Epilog

10.2K 311 14
                                        

"Butuh berapa lama menyelesaikan novel ini mba Kana?"
Sebuah pertanyaan terlontar dari seorang pewarta, wanita muda berambut sebahu dengan senyum mengembang dan mata berbinar cemerlang yang mewakili kecerdasannya.

Ghalin menatap sang penanya. "Lebih dari 3 tahun saya rasa, dan sebenarnya cerita ini tidak pernah ingin saya terbitkan. Tapi atas desakan editor saya disebelah,," mata Ghalin dan dagunya mengisyaratkan pada seorang wanita berjilbab disamping kanannya. "Yang tanpa sengaja membaca draft novel ini dan dengan antusiasnya menginginkan novel ini terbit. Jadi saya bisa apa.." jawabnya pasrah yang di ikuti tawa beberapa wartawan.

Butuh 3 tahun Ghalin menyelesaikan novelnya dan butuh 8 bulan lagi untuk Niken- sang editor membujuk Ghalin untuk merubah sedikit alur ceritanya dan memaksanya menyetujui pencetakan cerita ini. Usahanya tidak sia-sia, bukunya laris dipasaran dan sebentar lagi akan diangkat ke layar lebar.

"Ada alasan khusus kenapa tidak ingin menerbitkan cerita ini? Saya dengar ini diambil dari perjalanan cinta mba Kana sendiri."

Ghalin tersenyum "karena ada beberapa yang memang benar- benar terjadi, dan jadi terlalu personal ketika saya memutuskan untuk menerbitkannya. Tapi kembali lagi, ulah editor saya mba Niken yang menyemangati, menagih, dan sedikit mendramatisir cerita dari konsep awal yang saya buat." Ghalin melirik Niken, yang hanya di balas dengusan oleh wanita itu. Membuat ruangan konferensi pers menjadi ramai kembali.

"Satu pertanyaan terakhir, apakah Ghalin dalam novel dan Ghalin dalam kehidupan nyata sama-sama bahagia?"

"Ya, mereka bahagia dengan caranya masing-masing."
Ghalin memberikan senyum terbaiknya, matanya beralih pada sesosok pria dipojok ruangan itu yang sedari awal terus memperhatikan Ghalin.

●●●

Sore itu mereka bersantai diruang keluarga setelah konferensi pers yang begitu menyita waktu. Ghalin datang dari dapur membawa 2 cangkir teh dan kudapan yang sempat dibuatnya pagi tadi.

"Well, rasanya aku mau narik tangannya Niken untuk aku umpankan sama Ryan biar dikurung dikamar."
Galen mengecupi punggung tangan Ghalin dan menyuruh wanitanya itu duduk di sebelahnya.
Niken sang editor adalah istri Ryan, kakak Ghalin. Ares anak pertama mereka memang sudah merengek meminta adik untuk teman bermainnya.

"Mas itu apa-apaan sih, masa begitu aja sewot. Nanti Ryan malah seneng ngasih Ares adik." Ghalin bergelayut manja di lengan Galen. Mereka sedang menikmati matahari terbenam dari ruang keluarga.

"Harus gitu ya, ceritanya dibuat kamu hampir dinodai sama Aldo? Kenapa juga Kenzie harus jadi suka sama kamu." Galen menyuarakan protes yang dimulai sejak bukunya terbit. Tak henti-hentinya sang suami protes tentang alur cerita buku terbarunya ini. Membuat Ghalin sebal dan beranjak dari duduknya.

"Mas berhenti bersikap menjengkelkan, itukan cuma cerita."
Galen panik melihat raut kesal wanitanya, mencoba menahan lengan Ghalin namun gagal.

"Ya kan bisa, gak usah dibuat begitu. Aku gak rela, kamu hampir ditelanjangi begitu. Aku cemburu sayang.." Galen membara, namun kemudian berangsur surut begitu melihat istrinya diam tak menghiraukan.

Ghalin menuju balkon, mendengus sebal sambil menghentakkan kaki meninggalkan pria yang telah menjadi suaminya 1 tahun ini. Galen mendekat, berusaha mengambil hati istri cantiknya.

"Sayang, nanti baby nya ikut emosi kalau bundanya juga emosi."
Bujuk Galen, memeluk pinggang Ghalin dari belakang sambil mengelus perut buncit istrinya itu. Kehamilan Ghalin menginjak bulan ke 6, perutnya sudah mulai membulat. Emosinya lebih stabil dibandingkan sang suami- Galen. Prianya itu lebih mudah terpancing emosi, bahkan hanya menonton upin ipin saja bisa membuat Galen menangis.

"Lagian mas bikin jengkel banget, itu lagi yang dibahas. Apaan pula cemburu sama Aldo di novel. Aneh banget. Kenzie kan kenyataannya nikah sama Fay sayang, dia kan gak ada rasa sama aku. Yang disisipkan juga cuma kejadian traumatis itu untuk menambah klimaks Ceritanya aja. Yang lain gak ada yg dirubah." Ghalin menyandarkan punggungnya ke dada Galen, menyerap kehangatan tubuh suaminya.

"Gak dapet aku, sepupu aku pun jadi." Ujar Galen. Mengomentari ucapan Ghalin yang membahas hubungan sahabat istrinya -Fayza dan Kenzie sang sepupu.

"Jahat ih, berasa mas itu paling laku sedunia."

"Aku gak ngerasa begitu, buktinya aku harus bujuk kamu untuk kembali padaku. Apaan itu kabur-kabur dari tempat bibi suzan. Aku gak mau ada acara begitu lagi. Setelah kupikir-pikir seharusnya aku berterimakasih pada Fayza karena meminta kamu menggantikannya tinggal bersama ku di Jerman."
Ghalin terkikik mengingat tingkahnya dulu yang kabur dari kediaman bibi Suzan di Monschau, Jerman.
Tiba-tiba ia rindu ke kota kecil itu, rindu suasana asri dan bangunan-bangunan tua disana.

"Mas, babymoon ke Monschau ya.." Bujuk Ghalin, mengelus-elus punggung tangan Galen yang mengusap perutnya.
"Aku rindu Willy dan bibi Maggie, kamu juga bisa reunian dengan Ehren dan teman-teman kantormu yang dulu. Kita ke Monschau lagi." Ghalin berbalik dan melingkarkan tangannya si leher Galen.

Tentu saja Galen menyambut rangkulan istrinya. Mendaratkan kecupan mesra di puncak kepalanya.
"Segera dilaksanakan, sweet hearts."

●●●●● Fin ●●●●●


#endingBTR
#(bukan)turunranjang

Dedikasi buat jeng diah022 para juri sudibyoayu, AhdaIkrima, nanoniken.

Ini pertama kalinya berani nulis, maafkeun Typo dan beribet bahasanya.
Da aku mah apa atuh, amatiran.
Tq sudah baca.
Semoga gak bingung dengan ending versi saya.

(Bukan) turun Ranjang EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang