafas lelah. Ia menyenderkan punggungnya di tembok dekat pagar.

Seseorang menepuk pundaknya yang membuat ia terkejut dan menoleh ke samping.

"Dy, lo telat juga?" Ternyata itu Melisa, teman satu kelompoknya sewaktu MOS.

Ia menegakan tubuhnya. "Kalau gak telat, gue pasti lagi baris di lapangan."

Melisa nyengir kuda. "Iya, ya." Lalu ia ikut menyenderkan punggungnya di samping Maudy

Setelah upacara selesai, pintu gerbang dibuka. Mereka yang terlambat dikumpulkan dilapangan oleh guru BP. Mereka ditanya satu persatu oleh Pak Walid yang berkumis baplang dan berwajah paling sangar di antara guru-guru BP/BK SMA Adi Wijaya.

Mereka semua menunduk ketika Pak Walid bertanya. Tak terkecuali Maudy.

"Kenapa alasan kamu terlambat?" Giliran Maudy yang diintrogasi.

"Saya nonton drama korea, Pak, semalam. Jadi terlambat bangun." Maudy menjawab jujur sambil menatap ngeri Pak Walid.

"Anak jaman sekarang, tontonannya yang menye-menye semua. Pantesan korban PHP merajalela, orang-orangnya pada baperan." Pak Walid geleng-geleng.

Semua siswa menahan tawanya agar tidak meledak, termasuk Maudy.

"Hey, kamu!" Seruan Pak Walid membuat siswa yang terlambat menengok ke belakang. "Kemari!"

Seorang siswa dengan santainya berjalan mendekati Pak Walid dan kerumunan siswa yang terlambat. Wajah Pak Walid kembali sangar melihat penampilan cowok tersebut. Baju yang dikeluarkan, tidak memakai dasi, rambut acak-acakan, dan tas yang disampirkan di bahu kiri. Tipikal badboy.

"Untuk kesekian ratus kalinya saya memperingatkan kamu untuk memakai seragam yang benar dan atribut yang lengkap dan jangan kesiangan!" Cowok tersebut menatap Pak Walid tanpa ada rasa takut sedikit pun.

"Kapan kamu mau mendengar ucapan saya?" Pak Walid menghela nafas jengah.

"Kalau saya sudah sadar bahwa saya salah," jawab cowok itu santai.

Maudy beserta yang lainnya hanya menonton. Ia menatap cowok tersebut dari ujung rambut sampai ujung kaki lalu mendengus geli.

Namanya Raka. Semua orang tau itu. Si cowok brandalan yang dikagumi banyak cewek karena parasnya yang menawan. Kecuali Maudy tentunya.

Setelah diberi hukuman oleh Pak Walid, Raka berjalan menjauh dari kerumunan. Maudy terus menatap tajam ke arah Raka. Mata elang milik Raka pun menatap balik Maudy. Saat lewat di depan Maudy, Raka mengedipkan sebelah matanya yang membuat Maudy melotot. 

Eyes contact pun berakhir karena Pak Walid telah memberi hukuman juga pada mereka yaitu membersihkan taman belakang sekolah. Mereka berhamburan menuju taman belakang. 

***

Maudy menyeruput es jeruknya dengan semangat. Es jeruk telah mengusir dahaganya sehabis membersihkan taman. Ia sedang di kantin bersama Ferani dan Okta, sahabatnya. Suasana kantin sedang ramai karena memang sekarang jam istirahat.

"Pokoknya salah si Okta yang ngasih copy-an filmnya ke gue," gerutu Maudy.

"Apaan sih, kok jadi nyalahin gue. Ya, kan lo sendiri yang minta. Karena gue anak yang baik hati dan tidak sombong, gue kasih lah," bela Okta.

Maudy dan Ferani memutar bola matanya malas.

"Fix, ini salah lo, Dy. Kalau mau nonton drakor harus inget waktu dong." Ferani ikut membela Okta.

Maudy pun hanya menghela nafasnya. Memang sih, ini seratus persen salah Maudy sendiri.

Seakan teringat sesuatu, Okta melotot dan menggebrak meja yang membuat Maudy dan Ferani terkejut. "Eh, beneran kemarin Melvin nembak lo, Dy?"

"Gak usah gebrak meja bisa kali, lebay lo." Maudy memberengut kesal. "Iya dia nembak gue, kenapa?"

"Dan ditolak," sahut Ferani santai. "Lagu lama."

"Gila lo, Dy. Melvin yang super duper kece gitu lo tolak." Okta menggeleng sambil berdecak panjang. "Lama-lama greget gue sama lo," kata Okta gemas.

"Gue udah bilang ribuan kali sama lo, gue itu gak mau pacaran! Gue masih pengen bebas."

"Semua itu gak kayak yang lo bayangin, Maudy. Apa salahnya sih, nyoba dulu."

"Gue gak mau, Okta. Gue kapok. Jangan dipaksa mulu. Fer, bantuin gue, kek, diem mulu," Maudy merengek pada Ferani.

Okta terus menceramahi Maudy tentang pacaran--yang teknisnya Okta yang paling berpengalaman diantara mereka bertiga. Apa apaan Okta ini. Bukannya kasih ceramahan yang berguna bagi kemajuan dunia, ini malah kasih cermahan yang sangat tak berfaedah. Maudy mendengus malas.

Menurut Maudy, pacaran itu memuakan. Segalanya harus diatur. Gak boleh deket cowok ini, cowok itu, gak boleh kesana, kesini. Yang jelas Maudy tidak suka. Ia paling tidak suka diatur seenaknya. 

Tapi waktu merubah segalanya, kan. Siapa tahu esok maudy merubah pandangannya itu.

Yang tak Maudy sadari, sedari tadi seseorang yang duduk di pojok kantin terus mengamati gerak-geriknya. Ia mengamati Maudy dari jauh. Dan tersenyum kecil ketika Maudy mengembungkan pipinya karena sebal.

***


Yaps, this is my second story in teen fiction! Hope you like it. Jangan lupa vote and comment nya yak.

Edited: 7 Mei 2017
Re-publish: 30 Mei 2017

2 HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang